“Salah satu permasalahan yang menghambat investasi dan kemudahan berusaha adalah regulasi yang gemuk dan tumpang tindih, sehingga menambah beban biaya dan waktu, serta lebih jauh mempersulit upaya pembukaan kesempatan lapangan kerja yang lebih luas,” kata Adinda Tenriangke Muchtar dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis (23/4/2020).
Dia menyebut, Omnibus Law RUU Cipta Kerja, tidak hanya mengatur tentang ketentuan investasi dan kemudahan berusaha. Namun juga mengatur hal-hal lain, termasuk ketenagerjaan, lingkungan, industri pertambangan, pengelolaan wilayah pesisir dan kepulauan, Badan Usaha Milik Desa, serta Usaha Mikro Kecil dan Menengah.
“RUU Cipta Kerja juga didorong untuk menciptakan perluasan kesempatan kerja dan pemberdayaan ekonomi, melalui kemudahan berusaha dan proses perijinan yang mudah, serta difasilitasi pemerintah,” katanya.
Oleh karena itu, Adinda menilai RUU Ciptaker sebagai kebijakan berpotensi positif bagi kebebasan ekonomi, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan, serta kesejahteraan di Indonesia.
Sementara itu, terkait bangunan dan logika hukum, RUU Omnibus Law Ciptaker berpotensi menghidupkan kembali pasal yang pernah dibatalkan Mahkamah Konstitusi, yaitu ketentuan presiden bisa membatalkan peraturan daerah melalui peraturan presiden.
Menurut dia, hal itu bertentangan dengan hierarki tata peraturan perundang-undangan yang berlaku. Belum lagi, potensi anomali dengan prinsip Omnibus Law, karena RUU Cipta Kerja nantinya akan mengamanatkan ratusan peraturan teknis untuk pelaksanaanya.
“Hal ini pulalah yang membuat pembahasan RUU ini masih harus mengkritisi banyaknya ketentuan yang bermasalah, mengingat potensi dampak negatif serius yang akan ditimbulkannya,” ujarnya.
https://www.liputan6.com/news/read/4228679/tii-nilai-ruu-omnibus-law-ciptaker-positif-untuk-perekonomian-indonesia