TEMPO.CO, Jakarta- Peneliti bidang ekonomi The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), Muhamad Rifki Fadilah, memprediksi proses pemulihan ekonomi yang sempat berjalan dalam jangka pendek akan terhambat jika Gubernur DKI Anies Baswedan kembali memberlakukan PSBB Jakarta. Menurut Rifki, semua indikator pembalikan ekonomi yang saat ini sudah membaik, akan berubah lagi menjadi negatif jika PSBB Jilid II diberlakukkan.
“Semua orang akan kembali ke rumahnya masing-masing. Artinya, kegiatan bekerja, berproduksi, berbelanja, dan aktivitas ekonomi lainnya dipaksa berhenti kembali. Kondisi ini tentu akan berdampak luas kepada perekonomian secara agregat, terlebih DKI Jakarta menjadi pusat penopang perekonomian Indonesia,” kata Rifki dalam keterangan pers yang diterima Tempo, Jumat, 11 September 2020.
Menurut dia sektor ekonomi tidak dapat berjalan penuh selama pandemi Covid-19 ini belum dapat diatasi. Selama vaksin Covid-19 belum diproduksi secara massal, protokol kesehatan masih harus tetap dijalankan.
“Untuk menyelesaikan krisis ekonomi, kita perlu mengatasi krisis kesehatan terlebih dahulu. Dengan demikian, trade off antara ekonomi dan kesehatan tidak akan terjadi,” ungkap Rifki.
Dia menyarankan pemerintah memberlakukan kebijakan PSBB Jakarta tanpa memberatkan perekonomian. Pertama, Pemprov DKI Jakarta harus melakukan pengawasan secara ketat kepada warganya.
Gubernur Anies Baswedan pun disarankan untuk berkoordinasi dengan para wali kota dan jajaran pemangku kepentingan hingga level mikro di masyarakat seperti ketua RT/RW. “Dengan demikian kebijakan PSBB ini dapat berjalan dengan efektif,” kata Rifki.
Kedua, kebijakan PSBB penuh ini akan memaksa semua orang beraktivitas dari dan di rumah. Maka, para pelaku bisnis, pekerja, maupun pihak terkait lainnya akan kehilangan biaya peluang atau opportunity cost. Ujung-ujungnya, kelompok masyarakat kelas menengah ke bawah yang tidak memiliki pilihan lain lah yang harus tetap bekerja seperti berjualan di pasar.
Karena itu, Rifki meminta Pemprov DKI Jakarta memberikan insentif bagi warganya untuk yang tinggal di rumah. “Putaran berikutnya instrumen pemberian bantuan sosial, baik itu berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT), sembako, Kartu Prakerja, hingga program keluarga harapan, atau pun bantuan listrik lainnya harus memiliki nafas yang panjang,” kata Rifki.
Menurut dia belum dapat dipastikan apakah kapan pandemi Covid-19 akan berakhir. Oleh sebab itu, pemberian bantuan sosial harus diperpanjang minimal hingga pertengahan tahun 2021. “Masih ada 50 persen baik itu pekerja, pelaku bisnis, hingga pelaku terkait lainnya yang kehilangan biaya peluang yang cukup besar. Oleh sebab itu, pemerintah harus tetap memberikan kompensasi kepada mereka,” kata Rizki.
https://bisnis.tempo.co/read/1385115/psbb-jakarta-jilid-ii-peneliti-sebut-ekonomi-akan-kembali-minus