JAKARTA, KOMPAS.com – Peneliti Bidang Hukum di The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), Hemi Lavour Febrinandez menyebutkan, peretasan ponsel milik Koordinator Pusat Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Seluruh Indonesia (SI) Kaharuddin merupakan pelanggaran konstitusi.
Adapun peretasan ponsel milik Kaharuddin tersebut sudah berlangsung selama tiga hari sebelum aksi demonstrasi digelar hari ini, Senin (11/4/2022).
“Peretasan yang dialami oleh warga negara sebelum hingga sesudah demonstrasi merupakan pelanggaran terhadap konstitusi dan merupakan upaya untuk menggembosi demokrasi,” kata Hemi dalam keterangan tertulis, Senin.
Hemi menuturkan, tidak pernah terkuaknya siapa pelaku peretasan terhadap aktivis, jurnalis, mahasiswa, dan kelompok masyarakat sipil merupakan bukti kegagalan implementasi terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Contoh kasusnya yakni ketika peretasan dialami peserta aksi demonstrasi menolak revisi UU KPK dan Omnibus Law Cipta Kerja, Tolak Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) di KPK, hingga yang dialami warga Desa Wadas yang menolak penambangan batu andesit di desanya.
“Namun, hingga saat ini tidak pernah terungkap siapa pelaku dari rangkaian serangan siber tersebut.” ungkap Hemi.
Hemi menjelaskan bahwa terdapat dua faktor yang membuat pelaku peretasan-peretasan itu tidak pernah tertangkap.
Pertama, tidak adanya upaya maksimal dari aparat penegak hukum untuk mengusut kasus peretasan yang terjadi di sekitar aksi demonstrasi.
Kedua, salah arah penerapan UU ITE. Sebab, selama ini UU ITE lebih banyak digunakan untuk memenjarakan kritik masyarakat terhadap penguasa hingga persoalan terkait dengan pencemaran nama baik.
“Amat jarang sekali UU ITE digunakan untuk menyelesaikan masalah seperti peretasan dan berbagai bentuk serangan siber lainnya,” jelas Hemi.
Hemi menegaskan, Pasal 30 ayat (1) UU ITE secara eksplisit mengatur tentang larangan untuk mengakses komputer atau gawai milik orang lain dengan cara apa pun dengan ancaman pidana maksimal enam tahun penjara.
Menurut Hemi, ketentuan hukum hingga ancaman sanksi terhadap pelaku peretasan sudah diatur di dalam UU ITE.
Seharusnya, ia menambahkan, aparat penegak hukum dapat secara serius mengungkap siapa pelaku peretasan yang seringkali menyasar aktivis.
“Peretasan terhadap aktivis dan kelompok masyarakat sipil bukanlah suatu hal yang dapat disepelekan, peretas-peretas yang tidak pernah terungkap identitasnya itu tidak hanya meretas gawai para aktivis, tetapi secara langsung juga meretas demokrasi dan hak sipil yang dimiliki oleh masyarakat untuk bersuara,” imbuh dia.
Dikutip dari Kompas TV, Koordinator Media Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia Luthfi Yufrizal membenarkan ponsel Kaharuddin diretas jelang aksi demonstrasi pada 11 april besok.
Ia menyebut peretasan dilakukan bahkan hingga ke akun media sosial dari para Koordinator Pusat BEM SI
Luthfi menyatakan, salah satu ketua BEM SI yang terkena peretasan ialah Kaharuddin selaku koordinator pusat BEM SI.
Ponsel milik Kaharuddin diretas hingga akun media sosialnya digunakan peretas untuk mengunggah konten yang tidak benar.
“Terkait ponsel para ketua BEM yang diretas, memang benar, ponselnya Kaharuddin juga selaku Koordinator Pusat Bem SI sampai detik ini pun masih diretas, sudah 3 hari HP dia diretas,” ujar Luthfi.
https://nasional.kompas.com/read/2022/04/11/12151101/peretasan-ponsel-koordinator-pusat-bem-si-dianggap-sebagai-pelanggaran?page=all#page2