JAKARTA – Sektor konsumsi menjadi andalan pemerintah dalam memperbaiki kinerja ekonomi kuartal III/2020. Berbagai bantuan tunai diberikan kepada kelompok masyarakat terdampak Covid-19 dengan harapan dapat meningkatkan daya beli.
Teranyar adalah program subsidi bagi pekerja di bawah Rp5 juta. Program itu menyasar 15,7 juta pekerja dengan nilai subsidi Rp600.000 per bulan selama empat bulan. Subsidi gaji pekerja itu mulai dicairkan secara simbolis di Istana Negara, Jakarta, kemarin.
Sebelumnya, program untuk mendongkrak daya beli masyarakat guna memutar kembali roda perekomian dilakukan dengan menyalurkan dana bantuan modal untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Program tersebut dialokasikan untuk 12 juta UMKM dengan besaran bantuan Rp2,4 juta per orang.
Di samping dua bantuan tersebut, selama masa pandemi Covid-19, pemerintah telah mengguyurkan bantuan lain untuk masyarakat. Mulai dari bantuan sosial tunai sebesar Rp600.000 per bulan selama April, Mei, Juni. Bantuan tersebut diperpanjang hingga akhir tahun ini dengan nilai Rp300.000 per bulan. Kemudian ada juga bantuan langsung tunai (BLT) dana desa, kartu prakerja, hingga program listrik gratis.
Saat meluncurkan program subsidi pekerja kemarin, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berharap dengan diberikannya bantuan ini akan meningkatkan konsumsi rumah tangga bagi para pekerja. Dengan demikian, daya beli masyarakat juga meningkat.
“Dan kita harapkan pertumbuhan ekonomi kita Indonesia kembali pada posisi normal,” kata Jokowi di Istana Negara, Jakarta, kemarin.
Pada tahap pertama, pemberian subsidi gaji dibagikan kepada 2,5 juta pekerja dengan nilai masing-masing Rp600.000 per bulan selama empat bulan. Pemerintah menargetkan, bantuan tunai ini tersalurkan kepada 15,7 juta pada September 2020.
Sektor konsumsi memang menjadi perhatian pemerintah saat ini. Maklum, pandemi Covid-19 mengakibatkan terganggunya daya beli masyarakat sehingga konsumsi rumah tangga yang selama ini berkontribusi sekitar 57% dari produk domestik bruto (PDB) nasional turut melemah. Imbasnya, pertumbuhan ekonomi di kaurat II/2020 minus 5,32%. Adapun khusus sektor konsumsi, mengalami penurunan hingga 5,52%.
Kondisi ini mau tidak mau memaksa pemerintah untuk bergerak cepat agar perekonomian bergairah lagi. Pasalnya, jika di kuartal III PDB nasional mengalami kembali terkontraksi, maka Indonesia dipastikan masuk ke jurang resesi.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziah mengatakan, pihaknya terus melakukan validasi sasaran penerima subsidi gaji yang mencapai 15,7 juta pekerja tersebut. Menurutnya, data terakhir BPJS Ketenagakerjaan telah berhasil mengumpulkan 13,8 juta rekening pekerja atau 88% dari target.
“Sedangkan data yang sudah divalidasi dan diverifikasi oleh BPJS Ketenagakerjaan sesuai dengan kriteria Permenaker sejumlah 10,8 juta orang atau 69% dari target,” katanya.
Ida mendorong agar BPJS Ketenagakerjaan dapat segera menuntaskan verifikasi dan validasi data penerima paling lambat akhir September 2020. Ida menyebut, data yang disetor BPJS Ketenagakerjaan akan dicek ulang oleh Kementerian Ketenagakerjaan.
“Pada senin 24 Agustus 2020 lalu kami telah menerima 2,5 juta data calon penerima yang telah divalidasi dan diverifikasi oleh BPJS Ketenagakerjaan sebagai batch pertama penerima bantuan subsidi upah atau gaji. Data tersebut kemudian kami cek kelengkapannya sesuai dengan syarat dan kriteria yang diatur dalam permenaker untuk meminimalkan risiko administrasi dan agar tepat sasaran,” paparnya.
Sementara itu, pengamat ekonomi Rifki Fadilah mengatakan, untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi sebaiknya bukan hanya mengandalkan konsumsi rumah tangga, tetapi juga belanja pemerintah. Kendati demikian, pemberian BLT baik untuk mendorong sisi permintaan.
“Masyarakat saat ini tidak ada demand. Orang-orang di-PHK (pemutusan hubungan kerja). kemungkinan besar mereka tidak punya uang. Dampaknya,mereka tidak bisa berbelanja. Kalaupun mereka punya uang, dengan situasi krisis dan tidak pasti ini, mereka akan menabung,” ujarnya Rifki di Jakarta kemarin.
Dia menilai, BLT untuk pegawai merupakan langkah tepat untuk mendorong permintaan. Kebijakan ini, kata dia, merupakan upaya pemerintah yang memiliki kekuatanuntuk menggerakan demand. “Ketika masyarakat mendapatkan uang tunai secara langsung otomatis, tidak punya pilihan lain untuk belanja,” tutur peneliti The Indonesia Institute itu.
Di bagian lain, Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad menilai, kondisi saat ini menandakan resesi ekonomi memang tidak bisa dihindari. Kerugian ekonomi pada kuartal II/2020 mencapai Rp145,64 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
“Jadi growth kita turun drastis, kalau dibandingkan dengan kondisi normal sampai minus 10,34%. Turunnya lebih dalam dari yang disampaikan pemerintah yaitu minus 5,32%. Makanya kita meyakini resesi ekonomi tidak bisa dihindari,” ujarnya dalam seminar virtual kemarin.
Pada kesempatan tersebut, Tauhid juga menyayangkan realisasi anggaran Pemulihan Ekonomi nasional (PEN) hingga 25 Agustus lalu baru mencapai Rp174,79 triliun atau 25,1% dari pagu yang ditetapkan sebesar Rp695,2 triliun. Menurut dia, momentum perbaikan seharusnya mulai terjadi pada kuartal III. Paling tidak, kata dia, separuh dari anggaran PEN bisa terealisasi sampai triwulan III 2020 berakhir.