Tren pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS masih terus mengalami tekanan. Bahkan tercatat pada 5 September 2018 nilai tukar rupiah terhadap dollar AS sempat berada pada level angka Rp 14.979 (finance.yahoo.com). Tingginya sentimen global yang terus menghantam pasar keuangan serta jurang defisit pada neraca perdagangan menjadikan mata uang rupiah semakin terdepresiasi mendekati level psikologis Rp 15.000 per dollar AS.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk meredam tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Dari sisi moneter, Bank Indonesia (BI) tercatat sudah menaikkan empat kali suku bunga acuan sejak bulan Mei 2018 hingga Agustus 2018. Kebijakan moneter tersebut diambil BI dalam rangka mempertahankan daya tarik pasar keuangan domestik di tengah ketidakpastian global serta kondisi krisis yang dialami oleh negara Argentina dan Turki (kompas.com, 16/8).
Kemudian, pemerintah juga menekan ketergantungan terhadap komoditi impor migas. Salah satu kebijakan pemerintah dengan meningkatkan bauran Bahan Bakar Minyak (BBM) solar dan pemanfaatan biodiesel sebesar 20 persen (B20). Kebijakan tersebut dilakukan karena tidak terlepas bahwa impor migas menjadi penyumbang terbesar defisit perdagangan. Mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Mei 2018 impor migas mencatat rekor tertinggi impor (cnbcindonesia.com, 16/8).
Mendorong Kepariwisataan sebagai Pilihan Alternatif
Strategi yang telah dikeluarkan pemerintah untuk memperkuat stabilitas ekonomi nasional patut diapresiasi. Namun, upaya yang dilakukan pemerintah masih cenderung bersifat antisipatif. Pemerintah juga perlu menangkap sinyal positif dari pelemahan rupiah untuk memperkuat fundamental perekonomian. Salah satu caranya adalah melalui pengembangan potensi sektor pariwisata lokal.
Terdapat beberapa alasan terkait urgensi mendorong sektor jasa pariwisata di tengah melemahnya nilai rupiah. Pertama, Indonesia memiliki nilai pasar yang tinggi terkait potensi daya tarik alam, budaya serta kearifan lokal. Sesuai Rencana Strategis Kementerian Pariwisata tahun 2015-2019, terdapat sekitar 10 destinasi wisata yang menjadi priorias pemerintah guna mendorong perekonomian. Jumlah tersebut belum termasuk objek wisata alam maupun budaya yang jumlahnya sangat banyak. Selain itu, sektor pariwisata juga menunjukkan kontribusi yang terus meningkat terhadap cadangan devisa negara. Selengkapnya lihat gambar berikut:
Trend Jumlah Wisatawan Asing dan Penerimaan Devisa Sektor Pariwisata Tahun 2015-2017
Selama tahun 2015-2017 permintaan wisatawan asing terhadap produk wisata nasional terus mengalami kenaikan. Kenaikan jumlah wisatawan ini berkorelasi positif dengan devisa yang diterima Indonesia. Secara rata-rata, telah terjadi kenaikan penerimaan devisa mencapai Rp 12,2 triliiun selama tahun 2015-2017.
Penulis berpendapat bahwa ditengah momentum nilai rupiah yang cenderung melemah, sektor pariwisata berpotensi akan memberikan kontribusi devisa lebih besar di tahun 2018 ini, dengan asumsi pemerintah terus mengelola dengan baik produk wisata nasional. Hal ini juga diperkuat menurut pernyataan Endang Kurnia Saputra, Kepala Bank Indonesia Perwakilan Cabang Provinsi Bengkulu, yang menyebutkan bahwa masuknya turis asing akan meningkatkan masuknya dollar AS di pasar domestik, sehingga kondisi tersebut sangat bagus untuk menjaga stabilitas rupiah (metrotvnews.com, 12/9).
Kedua, kinerja ekspor yang diharapkan mampu memanfaatkan momentum melemahnya nilai tukar rupiah masih belum menunjukkan daya saingnya. Aktivitas ekspor masih terhambat karena di beberapa negara importir terbesar, seperti Amerika Serikat dan China memberlakukan kebijakan proteksionisme terhadap barang impor. sehingga meningkatkan perolehan devisa melalui sektor pariwisata dinilai sangat logis
Ketiga, sektor pariwisata dapat menjadi sektor pengganti (substitution sector) untuk meningkatkan cadangan devisa negara. Hal tersebut terkonfirmasi berdasarkan hasil studi Mudrikah, A. dkk (2014) yang menemukan bahwa sektor pariwisata memberikan dampak signifikan positif terhadap penerimaan devisa negara. Terlebih lagi nilai rupiah yang relatif lebih rendah secara ekonomi akan memberikan insentif khususnya bagi wisatawan asing untuk berkunjung di Indonesia karena biaya yang lebih murah.
Keempat, sektor pariwisata memberikan dampak pengganda (multiplier effect) terhadap sektor lainnya. Masih mengacu pada studi Mudrikah, A., dkk (2014), sektor pariwisata terbukti memberikan nilai tambah terhadap sektor jasa perhotelan, jasa transportasi, restoran, dan komunikasi. Berdasarkan temuan tersebut, penguatan sektor pariwisata sangat penting untuk memperkuat fundamental ekonomi nasional melalui potensi lokal karena terbukti memberikan dampak turunan positif terhadap sektor-sektor lainnya.
Penulis berpendapat bahwa volatilitas yang terjadi pada nilai tukar rupiah terhadap dollar AS memang tidak dapat dihindari. Adanya sentimen global mengakibatkan beberapa negara berkembang juga mengalami dampak yang sama. Upaya antisipatif pemerintah melalui formulasi kebijakan moneter dan fiskal yang tepat sangat dibutuhkan guna menjaga stabilitas keuangan.
Di samping itu, upaya tersebut juga perlu diimbangi dengan penguatan fundamental ekonomi lokal dengan mendorong peran sektor pariwisata. Dengan demikian, diharapkan ketika ekonomi domestik memiliki daya saing yang baik, maka negara terkait akan memiliki ketahanan yang lebih baik terhadap ketidakpastian global.
Riski Wicaksono, Peneliti Bidang Ekonomi The Indonesian Institute, riski@theindonesianinstitute.com