Pengamat politik The Indonesian Institute, Arfianto Purbolaksono menilai Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sebaiknya tidak memaksakan dalam rangka menunjuk Perwira Tinggi (Pati) Polri untuk menjadi penjabat gubernur atau sebagai pelaksana tugas (Plt).
“Menurut saya, sebaiknya Kemendagri tidak memaksakan untuk menunjuk perwira polisi menjadi Plt Gubernur, karena bertentangan dengan aturan hukum yang ada,” kata Arfianto di Jakarta, Rabu (31/1).
Ia juga mengatakan, jika penunjukan untuk mencegah potensi kerawanan Pilkada, maka seyogyanya pencegahan kerawanan itu menjadi kewenangan TNI dan Polri, bukan seorang Plt Gubernur.
Lebih lanjut Arfianto meminta, Presiden Joko Widodo harus mendengarkan aspirasi publik yang menolak usulan tersebut. Terlebih di tahun politik seperti sekarang ini.
“Presiden harus mendengar aspirasi penolakan publik. Saat ini tahun politik, agar tidak ada prasangka yang menimbulkan keresahan,” ujarnya.
Diketahui, pengangkatan Plt Gubernur atau Wakil Gubenur harus melalui persetujuan presiden yang dituangkan melalui keputusan peraturan presiden (keppres).
Ada dua perwira tinggi Polri yang diwacanakan telah ditunjuk sebagai Plt Gubernur, yakni Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Irjen Martuani Sormin untuk menjabat sebagai Plt Gubernur Sumatera Utara (Sumut).
Selain itu Asisten Kapolri bidang Operasi Inspektur Jenderal Mochamad Iriawan yang diajukan untuk menjadi Plt Gubernur Jawa Barat (Jabar). Pihak Kemendagri beralasan, bahwa usulan penunjukan Plt Gubernur dari unsur Polri itu untuk mencegah potensi kerawanan dan menjamin netralitas Pilkada di daerah tersebut.
Sebelumnya, Mendagri Tjahjo Kumolo menyatakan tidak mungkin menunjuk seluruh Eselon I Kemendagri sebagai Plt Gubernur, karena banyaknya Provinsi yang mengikuti Pilkada serentak.
Dia menyatakan hal itu tidak melanggar Undang-undang (UU).
Mendagri menekankan dua nama perwira polisi yang diisukan akan menjadi Plt Gubernur yang merupakan hasil usulan dari Kapolri bersama Menko Polhukam.
Sumber: Akuratnews.