JAKARTA, KOMPAS.com – Peneliti Bidang Hukum di The Indonesian Institute Hemi Lavour Febrinandez menilai pemerintah inkonsisten dalam menerapkan kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat dalam rangka menekan kasus Covid-19.
Menurutnya, inkosistensi aturan pembatasan yang diterapkan pemerintah menunjukkan masih kaburnya peta jalan dalam menanggulangi Covid-19.
“Awal pandemi, kita mengenal aturan pembatasan mobilitas aktivitas masyarakat dengan PSBB. Meskipun mendapat kritik karena terdapat suara publik yang menginginkan agar dilakukan lockdown, namun setidaknya PSBB masih terdapat dalam Undang-Undang tentang Kekarantinaan Nasional,” ujar Hemi dalam keterangan tertulis, Selasa (27/7/2021).
Hemi menjelaskan, ketika pemerintah merujuk pada ketentuan yang terdapat pada UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang saat ini diterapkan mirip dengan definisi dari karantina wilayah.
Di mana hal itu terdapat pada UU tersebut. Contohnya, pembatasan untuk dapat keluar-masuk wilayah yang dikarantina.
Namun, terdapat perbedaan dalam konteks tanggung jawab pemerintah pusat.
Dapatkan informasi, inspirasi dan insight di email kamu.
Daftarkan email
Ia menjelaskan, Pasal 55 dalam UU tersebut menjamin kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.
“Menurut saya, ini salah satu faktor yang membuat pemerintah enggan untuk mengambil opsi yang dikenal dengan karantina wilayah,” kata Hemi.
Hemi juga menegaskan bahwa bantuan sosial tidak bisa disamakan dengan jaminan kebutuhan hidup dasar, sebagaimana dimaksud dalam UU tersebut.
“Jadi, masyarakat dalam wilayah yang dikarantina seharusnya mendapatkan seluruh pemenuhan kehidupan mereka. Dari kebutuhan untuk konsumsi sehari-hari hingga kemudahan untuk mengakses obat-obatan,” tegas dia.
Menurut Hemi, setiap langkah pemerintah dalam menangani Covid-19 harus tetap merujuk pada ketentuan yang diatur UU.
Ketika regulasi yang dibutuhkan tidak ada, presiden dapat mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu). Mengingat, Indonesia saat ini berada di tengah pandemi.
“Persoalan tidak hanya pada pilihan nomenklatur aturan pembatasan yang diterapkan oleh pemerintah, namun lebih pada tanggung jawab negara kepada masyarakat,” terang dia.
“Selain penamaan, yang harus diperjelas adalah peta jalan penanganan pandemi agar masyarakat tidak menjadi kebingungan di tengah situasi yang tidak pasti ini,” imbuh dia.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo memutuskan memperpanjang PPKM Level 4 Jawa-Bali hingga 2 Agustus 2021.
PPKM Level 4 ini diikuti oleh 95 kabupaten dan kota. Sedangkan, untuk PPKM Level 3 diikuti 34 kabupaten dan kota.
https://www.kompas.com/nasional/read/2021/07/27/15481571/pemerintah-dinilai-inkonsisten-batasi-kegiatan-masyarakat?page=all#page2