Organisasi Bayangan dan Upaya Reformasi Birokrasi

Dalam agenda United Nations Transforming Education Summit 2022 pada pertengahan September lalu, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim mengungkap adanya shadow organization (organisasi bayangan) yang ada di Kemendikbudristek.  Organisasi tersebut terdiri 400 orang, diantaranya merupakan product manager, software engineer, dan data scientist. Tim tersebut melekat dengan Kemendikbudristek dan diposisikan sebagai rekan bertukar pikiran dalam mendesain produk Kemendikbudristek.

Keberadaan organisasi tersebut menimbulkan berbagai pertanyaan dalam benak masyarakat. Apalagi sebelumnya keberadaannya belum pernah diketahui oleh publik. Organisasi bayangan juga tidak diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2021 tentang Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Perpres Kemendikbudristek).

Berdasar klarifikasi beberapa pihak, misalnya Pelaksana Tugas Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Kemendikbud Ristek, Profesor Nizam menyatakan bahwa organisasi bayangan adalah tim Information and Technology (IT). Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi (Pusdatin) Kemendikbudristek, Hasan Chabibie menyatakan bahwa organisasi tersebut terdiri dari para ahli yang bertugas di bidang teknologi, data, dan aplikasi yang terlibat dalam merancang dan mengembangkan berbagai platform teknologi untuk sektor pendidikan. Adapun, tim tersebut berasal dari GovTech Edu, yang berada di bawah PT Telkom Indonesia (Kompas.com, 26/09/2022).

Jika melihat lebih dalam, keberadaan organisasi bayangan tidak sesuai semangat reformasi birokrasi yang tertuang dalam visi dan misi pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin, khususnya dalam upaya mewujudkan birokrasi yang sederhana, transparan, efektif, dan efisien. Keberadaan organisasi bayangan yang disebut Menteri Pendidikan memiliki fungsi mirroring ataupun shadowing memunculkan pertanyaan mengenai tugas pokok dan fungsi dari organisasi yang telah mapan dan diatur dalam Perpres Kemendikbudristek.

Lebih lanjut, tidak diaturnya organisasi bayangan di dalam peraturan hukum tertulis berpotensi menyebabkan pembagian tugas yang tumpang tindih, sehingga proses yang berjalan di dalam birokrasi menjadi tidak efektif. Menurut Weber (dalam Salim, 2015),  sebuah sistem birokrasi seharusnya memiliki peraturan yang mengatur organisasi di dalamya. Weber percaya pada pentingnya peraturan tertulis yang diterapkan secara rasional untuk segala hal dalam organisasi. Dengan begitu, organisasi akan mempunyai pedoman dalam menjalankan tugas-tugasnya.

Weber juga menyebutkan pentingnya spesialisasi pekerjaan dan hierarki otoritas yang formal untuk memudahkan proses koordinasi dalam birokrasi. Dengan spesialisasi pekerjaan/pembagian tugas yang spesifik, pekerjaan dalam suatu birokrasi dapat diselesaikan dengan baik dan terhindar dari benturan kepentingan akibat adanya overlapping pekerjaan. Selain itu, dengan adanya hierarki otoritas, masing-masing pekerja akan mengetahui dimana posisinya, sehingga proses koordinasi pekerja menjadi mudah.

Bukan hanya persoalan tentang efektivitas dalam pembagian kerja, menurut Rewansyah (2008),  sasaran reformasi birokrasi adalah membentuk birokrasi yang efektif dan efisien serta transparan. Efektif dan efisien dimaknai sebagai penghematan penggunaan sumber daya, metoda, dan waktu. Sementara birokrasi yang transparan dimaknai dengan adanya kemampuan publik untuk mengakses secara luas penyelenggaraan urusan pemerintaham dan pelayanan umum.

Eksistensi organisasi bayangan selain memunculkan pertanyaan tentang efektivitas pembagian kerja juga memunculkan pertanyaan soal efektivitas penggunaan dana pendidikan. Susunan birokrasi yang tumpang tindih menyebabkan pemborosan sumber dana pendidikan yang sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan pendidikan yang mendesak lainnya. Hal tersebut tidak sesuai dengan prinsip penghematan sumber daya.

Oleh karena itu, Mendikbudristek perlu meninjau ulang apakah keberadaan organisasi bayangan benar-benar dibutuhkan dalam pembuatan kebijakan-kebijakan pendidikan. Jika melihat beberapa klarifikasi dari Kemdikbudristek, organisasi tersebut banyak bertugas dalam aspek pengembangan platform pendidikan. Namun, tidak semua akar masalah pendidikan dapat diselesaikan dengan pembuatan platform digital. Lagi pula, akan sangat baik jika pembuatan platform tersebut dilakukan oleh pekerja yang memang menjadi bagian dari organisasi yang mapan di Kemendikbudristek.

Kedepannya, Mendikbudristek perlu memaksimalkan berjalannya tugas pokok dan fungsi organisasi yang telah ada di kementerian tersebut, yang telah diatur dalam Perpres Kemendikbudristek. Langkah tersebut sangat diperlukan untuk memperjelas pembagian tugas dan menghemat sumber daya khususnya dana pendidikan.

 

Nisaaul Muthiah

Peneliti Bidang Sosial The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII)

nisaaul@theindonesianinstitute.com

Komentar