Hingar bingar masa kampanye politik di 171 daerah pada Pilkada 2018 telah resmi berakhir. Berbagai cerita pun telah menghiasi selama masa kampanye yang terhitung sejak tanggal 15 Februari 2018 lalu.
Pesta demokrasi tahun ini tidak hanya membawa dampak pada ranah politik saja, namun secara lebih luas sektor ekonomi juga penting menjadi sorotan.
The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII) sebagai salah satu pusat penelitian kebijakan publik telah melakukan kajian kebijakan untuk melihat lebih jauh tentang geliat ekonomi selama proses penyelenggaraan Pilkada 2018.
Penulis mengungkapkan bahwa hasil kajian TII menunjukkan bahwa aktivitas kampanye yang diselenggarakan di 171 daerah pada Pilkada tahun ini hanya memberikan dampak yang sangat kecil terhadap perekonomian nasional, khsusnya dari sisi konsumsi.
Aktivitas kampanye yang identik dengan meningkatnya belanja oleh partai politik yang tercermin pada pengeluaran konsumsi sektor Lembaga Non Profit Rumah Tangga (LNPRT) tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan dalam meningkatkan konsumsi secara nasional.
Penulis juga menjelaskan bahwa, aktivitas kampanye mampu memberikan andil dalam meningkatkan laju pertumbuhan sektor LNPRT sebesar 8,09 persen pada Triwulan I-2018 (y-on-y). Namun, lebih jauh jika melihat kontribusinya terbilang masih sangat kecil yaitu hanya sebesar 1 persen. Angka tersebut paling rendah jika dibandingkan komponen lain pembentuk PDB dari sisi pengeluaran.
Kajian kebijakan TII terkait aspek ekonomi secara regional dilakukan lewat studi dokumentasi dan media monitoring (Maret-Juni 2018) atas tujuh provinsi terpilih, yang ikut serta dalam pelaksanaan Pilkada 2018. Provinsi tersebut diantaranya: Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, dan Maluku.
Secara umum, aktivitas kampanye yang diselenggarakan di tujuh provinsi mampu memberikan sinyal positif dalam mendorong laju pertumbuhan sektor LNPRT. Hal ini sangat terlihat di Provinsi Sulawesi Selatan. Aktivitas kampanye yang berlangsung di Provinsi tersebut telah mampu menggenjot pertumbuhan konsumsi sektor LNPRT sebesar 22,53 persen pada Triwulan I-2018 (y-on-y).
Di sisi lain, meskipun aktivitas Pilkada mampu menggerakkan laju pertumbuhan sektor LNPRT di tujuh provinsi, namun kontribusinya terhadap ekonomi lokal masih cukup rendah, yaitu rata-rata sebesar 1,3 persen di Triwulan I-2018.
Penulis berpendapat bahwa rendahnya tingkat konsumsi partai politik yang tercermin dari sisi sektor LNPRT diduga kuat terjadi karena adanya pergeseran model kampanye yang bersifat konvensional menuju kampanye yang lebih modern, yang memanfaatkan teknologi internet maupun media sosial. Pergeseran model kampanye yang terjadi saat ini memberikan pengaruh terhadap menurunnya potensi kontribusi belanja yang dilakukan oleh partai politik.
Lebih jauh, kajian kebijakan TII juga menyinggung isu dampak aktivitas Pilkada 2018 terhadap indikator makro ekonomi yang dilihat dari sisi tingkat inflasi. Penulis menganalisis perputaran uang yang terjadi selama masa kampanye yang dikeluarkan para calon kandidat tidak memiliki korelasi terhadap fluktuasi yang terjadi pada tingkat inflasi saat ini.
Jika mengacu data dari BPS, kenaikan tingkat inflasi yang terjadi saat ini lebih dipengaruhi oleh adanya shock peningkatan harga bahan makan pokok (Volatile food inflation) di beberapa daerah.
Selain itu, kebijakan pemerintah dalam meningkatkan harga pertalite di akhir Maret lalu juga berimbas pada meningkatnya inflasi pada bulan April 2018 diangka 3,41 persen.