Konsumsi Masyarakat Goyang, Perusahaan Tumbang

Indonesiainside.id, Jakarta – Peneliti bidang Ekonomi The Indonesian Institute, M Rifki Fadilah megatakan, ambruknya konsumsi publik akibat pandemi Covid-19 turut berimbas pada ketahanan industri. Publik cenderung menahan pengeluaran mereka, khususnya pada komoditas yang dianggap tidak begitu penting.

“Salah satu penyebabnya karena memang drop dari sisi konsumsi. Masyarakat tidak mau berbelanja karena di situasi pandemi mereka cenderung menahan,” ujar dia kepada Indonesiainside.id, Kamis (21/5).

Faktor lainnya yang membuat daya tahan dunia usaha melemah adalah kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). “Pasar itu kan demand dan suplai ketemu, tapi ini situasi PSBB mereka enggak bisa ketemu, akhirnya konsumsi terhantam,” imbuhnya.

Kondisi inilah yang membuat iklim bisnis tak lagi manis. Rifki bilang, sektor manufaktur merupakan industri yang paling terdampak.

“Manufaktur yang memproduksi barang dari sisi demand berkurang, enggak ada penjualan, akhirnya terganggu cash flow-nya,” jelasnya.

Arus kas atau cash flow bisa diibaratkan sebagai darah sebuah perusahaan. Apabila aliaran keuangan ini terganggu, maka roda bisnis bisa kacau balau.

“Satu sisi mereka mesti bayar biaya produksi, karyawan, pada saat yang sama mereka enggak punya income. Inilah yang memberatkan perusahaan yang keuangannya tidak stabil, mereka akhirnya memilih mengefisiensikan, bisa merumahkan kraywan, PHK, atau menutup usaha,” kata Rifki.

“Bagi perusahaan yang punya cash flow 3 sampai 6 bulan ke depan mungkin belum masalah, tapi perusahaan yang mengandalkan on demand, yang setiap hari harus ada pemasukan, nah itu terpukul,” tambahnya.

Contoh teranyar, PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST),  selaku pemegang merek KFC Indonesia dalam laporan keterbukaannya, menyatakan telah menutup sementara  115 gerainya. Hal itu berdampak kepada pengambilan kebijakan merumahkan 4.988 karyawan.

Menyitat Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (21/5), selain merumahkan karyawan, KFC Indonesia juga memangkas gaji hingga 50 persen kepada 4.847 karyawan lainnya.

Gara-gara virus corona, manajemen FAST  memperkirakan penghentian atau pembatasan operasional gerainya, bisa mencapai tiga bulan. Untuk itu, mereka memperkirakan penurunan pendapatan dan laba akibat kondisi virus corona bisa disekitar 25-50 persen.

Badan Pusat Statistik (BPS)mencatat, konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 2,84 persen yoy pada kuartal  pertama 2020. Laju pertumbuhannya menurun dari pertumbuhan di kuartal yang sama tahun lalu, sebesar 5,02 persen.

Survei Konsumen Bank Indonesia (BI) pada April 2020 mengindikasikan optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi, melemah cukup dalam dari bulan sebelumnya. Hal itu tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada April 2020 sebesar 84,8, turun dibandingkan dengan 113,8 pada Maret 2020.

Melemahnya optimisme konsumen terutama disebabkan oleh menurunnya persepsi konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan penurunan terdalam pada indeks penghasilan saat ini dan ketersediaan lapangan kerja.

Sementara di sisi ekspektasi, konsumen masih relatif optimis terhadap perkiraan kondisi ekonomi pada 6 bulan mendatang meskipun tidak sekuat perkiraan bulan sebelumnya. Optimisme tersebut ditopang oleh perkiraan penghasilan yang meningkat dan kegiatan usaha yang kembali membaik pada 6 bulan mendatang, seiring dengan perkiraan telah meredanya pandemi Covid-19 di Indonesia. (MSH)

Konsumsi Masyarakat Goyang, Perusahaan Tumbang

Komentar