Jelang Implementasi Sekolah Rakyat, Bisakah Memutus Kemiskinan?

Pemerintah melalui Instruksi Presiden (Inpres) No. 8 Tahun 2025 menetapkan pembentukan Sekolah Rakyat sebagai salah satu strategi untuk menekan angka kemiskinan ekstrem di Indonesia (Kemensos RI, 2025). Program ini dirancang untuk menjangkau anak-anak dari keluarga termiskin, khususnya 1–10 persen lapisan terbawah yang selama ini sulit mengakses pendidikan formal melalui pendekatan berbasis asrama, kurikulum fleksibel (multi entry dan exit), dan model pemberdayaan berbasis komunitas. Pemetaan masyarakat dengan status ekonomi 1-10 persen terbawah (desil 1 dan desil 2) yang akan menjadi target program ditentukan berdasarkan Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN). Adapun data-data yang digunakan dalam klasifikasi tersebut, yaitu tingkat pendapatan, status pendidikan tertinggi, akses/pengeluaran layanan kesehatan, dan status pekerjaan (BPS, 2025).

Sekolah Rakyat tidak hanya berfokus dalam memberi pendidikan, tetapi juga melatih keterampilan kerja dan kemandirian ekonomi (Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, 2025). Namun, sampai saat tulisan ini dibuat, Kementerian Sosial belum melakukan konsultasi publik maupun merilis detail peningkatan keterampilan kerja yang akan diberikan kepada penerima program. Meskipun dengan tujuan mulia, pelaksanaan Sekolah Rakyat perlu menyiapkan desain yang matang agar kurikulum yang diterapkan bersifat fleksibel.

Fleksibilitas kurikulum yang dimaksud, yaitu adanya penyesuaian kurikulum dengan kebutuhan calon peserta didik dan keluarganya. Dalam implementasinya penting bagi pemerintah untuk mewujudkan tata kelola yang berkelanjutan melalui pemberian akses peningkatan kapasitas terkait keterampilan kerja yang banyak dibutuhkan lapangan kerja, pemberian jaminan karir, dan akses melanjutkan pendidikan tinggi bagi para lulusannya.

Sebelum program Sekolah Rakyat resmi dimulai pada bulan Juli mendatang, pemerintah perlu mengatasi permasalahan mendasar yang banyak menghambat partisipasi masyarakat dalam kategori kemiskinan ekstrem untuk melanjutkan pendidikan melalui basis data. Sekolah Rakyat penting untuk tidak dilaksanakan secara terburu-buru. Pemerintah harus melakukan kajian lebih lanjut terkait determinan rendahnya partisipasi sekolah masyarakat dalam kategori tersebut, apakah disebabkan oleh faktor persepsi bahwa pendidikan tidak mendatangkan manfaat ekonomi, kendala akses sekolah secara geografis, kurikulum yang tidak mendukung mereka dalam memenuhi finansial keluarga, bahkan keengganan melanjutkan pendidikan karena kualitas sekolah yang tidak memadai. Melalui pemetaan faktor yang tepat, desain kurikulum dan tata kelola implementasi yang disiapkan menjadi relevan dengan permasalahan yang dirasakan sasaran.

Sebagai contoh, berdasarkan studi yang sudah dilakukan, faktor penyebab masyarakat dengan kuintil ekonomi terbawah memiliki tingkat partisipasi pendidikan yang rendah adalah adanya persepsi bahwa pendidikan tidak bermanfaat untuk membantu perekonomian mereka (BPS, 2024). Studi ini menunjukkan bahwa sebelum Sekolah Rakyat diimplementasikan, pemerintah perlu melakukan pendekatan dialogis untuk meyakinkan target sasaran bahwa paket manfaat yang ditawarkan pada kurikulum Sekolah Rakyat dapat memfasilitasi mereka untuk mendapatkan kualitas hidup yang lebih layak dan jaminan memperoleh peningkatan keterampilan kerja yang relevan dengan kebutuhan industri.

Pendekatan dialogis ini menjadi wujud transparansi dan kiat baik pemerintah untuk melibatkan keluarga calon peserta didik. Bahkan, proses dialogis ini sudah seharusnya pemerintah lakukan sejak tahap desain untuk memastikan Sekolah Rakyat dapat diterima dan sesuai dengan konteks budaya setempat. Saat melakukan dialog, pihak-pihak yang terlibat perlu melakukannya dengan bahasa lokal dan berusaha untuk memahami keresahan dari keluarga calon penerima program. Dialog ini dapat melibatkan tokoh lokal yang dipercayai masyarakat, sehingga tantangan atau masalah keraguan keluarga untuk mendaftarkan anaknya ke Sekolah Rakyat yang berbasis asrama dapat diatasi.

Hal-hal yang perlu dibicarakan saat proses dialog, yaitu mekanisme dan paket manfaat yang didapatkan anak ketika menjalani program Sekolah Rakyat. Paket manfaat yang penting pemerintah perhitungkan dalam implementasi Sekolah Rakyat, yaitu akses pembiayaan siswa untuk keperluan pendidikan, pengembangan diri, nutrisi, dan pelayanan kesehatan. Aspek pemenuhan nutrisi dan kesehatan penerima program penting untuk diukur dan didokumentasikan sebagai bagian dari indikator keberhasilan program mengingat status kesehatan peserta didik sangat memengaruhi performa dan keberhasilan belajar peserta didik.

Dalam rangka menunjang fleksibilitas kurikulum, keluarga calon penerima program dan calon peserta didik dapat diberikan kesempatan untuk mengajukan materi yang ingin mereka perdalam, terutama yang berkaitan dengan cita-cita mereka terkait karir dan impian perguruan tinggi. Selain dialog, pelaksanaan studi lainnya mengenai faktor penghalang masyarakat termiskin dalam melanjutkan pendidikan sudah seharusnya dilakukan, sehingga dapat menjadi acuan target program yang tidak hanya berbasis top-down, tetapi juga bottom-up.

Lebih jauh, penyediaan fasilitas terstandar, seperti pendampingan bimbingan akademis, layanan perlindungan anak dari kekerasan, pendampingan psikologis, persiapan seleksi perguruan tinggi, pelatihan keterampilan kerja, persiapan mencari kerja, dan mentoring karir yang menyeluruh penting untuk ditindaklanjuti. Hal terpenting yang perlu dipastikan dalam implementasi Sekolah Rakyat adalah bagaimana pemerintah mampu memberikan “kepastian hidup” lewat ekosistem yang kondusif dan memungkinkan peningkatan kualitas hidup siswa lulusan Sekolah Rakyat.

Jaminan peningkatan kualitas hidup ini dapat diupayakan dengan melibatkan Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI), lembaga pelatihan, dan perguruan tinggi lokal untuk memberikan mentoring karir dan pendidikan tinggi, sehingga mereka dapat menavigasi masa depan yang mereka inginkan.

Upaya lainnya yang dapat dilakukan, yaitu dengan mendokumentasikan capaian indikator keberhasilan dari paket manfaat yang didapatkan penerima program. Contohnya melalui pemberian sertifikat keterampilan resmi, akses beasiswa pendidikan tinggi di dalam atau luar negeri, dan adanya jaminan untuk keluar dari kemiskinan bagi penerima program dengan didapatkannya pekerjaan yang layak atau dimasukkannya nama penerima program pada daftar calon karyawan (talent pool) DUDI dalam proses transisi pasca pendidikan.

Dalam rangka mencapai berbagai indikator tersebut dan memberikan kepastian hidup yang lebih optimal, desain kurikulum dan manajemen asrama Sekolah Rakyat harus memerhatikan aspek kesejahteraan emosional calon peserta didik. Strategi keberlanjutan program harus dicantumkan oleh pemerintah dalam petunjuk teknis program agar siswa yang berpartisipasi tidak putus sekolah di tengah jalan dan benar-benar difasilitasi untuk berhasil melanjutkan pendidikan tinggi dan karir. Prinsip inklusivitas perlu diakomodir dalam desain kurikulum agar seluruh sasaran dapat terbantu untuk mengenyam pendidikan secara tuntas dan keluar dari siklus kemiskinan.

Made Natasya Restu Dewi Pratiwi
Peneliti Bidang Sosial The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII)
natasya@theindonesianinstitute.com 

Komentar