Informasi Vaksinasi COVID-19 Belum Masif Digencarkan

Terhitung pada 25 Agustus 2021, jumlah kasus Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) aktif di Indonesia sebanyak 256.667, dengan  tambahan kasus baru sebanyak 18.671 (worldometers.info, 25/8/21; covid19.go.id, 25/8/21). Jumlah kasus aktif tersebut termasuk dalam jumlah tertinggi ke-12 dibanding dengan negara-negara lain. Bahkan jika melihat berdasar jumlah kematian baru di Indonesia dibanding negara-negara lain, jumlah kematian baru di Indonesia merupakan jumlah tertinggi pertama di dunia, yakni sebanyak 1.041 kematian baru.

Menurut Prof. Ova Emilia, Dekan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (UGM) dalam wawancaranya bersama Departemen Politik dan Pemerintahan UGM, kita memerlukan strategi pencegahan untuk menghadapi pandemi COVID-19, yakni dengan mematuhi protokol kesehatan dan menjaga imun agar tetap tinggi. Salah satu upaya untuk menjaga imun adalah dengan melakukan vaksinasi. Jika seseorang yang telah melakukan vaksinasi terkena COVID-19, vaksinasi akan mengurangi fatalitas terjadinya kematian.

Tingginya angka kematian akibat COVID-19 di Indonesia menunjukkan bahwa proses vaksinasi di Indonesia masih belum berjalan maksimal. Terhitung pada 26 Agustus 2021, persentase penduduk Indonesia yang sudah menerima vaksin dosis pertama sebanyak 28,51 persen dari total sasaran vaksin (21,44 persen dari total penduduk). Sedangkan persentase penduduk yang sudah menerima vaksin dosis kedua sebesar 16,01 persen dari total sasaran vaksin (12,04 persen dari total penduduk).

Dari keseluruhan penduduk yang sudah divaksin, persentase tenaga kesehatan dan petugas publik yang menerima vaksin dosis pertama dan kedua sudah 100 persen. Persentase penduduk kategori lanjut usia yang telah menerima vaksin dosis pertama sebesar 24,00 persen. Persentase penduduk kategori masyarakat rentan dan umum yang telah menerima vaksin dosis pertama sebesar 13,51 persen, dan persentase penduduk kelompok usia 12 hingga 17 tahun yang sudah mendapat vaksin dosis pertama sebesar 9,33 persen.

Dari data di atas dapat kita ketahui bahwa pada penduduk kategori lanjut usia, masyarakat rentan dan umum, serta anak usia 12 hingga 17 tahun yang telah menerima vaksin COVID-19 masih sangat sedikit. Untuk itu, pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan harus segera meningkatkan vaksinasi pada kelompok-kelompok tersebut.

Menurut hasil survei yang dilakukan oleh Charta Politika pada 1200 responden  di seluruh Indonesia, pada tanggal 12 hingga 20 Juli 2021, kendala terbesar bagi masyarakat untuk melakukan vaksinasi adalah akibat ketidakjelasan informasi mengenai vaksinasi COVID-19 (29,04 persen responden). Selain itu, kendala vaksinasi lainnya adalah masih adanya masyarakat yang tidak percaya pada COVID-19 (26,30 persen), distribusi vaksin yang tidak merata (17,30 persen), minimnya fasilitas kesehatan (11,20 persen), serta minimnya tenaga kesehatan (07,50 persen). Sementara, 08,30 persen responden menyatakan tidak mengetahui dan tidak menjawab mengenai kendala vaksinasi.

Prof. Ova Emilia juga menyatakan bahwa kendala vaksinasi saat ini bukan hanya pada masalah masyarakat yang tidak mau divaksin, namun juga karena ketersediaan vaksin dan tenaga kesehatan yang terbatas. Pemerintah menyalurkan vaksin pada lembaga-lembaga pelaksana vaksinasi secara bertahap, sehingga vaksin tidak selalu tersedia. Selain itu, walaupun data dalam kawalcovid19.id menunjukkan bahwa semua tenaga kesehatan sudah mendapatkan vaksin dosis pertama dan kedua, namun kenyataanya, belum semua tenaga kesehatan di Indonesia mendapat vaksin. Di Provinsi Papua, masih terdapat 18,60 persen tenaga kesehatan yang sama sekali belum mendapat vaksin. Begitu juga di Provinsi Maluku, 13,00 persen tenaga kesehatan di sana juga belum mendapat vaksin (Detik.com, 26/08/21). Hal tersebut akan berpengaruh pada ketersediaan tenaga kesehatan di provinsi-provinsi tersebut.

Rekomendasi

Masih banyaknya penduduk yang belum mengetahui informasi mengenai vaksinasi COVID-19 seharusnya mendorong pemerintah, khususnya Kementerian Kesehatan serta Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk menggencarkan informasi mengenai vaksin COVID-19. Kedua pihak tersebut perlu melakukan sosialisasi secara masif melalui televisi, mengingat bahwa hingga saat ini televisi merupakan media informasi yang paling banyak digunakan oleh masyarakat.

Kementerian Kesehatan juga harus mendorong puskesmas sebagai garda terdepan untuk memberikan sosialisasi pada masyarakat secara langsung. Puskesmas harus bekerja sama dengan berbagai pihak seperti perangkat desa, serta pengurus RT dan RW di masing-masing wilayah terkecil masyarakat. Pihak-pihak tersebut memiliki peran penting untuk melakukan sosialisasi pada masyarakat secara langsung, terutama pada masyarakat yang bekerja di sektor informal, lanjut usia, serta masyarakat rentan dan umum. Kategori masyarakat tersebut merupakan masyarakat yang mengalami kesulitan dalam mendapat informasi mengenai vaksinasi COVID-19. Informasi yang cukup mengenai vaksinasi COVID juga akan membuat masyarakat melek pada pentingnya vaksin dan mengurangi angka ketidakpercayaan pada vaksin dan COVID-19 itu sendiri.

Kementerian Kesehatan juga harus mempercepat proses vaksinasi pada anak usia 12 hingga 17 tahun, agar saat mereka melakukan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas, mereka dapat aman dari virus. Di tengah kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat level 3 misalnya, pemerintah telah memperbolehkan siswa untuk melakukan PTM terbatas. Namun, jumlah anak yang sudah divaksin masih sangat minim. Hal tersebut dapat berbahaya bagi kesehatan anak.

Terakhir, untuk menangani masalah minimnya jumlah tenaga kesehatan, Kementerian Kesehatan dan beberapa lembaga pelaksana vaksinasi lainnya perlu bekerja sama dengan perguruan tinggi, utamanya fakultas kedokteran di berbagai univeritas yang ada di Indonesia. Mahasiswa koas fakultas kedokteran di berbagai universitas dapat dikerahkan untuk membantu percepatan proses vaksinasi COVID-19.

 

Nisaaul Muthiah

Peneliti Bidang Sosial The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII)

nisaaul@theindonesianinstitute.com

Komentar