Indonesia sedang diramaikan dengan pergerakan besar di akar rumput bertajuk Indonesia Gelap. Indonesia Gelap berawal dari kekecewaan anak muda di media sosial yang mengkritisi berbagai kebijakan dari kabinet Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran dalam jangka waktu 100 hari pemerintahannya. Bermuara di media sosial X, kebijakan-kebijakan yang tidak direncanakan dengan baik dan berdampak pada masyarakat luas, sering menjadi topik pembicaraan, seperti Makan Bergizi Gratis, masalah distribusi LPG 3kg, efisiensi anggaran, pembayaran tunjangan kinerja dosen aparatur sipil negara, dan lain-lain. Ketidakpuasan dan kekecewaan ini terakumulasi menjadi suatu gerakan, yaitu Indonesia Gelap.
Gerakan Indonesia Gelap di dunia maya mengeluarkan konten-konten infografis yang sifatnya informatif mengenai kebijakan, ajakan untuk bergerak, konten kolaboratif, dan rilis tuntutan massa gerakan tersebut yang bisa dibagikan ulang oleh pengguna lainnya. Di Instagram sendiri, rilis tuntutan yang bisa dibagikan ulang sudah dibagikan lebih dari 104 ribu orang per 20 Februari 2025. Awalnya konten tersebut dibagikan oleh Txt from International Relations (@txtfrom_ir, 20/2/2025). Sedangkan di X, sudah ada sekitar 345,000 unggahan yang menggunakan tagar #IndonesiaGelap (20/2/2025).
Dari dunia maya, gerakan Indonesia Gelap berpindah ke jalanan dengan diadakannya unjuk rasa mahasiswa pada 17 Februari 2025 di berbagai kota, seperti Jakarta, Bandung, Lampung, Surabaya, Malang, Samarinda, Banjarmasin, Aceh, dan Bali (kompas.com, 17/2/2025). Tidak berhenti di situ, pada 20 Februari 2025, gerakan unjuk rasa juga masih berlanjut yang digadang sebagai puncaknya. Unjuk rasa pada 20 Februari 2025 yang diinisiasi kembali oleh BEM SI ini dipilih karena bertepatan dengan hari pelantikan kepala daerah terpilih, sehingga massa juga ingin memberikan ”pesan” kepada kepala-kepala daerah terpilih (tempo.co, 19/2/2025).
Namun, terdapat gerakan dengan narasi berlawanan, yaitu Indonesia Terang. Tagar ini belum masuk dalam 30 teratas Trending X per 20 Februari 2025. Namun berdasarkan analisis tagar, gerakan ini sudah menjangkau 123,800 akun di media sosial, seperti Instagram, TikTok, YouTube, dan X (brandmentions.com, 20/2/2025) dengan 31,185 jangkauan di X (dash.twitterbinder.com, 20/2/2025). Gerakan lawan ini menegaskan bahwa kebijakan-kebijakan yang dikritik sebetulnya berusaha memperbaiki keadaan Indonesia dan menguntungkan rakyat Indonesia, atau narasi tentang komitmen Presiden Prabowo untuk rakyat.
Sebagai negara yang mengedepankan demokrasi, semua opini baik Indonesia Gelap dan Indonesia Terang adalah bentuk dari kebebasan berpendapat. Ini adalah hak asasi manusia sebagaimana juga dilindungi dalam Pasal 28 dan Pasal 28E ayat (2) dan (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Maka, menjadi normal untuk ruang publik untuk dipenuhi berbagai ekspresi dari berbagai perspektif, yang berlawanan sekalipun.
Dari sini, sebenernarnya kita dapat merefleksikan bahwa kebebasan berpendapat bagaikan pedang bermata dua. Jika dimanfaatkan dengan baik, kebebasan berpendapat bisa menjadi kendaraan untuk menyuarakan suatu kepentingan untuk didengar orang banyak dan menciptakan sebuah dampak yang diinginkan. Namun, di sisi lain, kita tidak dapat mengatur dan menentukan respons dan reaksi orang lain terhadap suatu hal. Ini adalah realita yang harus dipahami semua orang jika memang benar-benar ingin menjalankan nilai-nilai kebebasan berpendapat. Seperti yang pernah dikemukakan oleh John Stuart Mill dalam ”On Liberty” (1859), bahwa kelompok yang berbeda pendapat terkait kebijakan diperlukan untuk kehidupan politik yang sehat.
Akan tetapi, keberadaan narasi-narasi antara Indonesia Gelap dan Indonesia Terang harus diakui juga telah membuat kebingungan di tengah masyarakat. Kebingungan akan kebenaran dan mana yang harus dipercayai tentu menjadi tugas sulit bagi masyarakat saat ini, ketika semua informasi ini berseliweran dengan cepat dan masif. Menambah kebingungannya, semua informasi yang dibawakan oleh Indonesia Gelap dan Indonesia Terang sama-sama berbasis data dan fakta lapangan, di mana Indonesia Terang mengedepankan pernyataan yang disediakan pemerintah, dan Indonesia Gelap mengedepankan penilaian dampak yang menjadi akibat tindakan pemerintah. Masyarakat yang awam dengan kebijakan publik dan isu relevan lainnya akan menghadapi tantangan besar dalam mengolah informasi ini.
Maka dari itu, masyarakat diharapkan untuk lebih kritis dan cerdas dalam mengelola informasi, serta mencari sumber informasi beragam yang valid untuk memahami isu secara objektif dan komprehensif, meski sisanya kembali ke posisi dan pilihan, serta penilaian individu masing-masing. Menjadi kewajiban juga untuk semua orang dalam kedua paham berbeda ini untuk memberikan informasi dengan sebenar-benarnya secara keseluruhan dengan pertimbangan bahwa tidak semua orang memiliki kemampuan dan kemauan yang sama dalam mengelola informasi. Untuk menjaga marwah demokrasi, tindakan intimidasi dan represi juga wajib dihindari, baik oleh pemerintah maupun sesama masyarakat. Saat ini, tersedia banyak layanan bantuan hukum dan pelaporan jika terjadi tindak intimidasi atau bahkan kriminalisasi seperti Layanan Bantuan Hukum yang ada di tiap-tiap daerah.
Opini yang berlawanan adalah produk dari kebebasan berpendapat. Giliran bagaimana kita sebagai individu menyikapinya dan selanjutnya sebagai bangsa bergerak untuk kebaikan yang kita percayai.
Christina Clarissa Intania – Peneliti Bidang Hukum, The Indonesian Institute
christina@theindonesianinstitute.com