Child Free sebagai hak individual untuk menggunakan kesempatan Reproduksi

Masyarakat media sosial beberapa bulan terakhir ini di gegerkan dengan pernyataan dan sikap pribadi seorang influencer atas opininya tentang konsep kehidupan berkeluarga. Influencer tersebut tidak hanya menjelaskan mengenai outlook-nya yang terlihat muda karena belum punya anak namun juga menjelaskan bahwa ketiadaan anak dalam rumah tangga menjadikannya dapat memiliki jam tidur yang lebih lama dan perawatan diri yang lebih baik dari mereka yang memutuskan untuk memiliki anak. Pernyataan kontroversi tersebut pernah pula disampaikannya pada salah satu program TV dimana ia menyatakan diri secara terbuka sebagai seorang yang menganut konsep pemahaman bebas tanpa anak atau yang dikenal sebagai child free.

Child  free dalam kamus Oxford diartikan suatu kondisi di mana seseorang atau pasangan tidak memiliki anak karena alasan yang utama yaitu pilihan. Namun seiring dengan berkembangnya dunia saat ini baik secara teknologi, beragam jenis situasi kesehatan manusia yang rumit istilah ini juga disematkan pada pasangan yang mengalami masalah reproduksi/ fertilitas (gramedia.com,24/02/2023).

Child free yang berkembang di masyarakat barat sebenarnya bukanlah sesuatu yang baru baik disebabkan karena faktor situasi kesehatan reproduksi individu maupun keputusan individual. Perempuan dengan kesadaran akan pendidikan dan pentingnya peranan diri di ruang publik serta kesetaraan akan pengupahan memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk menunda bahkan memutuskan untuk tidak memiliki anak.

Hak-hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) (PKBI.or.id,24/02/2023) menjamin setiap individu untuk dapat mengambil keputusan terkait aktivitas seksual dan reproduksi mereka tanpa adanya diskriminasi, paksaan, dan kekerasan. HKSR memastikan seorang individu untuk dapat memilih apakah ia akan melakukan aktivitas seksual atau tidak, kapan dia akan melakukan aktivitas itu, dan dengan siapa dia akan melakukan aktivitas tersebut termasuk memutuskan apakah akan memiliki anak atau tidak.

Memaknai hasil konvensi international kependudukan dan pembangunan atau The International Conference on Population and Development (ICPD) di Kairo, Mesir pada tahun 1994, maka kita dapat mengetahui bahwa konsep reproduksi merupakan hak dan pilihan setiap manusia yang dilindungi. Hasil  konvensi juga menjelaskan, bahwa kesejahteraan manusia juga ditentukan oleh adanya faktor dan struktur demografis. Negara berkembang seperti Indonesia yang memiliki bonus demografi hingga tahun 2045, perlu kembali meninjau dampak keberlanjutan dari tingginya laju pertumbuhan penduduk. Indonesia perlu merancang kembali bentuk dan struktur demografi yang dimiliki serta memastikan jaminan akses kesejahteraan warganya.

Child free sejatinya bukanlah sesuatu yang statis namun harus dapat disikapi secara dinamis. Child free juga seharusnya dapat disikapi sebagai bagian dari keberagaman persepsi terhadap konsep hak individu dalam menggunakan kesempatannya bereproduksi bukan sebagai bentuk pemenuhan kewajiban individu atas standar norma masyarakat. Akan tetapi, terlepas dari berbagai opini masyarakat terkait dengan child free, kita perlu menyadari bahwa yang paling penting adalah mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas, Hal ini tentunya memerlukan dukungan semua aspek baik ekonomi, sosial, politik dan lain-lain.

Rekomendasi

Oleh karena itu, untuk menghasilkan SDM yang berkualitas diperlukan yaitu, pertama, Pemerintah perlu menguatkan kembali regulasi di bidang kependudukan sebagai instrumen hukum untuk memberikan pelayanan kesehatan reproduksi yang komprehensif.

Kedua, Pemerintah dengan mengikutsertakan pemangku kepentingan lainnya seperti Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) dan Asosiasi Klinik Indonesia (ASKLIN) memperkuat sistem pelayanan kesehatan reproduksi terpadu yang dapat dirasakan masyarakat.

Ketiga, adanya kolaborasi multi pihak yang melibatkan pemangku kebijakan, kelompok masyarakat sipil, akademisi, serta media massa untuk melakukan pendidikan dan penyadaran bagi masyarakat tentang pentingnya kesehatan reproduksi, bahkan termasuk pilihan child free sebagai hak kebebasan individu.

 

Dewi Rahmawati Nur Aulia

Peneliti Bidang Sosial

The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII)

dewi@theindonesianinstitute.com

Komentar