Kebebasan berekspresi menjadi salah satu isu yang paling mengemuka di tengah refleksi 23 tahun Reformasi di Indonesia. Terlebih, hal ini menjadi keprihatinan bersama ketika maraknya pemidanaan terhadap beberapa aktivis demokrasi yang bersuara kritis. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang sejatinya diperuntukkan untuk melindungi warga negara di ruang digital. Namun dalam praktiknya, undang-undang tersebut rentan digunakan sebagai alat untuk mempidana seseorang.
Berdasarkan data Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), tercatat setidaknya 324 kasus terkait UU ITE dari 2008 hingga Oktober 2020. Selain itu, Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers) juga mencatat bahwa sedikitnya 10 jurnalis pada tahun 2020 divonis dengan UU ITE, walau pegiat pers telah dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Meskipun revisi sempat dilakukan tahun 2016, namun permasalahan implementasi UU ITE tetap bermunculan. SAFEnet mencatat, sejak tahun 2017 terdapat 15.056 kasus yang dilaporkan ke Direktorat Tindak Pidana Siber (Ditippidsiber) di Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
Oleh karena itu, untuk membahas lebih lanjut permasalahan tersebut, The Indonesian Institute (TII), Center for Public Policy Research menggelar diskusi publik daring “The Indonesian Forum Seri 75” bertajuk, “Perlindungan dan Implementasi Kebebasan Berekspresi”. Diskusi ini merupakan bagian dari diseminasi hasil studi kami tentang “Mempromosikan dan Melindungi Kebebasan Berekspresi Warga Negara di Ruang Digital”.
Studi TII tentang UU ITE menggunakan pendekatan kualitatif, berlangsung dari Januari hingga pertengahan Mei 2021. Studi ini mencoba memahami aspek konten dan konteks dari UU ITE yang dikaitkan dengan kritik warga terhadap pemerintah di ruang digital. Analisis dalam studi ini juga menggunakan konsep-konsep seperti ruang digital, demokrasi dan pemerintahan, pendekatan politik hukum, serta implementasi kebijakan. Rekomendasi dalam studi ini terbagi dalam tiga aspek, yaitu aspek hukum, aspek aparatur penegak hukum dan aspek literasi digital.
Bahan Diskusi:
- Apa permasalahan yang ditemukan dalam proses implementasi UU ITE?
- Apa yang menjadi hambatan dalam implementasi UU ITE selama ini?
- Rekomendasi apa yang dapat dilakukan untuk mendorong perlindungan kebebasan berekspresi di ruang digital di Indonesia?
Pengantar diskusi oleh:
- Christina Aryani, Anggota Komisi I DPR RI Fraksi Partai Golkar
- Semuel Abrijani Pangerapan, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Kemenkominfo
- Adinda Tenriangke Muchtar, Direktur Eksekutif, The Indonesian Institute
Moderator: Hemi Lavour Febrinandez, Peneliti Bidang Hukum, The Indonesian Institute
Download Rangkuman dan Materi: