Jakarta (28/1). Saat ini, Pemerintah Indonesia jelas-jelas tengah berupaya keras meratakan kurva pandemi virus Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) dan mengupayakan pemulihan krisis ekonomi yang ditimbulkannya. Di samping itu, pemerintah juga harus membantu orang tua untuk terus memberikan stabilitas dukungan bagi keluarga mereka melalui jaring pengaman sosial, dengan fokus khusus pada apa yang mereka butuhkan untuk meminimalkan dampak buruk bagi anak-anak. Beberapa bantuan sosial yang diberikan, salah satunya Program Keluarga Harapan yang ditujukan kepada 10 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dan Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT)/Program Sembako yang ditujukan kepada 20 juta KPM.
Perlu kita pahami, banyak orang tua yang kehilangan pekerjaan maupun penurunan pendapatan yang akhirnya memperburuk situasi. Dampak tersebut melibas secara disproporsional terhadap keluarga dengan pendapatan rendah, pendidikan rendah maupun kelompok masyarakat beragam dari latar belakang geografis dan sosial-budaya tertentu. Seperti yang diungkap UNICEF (2020), pandemi COVID-19 pun memberikan dampak terhadap anak yang berasal dari kelompok paling rentan, terutama kelompok yang masih belum memiliki pelayanan kesehatan yang memadai, gizi dan air layak konsumsi. Hal ini tentu mengusik realitas bahwa terdapat keragaman konteks geografis dan sosio-ekonomi di Indonesia yang memperlebar risiko-risiko tersebut.
“Tanpa pekerjaan, banyak orang tua kehilangan pendapatan maupun asuransi kesehatan (kalaupun mereka cukup beruntung tercakup ke dalamnya). Di sisi lain, kebutuhan dasar yang dihantui oleh berbagai tagihan nyatanya tak bisa dihindari. Sekolah dan kebutuhan penting yang muncul pada masa pandemi, seperti kebutuhan teknologi dan jaringan pendukungnya. Jaminan kesehatan dan protokol kesehatan bagi anak setiap hari. Kebutuhan pangan dan nutrisi yang mencukupi. Pada saat yang sama, para orang tua mengalami kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan dan mendampingi anak-anak yang tengah menempuh pendidikan jarah jauh (PJJ) yang cukup menantang,” tutur Nopitri Wahyuni, Peneliti Bidang Sosial, The Indonesian Institute.
Nopitri menambahkan bahwa berbagai kebijakan mengenai jaring pengaman sosial telah diupayakan untuk mengatasi krisis sosio-ekonomi. Berbagai bantuan sosial diluncurkan, dipantau dan dievaluasi apakah benar-benar sampai ke tangan yang membutuhkan. Berbagai pendanaan dari berbagai sektor pun digelontorkan untuk memastikan bahwa sokongan tersebut memang memperkuat keluarga dan anak-anak pada masa pandemi. Dukungan ini tidak lain bagi kelompok rentan yang kurang beruntung untuk memiliki sistem pengaman sosial pada keluarga mereka dengan baik.
Ketika mengintip implementasi kebijakan yang ada, optimalisasi strategi harus sama komprehensifnya. Bukan hanya fokus pada penanganan krisis saat ini tetapi juga pada mendukung pemulihan dan membangun resiliensi sosial ke depannya. Nopitri menggarisbawahi beberapa langkah intervensi kebijakan serta masalah yang harus dioptimalkan, yakni:
Dukungan pendapatan: pendapatan untuk mengisi kesenjangan bagi seluruh pekerja, termasuk orang tua yang bekerja secara informal dan pekerjaan dengan jadwal yang tidak standar, melalui strategi seperti pembayaran tunai kepada keluarga, cuti berbayar, dan pengangguran. Pada masa COVID-19, tentu terdapat skema-skema yang mendukung dan membutuhkan optimalisasi lebih lanjut pada masa pemulihan ekonomi saat ini, seperti Subsidi Gaji bagi pekerja formal yang diampu oleh Kementerian Ketenagakerjaan, skema bantuan sosial produktif bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang diampu oleh Kementerian UKM dan Koperasi dan Program Kartu Prakerja oleh Kementerian Perindustrian dan pihak terkait.
Dukungan pendidikan: dukungan untuk membantu orang tua kembali ke pasar tenaga kerja. Hal ini dapat didukung dengan berbagai skema yang diluncurkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian UMKM dan Koperasi, Kementerian Perindustrian, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, dan lain-lain. Selain itu, pemerataan kesempatan ekonomi dapat dimaksimalkan melalui upaya implementasi Program Padat Karya (PPK) yang juga disinggung dalam agenda Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Jaring pengaman sosial dan kesehatan: peningkatan kelayakan dan manfaat untuk program kesehatan seperti Jaminan Kesehatan Nasional, bantuan makanan atau Program Sembako, dan program jaring pengaman lainnya untuk keluarga dan anak-anak. Berbagai aktor penting di sini tentunya adalah Kementerian Sosial dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan
Dukungan perumahan: bantuan perumahan, moratorium penggusuran, penyitaan, dan penutupan utilitas, termasuk untuk penyewa, dan langkah-langkah kuat untuk menangani kebutuhan keluarga tunawisma yang sangat rentan. Di sini, pemerintah daerah setempat dan dinas sosial terkait serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menjadi aktor kunci.
Dukungan adopsi teknologi untuk pendidikan: strategi untuk mengatasi kesenjangan digital yang meningkatkan kemungkinan anak-anak dari keluarga dengan sumber daya yang lebih sedikit akan ketinggalan sekolah. Dalam hal ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memiliki peranan penting yang juga didukung oleh aktor-aktor lain, baik lembaga masyarakat sipil, swasta, institusi pendidikan tinggi, dan lain-lain.
Kontak:
Nopitri Wahyuni
Peneliti Bidang Sosial The Indonesian Institute