TEMPO.CO, Jakarta – Peneliti Bidang Sosial The Indonesian Institute Nopitri Wahyuni menyebutkan Tri Rismaharini atau yang kerap disapa Risma punya sejumlah pekerjaan rumah utama setelah didapuk sebagai menteri sosial.
Risma yang ditunjuk Presiden Jokowi dalam pengumuman perombakan kabinet Selasa sore tadi disebut memikul tanggung jawab besar dalam memperkuat jaring pengaman sosial pada masa pandemi. Hal ini penting untuk menjadi daya ungkit pada program pemulihan ekonomi nasional.
Nopitri menyebutkan publik berharap besar akan profesionalitas dan inovasi yang selalu disematkan pada Risma sehingga celah-celah kepemimpinan menteri sebelumnya dapat ditangani. Pengalaman Risma menjadi Wali Kota Surabaya dinilai sedikit banyak telah merekam jejak upaya penanggulangan kemiskinan.
Sebagai contoh, pada masa pandemi, Risma mendapatkan apresiasi dari Kementerian Sosial atas upaya penanganan bantuan sosial (bansos) terbaik, terutama pada pemberian Program Keluarga Harapan (PKH), Program Beras dan Bantuan Sosial Tunai. Ia juga memiliki berbagai program di Kota Surabaya, seperti wajib belajar gratis (SD-SMP), rehabilitasi tempat tinggal serta program pemberian makan bagi lansia dan penyandang disabilitas.
“Prioritas Bu Risma dalam menghadirkan program kesejahteraan sosial bagi masyarakat Surabaya merupakan track record visi misi yang jelas dalam menanggulangi kemiskinan,” ujar Nopitri, Selasa, 22 Desember 2020.
Selain itu, menurut Nopitri, pengalaman Risma sebagai seorang kepala daerah bisa menjadi dasar bagaimana membangun komunikasi antara pusat dan daerah dalam penanganan bansos pandemi.
Dalam menjalankan tugasnya, Risma diharapkan bisa menghadirkan program kesejahteraan sosial untuk mengentaskan kemiskinan dengan memperhatikan kebutuhan gender, seperti pemberdayaan perempuan kepala keluarga, disabilitas dan lansia.
Hal tersebut tergambar dari proses implementasi bansos pandemi (PKH, Bantuan Tunai dan Beras) yang ditujukan untuk mengurangi kerentanan di tingkat keluarga, terutama pada perempuan dan anak.
“Tantangan bukan sekadar bansos disalurkan, tetapi juga mengidentifikasi pengalaman berbeda yang dialami perempuan yang menjadikan mereka benar-benar membutuhkan bansos,” kata Nopitri.
Terlebih, menurut Nopitri, dampak sosio-ekonomi pandemi mengarah kepada perempuan secara tak proporsional. Krisis pada struktur formal maupun informal mengakibatkan dampak yang tidak sedikit, seperti pengurangan pendapatan dan pemutusan hubungan kerja. Belum lagi, kebijakan pembatasan sosial meninggalkan beban ganda lebih besar terhadap perempuan.
Implikasinya, banyak isu sosial yang muncul pada masa pandemi, seperti tekanan psikologis, kekerasan dalam rumah tangga, perceraian, kriminalitas dan lain-lain. Hal ini semakin pelik pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah sehingga kehadiran bansos pada masa pandemi dapat menjadi mekanisme pendukung dalam beradaptasi pada krisis.
https://bisnis.tempo.co/read/1416859/risma-jadi-mensos-disebut-punya-pr-utama-memperkuat-jaring-pengaman-sosial