Peneliti Bidang Sosial The Indonesian Institute (TII) Nisaaul Muthiah menyarankan pemerintah agar anak yatim, piatu, dan yatim piatu diikutkan dalam bantuan sosial (bansos) Program Keluarga Harapan (PKH) pada bulan September 2022 mendatang.
Namun, Nisaaul mewanti-wanti agar penyaluran bansos dilakukan dengan tepat sasaran dan tepat guna, karena pada masa pandemi masih ada bansos yang tidak tepat sasaran.
Dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Selasa, Nisaaul mencontohkan pada tahun 2021, beberapa studi termasuk studi TII menunjukkan bahwa pemerintah masih menggunakan data penerima bansos tahun 2014-2015.
“Padahal, dalam rentang waktu lima sampai enam tahun tersebut ada perubahan sosial ekonomi yang terjadi. Ada masyarakat yang pada tahun 2015 masuk kategori tidak mampu, namun pada tahun 2021 ekonominya sudah membaik, begitu pula sebaliknya,” ujar Nisaaul.
Menurut dia, ketepatan sasaran penerima bansos pada akhirnya akan berpengaruh pada ketepatan penggunaan bansos. Jika bansos benar-benar diterima oleh orang yang membutuhkan, maka bantuan tersebut akan dimanfaatkan sebagaimana mestinya.
“Oleh karena itu, sangat penting untuk memastikan apakah bansos yang disalurkan oleh pemerintah tepat sasaran atau tidak. Termasuk pada bansos yang baru akan dicairkan bulan September mendatang, yakni bansos untuk anak yatim, piatu, dan yatim piatu,” katanya.
Dia menyarankan Kementerian Sosial agar bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik dan kementerian/lembaga terkait untuk memperbaharui data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) secara valid dan berkala.
“Dalam website DTKS tertera bahwa pada tahun 2019 hingga awal tahun 2020 terdapat pembaharuan secara berkala, tetapi masih adanya ketidaktepatan sasaran penerima bansos menunjukkan bahwa proses pembaharuan data dilakukan kurang valid. Ditambah lagi, sejak bulan Januari 2020 hingga saat ini juga belum terlihat ada pembaharuan DTKS lagi,” ujar Nisaaul.
Nisaaul mengapresiasi rencana Kementerian Sosial memperluas pemberian bantuan sosial (bansos) untuk anak yatim, piatu, dan yatim piatu dan menambah nilai bansos Program Keluarga Harapan (PKH) pada bulan September 2022 mendatang.
Menteri Sosial Tri Rismaharini sebelumnya mengatakan bahwa anak yatim selama ini tidak mendapat bansos karena tidak masuk dalam daftar keluarga penerima bansos maupun PKH.
Di sisi lain, Nisaaul juga menyayangkan fakta bahwa anak yatim, piatu, dan yatim piatu selama ini belum dimasukkan dalam PKH. Padahal, dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2018 tentang Program Keluarga Harapan disebutkan bahwa sasaran PKH merupakan keluarga dan/atau seseorang yang miskin dan rentan, serta terdaftar dalam data terpadu program penanganan fakir miskin, yang mencakup komponen kesehatan, pendidikan, dan/atau kesejahteraan sosial.
Lebih lanjut, Nisaaul menjelaskan bahwa komponen kesehatan meliputi ibu hamil/menyusui dan anak berusia 0 (nol) sampai dengan 6 (enam) tahun. Sementara, komponen pendidikan meliputi anak sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah atau sederajat hingga anak sekolah menengah atas atau madrasah aliyah atau sederajat, dan anak usia 6 (enam) sampai dengan 21 (dua puluh satu) tahun yang belum menyelesaikan wajib belajar 12 (dua belas) tahun.
“Dengan kriteria tersebut, seharusnya anak yatim, piatu, dan yatim piatu masuk dalam PKH. Jika anak-anak tersebut masuk dalam PKH, setidaknya pemenuhan hak kesehatan dan pendidikan mereka lebih terjamin,” katanya.
Oleh karena itu, Nisaaul menyarankan Kementerian Sosial agar memasukkan anak yatim, piatu, dan yatim piatu ke dalam PKH, selain dengan tetap memberikan bansos yang direncanakan akan cair bulan September mendatang.
“Sebenarnya jumlah besaran bantuan PKH belum sepenuhnya membantu pemenuhan kebutuhan pendidikan dan kesehatan secara maksimal. Bansos yang akan dicairkan bulan September mendatang diharapkan dapat membantu pemenuhan kebutuhan mendasar tersebut,” katanya.
https://www.antaranews.com/berita/3074341/peneliti-sosial-sarankan-anak-yatim-piatu-masuk-pkh