JAKARTA – Menteri Keuangan Republik Indonesia mengeluarkan pernyataan yang menyebutkan pendanaan untuk pindah ibu kota negara akan diambilkan dari pos dana pemulihan ekonomi nasional (PEN). Penggunaan dana PEN tentunya menyalahi Pasal 11 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19. Dalam UU tersebut, tidak tertuang penggunaan dana untuk anggaran pembangunan ibu kota negara.
Peneliti Bidang Ekonomi The Indonesian Institue (TII), Nuri Resti Chayyani, menganggap hal tersebut juga dapat mengganggu pemulihan ekonomi yang tengah berjalan. Anggaran yang belum terserap maksimal perlu digunakan kembali untuk tahun 2022, hingga perekonomian Indonesia dapat pulih sepenuhnya. Seperti pada klaster kesehatan, perlindungan sosial, dan insentif usaha yang masih dibutuhkan hingga saat ini, mengingat kasus Covid-19 masih mengalami lonjakan karena varian Omicron.
“Penggunaan PEN untuk anggaran IKN tentu saja dirasa kurang tepat. Sebab PEN adalah bagian dari APBN yang paling berpengaruh terutama pada klaster pemulihan ekonomi dan kesehatan. Berbagai insentif untuk memutar roda perekonomian juga masih dibutuhkan masyarakat di tengah ketidakpastian kapan pandemi akan berakhir,”ungkap Nuri.
Awalnya, Presiden Joko Widodo mengungkapkan tidak akan menggunakan APBN untuk IKN. Pernyataan tersebut disampaikan pada bulan Mei 2019. Namun, berbeda dengan pendapat Kementerian Keuangan yang menyebutkan 19,2 persen dari total biaya Rp466 triliun akan menggunakan APBN untuk membangun infrastruktur awal. Bahkan, biaya IKN rencananya akan menggunakan dana PEN dari klaster pemulihan ekonomi.
Nuri menambahkan, penggunaan dana PEN untuk IKN tidak akan mengurangi peningkatan jumlah kasus Covid-19. Berdasarkan data, kasus Covid-19 di Indonesia kembali menunjukkan kurva peningkatan. Hingga 22 Januari, tercatat 3.205 kasus baru dan rata-rata selama seminggu terjadi peningkatan 1.808 kasus.
“Pencarian sumber dana untuk ibu kota negara baru perlu belajar dari Malaysia yang membangun Putrajaya dan Australia yang membangun Canberra. Jadi bukan hanya dari fisik saja yang perlu diadopsi, segi finansial juga perlu dipelajari. Sehingga, tidak ada anggaran yang tidak semestinya ikut digunakan untuk pembangunan ibu kota negara baru.” tutup Nuri.
https://nasional.sindonews.com/read/667511/12/peneliti-dana-pen-untuk-proyek-ibu-kota-ganggu-proses-pemulihan-1643133707