Ramai diperbincangkan di media sosial tentang cerita seorang fresh graduate yang tidak lolos seleksi kerja karena memiliki skor kredit yang buruk dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (SLIK OJK). Hal tersebut membuat perbedaan pendapat bagi pemberi kerja, pencari kerja, dan masyarakat umum mengenai penggunaan skor kredit sebagai syarat untuk dapat bekerja, serta berpotensi memberikan gejolak pada dinamika pasar tenaga kerja Indonesia.
Sebelumnya, SLIK OJK bukanlah kebijakan yang baru diterapkan oleh pemerintah. Sistem ini telah beroperasi sejak tahun 2018 dan sebelumnya bernama BI Checking. Secara fungsi, data SLIK OJK dibuat untuk memberikan informasi debitur/penerima kredit (iDeb) kepada pelaku industri guna memitigasi risiko gagal bayar dari calon debitur (OJK, 2018). Bagi kreditur, SLIK membantu dalam mempercepat proses analisis dan pengambilan keputusan pemberian kredit; menurunkan risiko kredit bermasalah; mengurangi ketergantungan pelapor atau pemberi kredit kepada agunan konvensional; dan mendorong transparansi kredit.
Selain bagi kreditur, manfaat SLIK bagi debitur/masyarakat adalah mempercepat persetujuan kredit; bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), akan mendapat akses yang lebih luas kepada pemberi kredit dengan mengandalkan reputasi keuangannya tanpa harus tergantung pada kemampuan untuk menyediakan agunan; dan mendorong penerima kredit untuk menjaga reputasi kreditnya. Baik bagi kreditur dan debitur, SLIK bermanfaat untuk menurunkan kredit bermasalah di Indonesia.
Tingginya kredit bermasalah di Indonesia berdasarkan data dari Emerging Markets Group Company, Non Performing Loans (NPL) atau rasio kredit bermasalah sebesar 2,5 persen pada bulan April 2023. Angka tersebut mengalami peningkatan dibanding bulan Maret 2023. Senada dengan hal tersebut, data OJK sampai bulan Mei 2023 menyebutkan nilai total pembiayaan dari bank umum kepada perorangan (non-bank/non-lapangan usaha) untuk KPR sudah mencapai Rp605 triliun. Namun, peningkatan itu diikuti oleh bertambahnya kredit bermasalah (NPL) yang meningkat 4,65 persen secara bulanan, dan tumbuh 14,71 persen setiap tahun.
Keberadaan SLIK OJK juga merupakan upaya mewujudkan keuangan yang inklusif di Indonesia. Hal ini penting mengingat Indonesia memiliki potensi pasar open finance yang diestimasikan mencapai Rp30 triliun berdasarkan Open Finance Deep Dive Report, laporan riset hasil kolaborasi Katadata Insight Center (KIC) dan Finantier, platform open finance terkemuka di Asia Tenggara. Open finance merupakan tahap lanjutan dari open banking, di mana semua lembaga keuangan yang terlibat dalam ekosistem dapat berbagi data melalui open application programming interface (API) (KCIC, 2022). Maka dari itu, SLIK perlu dimanfaatkan dengan baik termasuk dalam merekrut calon pekerja di pasar tenaga kerja.
Terdapat dampak positif dan negatif pengecekan informasi debitur terhadap ketenagakerjaan. Apabila debitur memiliki catatan kredit yang baik, dibuktikan dengan skor dalam SLIK, maka akan meningkatkan peluang karirnya karena berpengaruh dalam stabilitas pekerjaannya. Sebaliknya, jika skor SLIK menunjukkan skor yang buruk, maka akan besar kemungkinan perusahaan untuk tidak mempekerjakan seseorang karena cenderung berisiko tinggi memperburuk citra perusahaan, terutama dalam sektor perusahaan keuangan.
Melihat pentingnya SLIK dalam upaya penurunan risiko gagal bayar, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perlu memperketat keamanan sistem terutama perlindungan data agar tidak dimanfaatkan sembarangan. Penguatan perlindungan data bagi debitur penting agar mewujudkan iklim kredit yang sehat yang ditunjukkan dari nilai NPL dan stabilitas moneter di Indonesia tetap terjaga.
Pada sisi ketenagakerjaan, Kementerian Ketenagakerjaan tidak perlu membuatkan regulasi agar perusahaan maupun pencari kerja melampirkan informasi debitur sebagai syarat memberikan pekerjaan dan mendapatkan pekerjaan. Lebih penting, Kementerian Ketenagakerjaan perlu berfokus pada pengawasan dalam pemenuhan hak dan kewajiban bagi pekerja dan pemberi kerja untuk menekan tingkat pengangguran di Indonesia.
Nuri Resti Chayyani
Peneliti Bidang Ekonomi
The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII)