JAKARTA, KOMPAS.TV – Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana menyebutkan penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Bali menjadi bukti dunia mengapresiasi Indonesia.
Namun, Hikmahanto mengingatkan agar keselamatan seluruh kepala negara dan delegasi yang hadir di KTT G20 harus diperhatikan betul-betul hingga kembali lagi ke negaranya masing-masing.
“Ya diakui dan diapresiasi dunia,” kata Hikmahanto seperti dikutip dari Antara, Senin (14/11/2022)
“Tentu yang kita harus jaga adalah keselamatan dan keamanan para kepala pemerintahan sampai mereka kembali,” tambahnya.
Seperti diketahui, sebelum acara puncak KTT G20, Kota Istanbul, Turki diguncang bom dan menewaskan enam orang. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan tetap datang ke Bali, tentu saja dengan pengamanan ketat seperti mobil antipeluru dan sebagainya.
Baca Juga: Jelang KTT G20, Presiden jokowi Langsung Lakukan Pertemuan Bilateral dengan Sejumlah Pemimpin Negara
Pengamanan di sekitar lokasi KTT G20 di Nusa Dua, Bali, juga diperketat selama penyelenggaraan. Bahkan, kepala negara yang hadir seperti Presiden AS Joe Biden, Presiden China Xi Jin Ping membawa serta kendaraan kepresidenan langsung dari negara masing-masing.
Hikmahanto menilai kondisi tersebut tidak menghilangkan poin-poin strategis dari KTT G20. Menurut dia, dunia melihat bahwa Indonesia banyak memunculkan inovasi untuk membuat perekonomian tumbuh.
Di sisi lain, Indonesia sangat paham bahwa pertumbuhan ekonomi tidak akan terjadi apabila perang terus berlangsung.
“Di sini diplomasi Pak Jokowi sangat diapresiasi dunia. Mulai dari mengundang Ukraina sampai dengan bertemu langsung di Jerman dengan pemimpin G7, lalu ke Ukraina dan Rusia. Bahkan menit-menit akhir masih angkat telepon untuk pastikan semua hadir,” tutur Hikmahanto.
Selain itu, Hikmahanto mengatakan, forum G20 juga mendatangkan manfaat langsung bagi masyarakat Bali. Selama pelaksanaan KTT G20 perputaran uang di Pulau Dewata pasti meningkat.
“Manfaat langsung di Bali adalah peningkatan perputaran uang. Masyarakat di seluruh Indonesia bangga karena banyak kepala pemerintahan terkenal datang ke Indonesia,” ujarnya.
Sementara itu, Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal berharap KTT G20 di Bali, menghasilkan kesepakatan bersama, yang dapat meminimalisasi dampak konflik geopolitik invasi Rusia ke Ukraina.
Serta dapat meredakan ketegangan antara China dan Amerika Serikat (AS) yang selama ini berlangsung.
“Ketegangan juga terjadi antara China dan Amerika, kita tahu untuk mengatasi isu geopolitik susah, karena di luar kendali kita. Terutama Rusia dan Ukraina, mereka tidak hadir pada KTT G20 ini tapi, paling tidak menyepakati respons terhadap kondisi tersebut apa yang harus dilakukan,” jelas Fais kepada Antara.
Seperti diketahui, Presiden AS Joe Biden dan Presiden China Xi Jinping telah bertemu secara tatap muka di Bali kemarin, yang merupakan pertemuan pertama sejak tiga tahun lalu sebelum pandemi COVID-19.
Hal senada juga disampaikan peneliti ekonomi The Indonesian Institute (TII) Nuri Resti Chayyani bahwa KTT G20 sudah semestinya menghasilkan kesepakatan yang dapat menjaga perekonomian global di tengah ketidakpastian dan ancaman resesi pada 2023.
“Hasil kesepakatan yang harus diperoleh adalah bagaimana agar menjaga pertumbuhan ekonomi untuk tetap tumbuh dan masih dalam prediksi, di tengah ketidakpastian yang disebabkan oleh invasi Rusia-Ukraina. Hal ini juga agar dapat mengurangi sentimen resesi global yang semakin mendekat,” katanya.
Terkait perdagangan internasional, menurut dia, anggota KTT G20 harus saling percaya satu sama lain dengan saling memenuhi kebutuhan maupun kejelasan prosedur investasi antar anggota G20 untuk menjaga neraca perdagangan.
Dia berharap KTT G20 menghasilkan kesepakatan pemberlakuan pasar bebas dan peningkatan akses ekspor-impor, terutama bagi negara-negara berkembang, seperti Indonesia.
https://www.kompas.tv/article/348467/ktt-g20-diplomasi-jokowi-diapresiasi-dunia-hasil-nyata-kurangi-sentimen-resesi-global-ditunggu