Isu Keamanan Perbankan menjadi Risiko Penerapan Central Bank Digital Currencies (CDBC)

Gangguan keamanan perbankan telah dialami oleh PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) pada hari Senin (8/5) (Kompas.com, 17/5/2023). Gangguan layanan digital tersebut disebabkan oleh kelompok hacker LockBit dan berujung pada terjualnya data pribadi jutaan nasabah BSI di pasar gelap internet atau dark web. Bahkan, peretas juga meminta tawaran Rp295,61 miliar agar pihak BSI mau untuk menebus data nasabah. Kasus yang dialami BSI merupakan salah satu ancaman serius dalam perbankan dalam hal keamanan dan risiko besar untuk menyelenggarakan Rupiah Digital di Indonesia atau yang kerap disebut Central Bank Digital Currencies (CDBC).

Teknologi yang semakin berkembang seiring dengan kemajuan zaman, menuntun pada keinginan bank sentral untuk mewujudkan perkembangan sistem pembayaran, salah satunya mata uang digital. Mata uang digital atau Rupiah digital merupakan uang Rupiah yang memiliki format digital serta dapat digunakan seperti halnya uang fisik (uang kertas dan logam), uang elektronik (chip dan server based), dan uang dalam Alat Pembayaran Menggunakan Kartu/APMK (kartu debit dan kredit) yang kita pakai saat ini (Bank Indonesia, 17/2/2023). Dengan demikian, Rupiah Digital menjadi tanggung jawab bank sentral dan salah satu upaya mewujudkan inklusi keuangan.

Sebelumnya, Rupiah Digital telah dirumuskan pada tahun 2021 melalui Proyek Garuda dengan menerbitkan White Paper. Kemudian, Rupiah digital juga masuk dalam pembahasan digitalisasi ekonomi pada forum Internasional. Misalnya, forum Group of 20 (G20) yang diselenggarakan pada tahun 2022 yang lalu di Bali, dan di forum ASEAN Summit di Labuan Baju pada tahun 2023 ini. Pembahasan CDBC dalam forum tersebut merupakan upaya pemulihan dari pandemi, digitalisasi ekonomi, dan keberlanjutan ekonomi yang diproyeksi akan berdampak baik untuk diterapkan dalam jangka panjang.

Meski demikian, melihat kasus peretasan data yang dialami oleh BSI pada bulan Mei ini yang mengancam terjualnya data nasabah ke darkweb, penerapan CDBC perlu dipertimbangkan kembali terutama dalam hal keamanan siber perbankan. Alih-alih mewujudkan integrasi keuangan yang terdigitalisasi, CDBC dikhawatirkan akan memiliki risiko keamanan data karena sistemnya terpusat di bank sentral.

Senada dengan tulisan Michel dan Anthony (2023), CDBC memiliki risiko yang lebih besar dibanding manfaatnya. Dalam tulisan yang berjudul “The Risks of CDBCs: Why Central Bank Digital Currencies Shouldn’t Be Adopted” tersebut, Michel dan Anthony mengatakan bahwa mata uang digital akan mengancam privasi keuangan dan terjadi pengendalian finansial.

Pengembangan mata uang digital merupakan hal penting untuk masuk dalam pembahasan Bank Indonesia karena menyangkut sistem transaksi di masa depan. Namun, apabila sumber daya yang ada belum memadai, tidak menutup kemungkinan akan menjadi boomerang bagi sistem moneter di Indonesia.

Oleh karena itu, Bank Indonesia perlu mengkaji lebih dalam mengenai mata uang digital dengan melanjutkan Proyek Garuda yang sebelumnya telah digagas. Pembahasan lebih dalam dapat dilakukan pada bagian keamanan siber untuk melindungi data masyarakat agar tercipta kepercayaan dari para pengguna produk perbankan.

Selain itu, Bank Indonesia juga perlu membuat kebijakan yang bekerja sama dengan bank komersial umum untuk memperkuat keamanan perbankan. Misalnya, pembuatan prosedur operasional bagi karyawannya agar tidak ceroboh dalam mengelola sistem keuangan. Kecerobohan dalam mengoperasionalkan komputer, misalnya, dapat berdampak buruk pada keamanan siber dan berujung pada terjualnya data nasabah ke dalam pasar gelap internet yang membahayakan individu.

Tidak hanya Bank Indonesia yang perlu melakukan tindakan, dalam kasus yang menimpa BSI tentunya berdampak pada kepercayaan masyarakat. Penting bagi nasabah untuk memiliki literasi keuangan yang matang agar kepercayaan terhadap sistem perbankan tetap terjaga. Apabila kepercayaan nasabah terhadap sistem perbankan atas perlindungan data pribadi terjaga, maka kemajuan teknologi keuangan untuk perbaikan perekonomian dalam jangka panjang bukan hal yang mustahil.

 

Nuri Resti Chayyani

Peneliti Bidang Ekonomi

The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII)

nurirestic@theindonesianinstitute.com

Komentar