Indonesia Jangan Setengah-Setengah Kembangkan Hidrogen Hijau!

Beberapa waktu lalu, Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mengeluarkan Peta Jalan (Roadmap) Hidrogen dan Amonia Nasional atau RHAN (2025) yang mengacu dari Strategi Hidrogen Nasional (SHN) yang dipublikasikan tahun 2023. Dalam sambutannya di peta jalan tersebut, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa pengembangan hidrogen di Indonesia diarahkan melalui tiga pilar utama, yaitu mendukung pemanfaatan energi terbarukan, mendorong dekarbonisasi, dan menjadikan hidrogen sebagai komoditas strategis. Peta jalan ini juga menjelaskan pengembangan hidrogen Indonesia hingga tahun 2060 dalam tiga fase, yaitu Fase Inisiasi (2025-2034), Fase Pengembangan dan Integrasi (2035-2044), serta Fase Akselerasi dan Keberlanjutan (2045-2060).

Menurut peta jalan, Fase Inisiasi (2025–2034) berfokus pada pelaksanaan proyek percontohan, regulasi, skema insentif, pembiayaan, dan pengembangan infrastruktur serta SDM. Fokus utama dalam fase ini adalah membangun ekosistem hidrogen dan amonia rendah karbon melalui kolaborasi nasional dan internasional. Beberapa hal yang ditargetkan adalah pengembangan kapasitas electrolyzer sebesar 0-734 MW pada tahun 2030, fasilitas reformasi biogas, pembangunan infrastruktur awal hidrogen, blending hidrogen dalam jaringan gas mencapai 20%, co-firing amonia dan hidrogen pada pembangkit listrik, kendaraan berbasis sel bahan bakar (FCEV) mulai diimplementasikan dalam sektor transportasi umum dan truk logistik, dan lain-lain.

Fase Pengembangan dan Integrasi (2035–2044) bertujuan untuk meningkatkan kapasitas fasilitas produksi hingga skala komersial. Selain itu, adopsi hidrogen juga akan diperluas ke sektor seperti baja dan pupuk untuk mendukung diversifikasi penggunaan energi rendah karbon dalam fase ini. Adapun fase terakhir, Fase Akselerasi dan Keberlanjutan (2045-2060), menargetkan pencapaian blending hidrogen menjadi 100% dalam jaringan gas nasional. Selain itu, pada tahun 2060 untuk sektor transportasi, pemanfaatan hidrogen untuk FCEV, kereta api, dan kapal laut juga akan meningkat drastis.

Pengembangan hidrogen di Indonesia adalah bentuk komitmen pemerintah untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) menuju net zero emission (NZE), mendukung Asta Cita terutama poin 2, serta ketahanan energi nasional. Berdasarkan Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC) Indonesia (2022), Indonesia menargetkan pengurangan emisi GRK sebesar 43,2% dengan bantuan internasional dan 31,89% dengan usaha sendiri pada tahun 2030. Adapun pengurangan emisi GRK di sektor energi ditargetkan sebesar 358 juta ton CO2-eq dengan upaya sendiri (Counter Measure 1/CM1) dan 446 juta ton CO2-eq dengan bantuan internasional (Counter Measure 2/CM2).

Jangan Setengah-Setengah, Indonesia Harus Mau Belajar dan Beradaptasi

Selain bertujuan untuk mencapai komitmen di atas, Roadmap Hidrogen dan Amonia Nasional (RHAN) ini wajib diapresiasi dan didukung oleh seluruh pihak sebagai bagian dari usaha Indonesia untuk memajukan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan daya saing pasar energi terbarukan dan inovasi dan teknologi, serta mendorong daya saing SDM. Harapan besarnya adalah membawa Indonesia menjadi market leader energi hidrogen dan pusat (hub) energi hidrogen dunia.

Walaupun niatnya sangat mulia, Indonesia harus benar-benar serius dalam mengembangkan potensi energi bersih ini. Indonesia harus mau beradaptasi dengan segala perkembangan global yang ada. Tidak hanya berfokus dalam ketahanan energi saja, pemerintah juga harus menyelaraskannya dengan keadilan energi dan keberlanjutan lingkungan atau menyeimbangkan trilema energi. Upaya yang setengah-setengah tidak hanya memperlambat target dan visi yang ingin dicapai, tetapi juga akan membebani dan menyakiti rakyat sebagai elemen utama bangsa.

Indonesia juga harus mau belajar dari praktik-praktik negara lain yang sudah serius terlebih dahulu mengembangkan energi hidrogen melalui pengembangan ekosistem inovasi dan teknologi, seperti negara tetangga, Singapura. Berdasarkan laporan Global Innovation Index 2024 (2024), sebuah indeks berdasarkan kapasitas dan keberhasilan inovasi, Singapura adalah satu-satunya negara ASEAN yang bertengger di 5 negara teratas, yaitu berada di urutan ke-4 setelah Swiss (peringkat 1), Swedia (peringkat 2), dan Amerika Serikat (peringkat 3). Singapura memiliki nilai sangat baik di indikator kualitas peraturan, stabilitas kebijakan dalam menjalankan bisnis, akses TIK, kinerja logistik, penerimaan modal ventura, investor modal ventura, manufaktur berteknologi tinggi, dan komitmen GitHub (Global Innovation Index, 2024).

Apa yang menyebabkan Singapuran bisa menjadi salah negara terbaik dalam inovasi dan teknologi? Berdasarkan edb.gov.sg (3 November 2023), ada beberapa faktor yang mendorong hal tersebut, seperti fokus pengembangan talenta dan produktivitas; menawarkan lingkungan yang ramah bisnis, dukungan pemerintah yang kompetitif, dan tenaga kerja yang sangat terampil; keterbukaan Singapura terhadap talenta global; adaptasi dengan tren makroekonomi dan memanfaatkan kemajuan teknologi secara efektif, serta membina kolaborasi antara sektor publik dan swasta.

Dengan membangun ekosistem inovasi dan teknologi yang sangat matang, serta berfokus pada penelitian dan pengembangan yang ’jor-joran’, Singapura juga tidak mau ketinggalan untuk ikut serta dalam ’hydrogen race’ ini. Bahkan, Singapura memiliki program hibah The Low-Carbon Energy Research, yang merupakan inisiatif untuk mendukung penelitian, pengembangan, dan proyek percontohan guna memajukan teknologi rendah karbon, dan memungkinkan dekarbonisasi sektor listrik dan industri, yang salah satunya adalah Directed Hydrogen Programme (DHP) sebesar $43 juta dengan tiga fokus area proyek: 1) standar keselamatan dan peraturan hidrogen dan amonia, 2) perengkahan (cracking) dan pemanfaatan amonia, dan 3) transportasi dan distribusi hidrogen (mti.gov.sg, 1 Maret 2024).

Praktik baik pembangunan ekosistem inovasi dan teknologi Singapura guna mendorong akselerasi energi hidrogen yang berasaskan pada prinsip kebebasan ekonomi, seperti melindungi hak milik, regulasi hukum yang jelas, integritas pemerintah yang baik, serta lingkungan bisnis yang aman, dapat diikuti pemerintah Indonesia. Pengembangan tersebut tentunya harus diseleraskan dengan kearifan lokal, budaya, dan kondisi daerah di Indonesia yang sangat beragam. Dengan ini, semua target, niat baik, dan mimpi yang telah diupayakan niscaya bisa dapat tercapai.

Putu Rusta Adijaya
Peneliti Bidang Ekonomi
The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII)
putu@theindonesianinstitute.com

Komentar