Persiapan perhelatan akbar Asian Games 2018 menyedot perhatian dan antusiasme masyarakat, termasuk kesiapan pemerintah sebagai tuan rumah. Salah satu masalah yang menjadi sorotan adalah polemik bau Kali ‘Item’ Sentiong.
Berbagai pihak turut berpartisipasi mengurangi dan menghilangkan bau kali, mulai dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, pemerintah pusat melalui Kementerian PUPR, organisasi kemasyarakatan, hingga akademisi. Solusi yang ditawarkan pun beragam, mulai dari pemasangan kain waring, penggunaan alat canggih seperti aerator dan nano nubble, rekayasa aliran air, penyemprotan cairan mikroba penghilang bau, sampai menabur bubuk penghilang bau.
Banyak pihak dan banyak solusi yang ditawarkan menunjukkan bahwa semua pihak ingin Indonesia siap menjadi tuan rumah perhelatan akbar Asian Games 2018. Namun, berbagai upaya tersebut adalah upaya penanganan sektor hilir. Padahal, aspek penting yang harus dipikirkan bersama adalah bagaimana menanggulangi masalah Kali ‘Item’ Sentiong mulai dari sisi hulu atau pencegahan.
Jika aspek hulu diabaikan, maka permasalahan bau Kali ‘Item’ Sentiong tidak akan dapat dihilangkan. Apalagi jika penanganan bau hanya giat dilakukan ketika momen Asian Games 2018 masih hangat diperbincangkan. Oleh karena itu, harapannya penanganan akan terus berlanjut walaupun momen Asian Games 2018 sudah selesai dilaksanakan dan fokus terhadap aspek hulu.
Terdapat beberapa intervensi yang dapat dilakukan. Pertama, pemberdayaan masyarakat melalui penyuluhan berbasis kesehatan lingkungan. Pelaksanaan kegiatan dapat melibatkan Civil Society Organization (CSO), tokoh masyarakat, dan tokoh agama. Pengetahuan mengenai pengelolaan sampah juga penting untuk dilakukan. Apabila perlu dapat pula dibentuk kelompok Bank Sampah dan pemberdayaan ibu-ibu PKK dalam mengolah sampah menjadi barang yang memiliki nilai jual.
Kedua, membangun Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Data dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menyebutkan bahwa 75 persen pencemaran air sungai di DKI Jakarta disebabkan oleh limbah domestik. Limbah domestik ini justru limbah yang berasal dari rumah tangga, perkantoran, toko, pasar, mal, hotel, dan sekolah-sekolah baik grey water (air bekas) ataupun black water (air kotor/tinja). Fakta tersebut harusnya kembali menyadarkan pemerintah untuk berupaya mengendalikan air limbah domestik ini.
Umumnya satu IPAL bisa menampung 150 kepala keluarga dengan biaya Rp 100 juta. Belum lagi biaya pengalihan lahan yang tidak sedikit, karena satu IPAL membutuhkan lahan 500 meter persegi. Alasan mahalnya biaya pembuatan IPAL dapat disiasati dengan memanfaatkan dana Corporate Social Responsibility (CSR).
Penanganan masalah Kali ‘Item’ Sentiong dengan melibatkan aktor lintas sektor akan memperbesar tingkat keberhasilan dan mengurangi beban kerja dan beban anggaran pemerintah. Selain itu, kolaborasi lintas sektor akan lebih menjamin bahwa penanganan bau Kali ‘Item’ Sentiong tidak akan terhenti dengan selesainya perhelatan Asian Games 2018.
Umi Lutfiah, Peneliti Bidang Sosial The Indonesian Institute, umi@theindonesianinstitute.com