ASEAN, China, Jepang Bersatu Siap Kuasai Ekonomi

Ditandatanganinya perjanjian perdagangan bebas negara-negara ASEAN bersama sejumlah raksasa ekonomi Asia lain menjadi peluang sekaligus tantangan tersendiri bagi Indonesia.

Di satu sisi, kerja sama perdagangan dalam skema Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional atau Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) itu membuka peluang Indonesia untuk meningkatkan ekspor. Di sisi lain, ada potensi menjadi pasar bagi negara lain. Maklum, dengan jumlah penduduk sekitar 270 juta orang, Indonesia menjadi pasar keempat terbesar di dunia setelah China, India, dan Amerika Serikat (AS).

Penandatanganan perjanjian perdagangan bebas dalam skema RCEP yang melibatkan Indonesia dan negara-negara ASEN itu berlangsung di Hanoi, Vietnam, kemarin. Kerja sama disebut-sebut sebagai tandingan blok Kemitraan Trans-Pasifik (TPP) yang didirikan Barack Obama dan dibekukan Presiden Donald Trump pada 2017.

Terdapat 15 negara Asia-Pasifik yang beraliansi membentuk blok perdagangan bebas terbesar di dunia itu. Selain negara-negara ASEAN, RCEP diikuti pula oleh China, Jepang, Korea Selatan (Korsel), Australia dan Selandia Baru. RCEP merepresentasikan 30% ekonomi global, 30% populasi dunia dan menjangkau 2,2 miliar konsumen.

RCEP diresmikan di tengah melemahnya pendekatan AS terhadap Asia saat pemerintahan Trump. Blok perdagangan terbaru yang diinisiasi pada 2011 silam itu juga menjadi penanda bakal semakin kuatnya posisi China sebagai mitra ekonomi di Asia Tenggara, di samping Jepang dan Korsel.

Ekonom dari ING, Iris Pang, bahkan menyebutkan bahwa RCEP bisa membantu Beijing mengurangi ketergantungan pasar asing dan teknologi. “Itu juga bisa menjadi penolong di saat ketegangan dengan Washington,” kata Pang dilansir Reuters kemarin.

Dalam skema, RCEP disebut berpotensi menurunkan banyak tarif perdagangan di banyak kawasan. Kesepakatan itu diraih di sela-sela konferensi ASEAN yang digelar secara virtual karena pandemi Covid-19. “Hari ini merupakan hari yang bersejarah. Kita menandatangani Perjanjian RCEP setelah hampir satu dekade melewati sejumlah perundingan,” kata Presiden Joko Widodo dalam pidato virtual di KTT Ke-4 RCEP kemarin.

Presiden menambahkan, perjanjian RCEP dapat diselesaikan berkat komitmen yang kuat terhadap multilateralisme atau kerja sama antarnegara dari negara-negara di kawasan. Dalam upacara penandatanganan yang tak biasa karena digelar secara daring, para pemimpin negara RCEP bersama menteri perdagangan menandatangani kesepakatan dan menunjukkannya ke kamera. “RCEP akan diratifikasi negara yang menandatangani dan akan berkontribusi pada pemulihan ekonomi pascapandemi,” kata PM Vietnam Nguyen Xuan Phuc.

Kementerian Keuangan China menyatakan blok ekonomi baru akan menjanjikan banyak penghapusan tarif perdagangan secepatnya dan dalam waktu 10 tahun. Namun, belum ada informasi detail produk mana yang akan dihapus tarif dagangnya dan negara mana yang akan memberlakukannya. “Untuk pertama kalinya China dan Jepang akan mencapai kesepakatan penurunan tarif secara bilateral dan mencapai terobosan yang bersejarah,” demikian keterangan Kementerian Perdagangan China.

Kesepakatan tersebut akan menandai kekuatan ekonomi Asia Timur seperti China, Jepang, dan Korea Selatan dalam kesepakatan perdagangan bebas. Jepang, yang selama ini dikenal alot jika menyangkut perdagangan bebas, terutama di sektor pertanian, pun menyambut baik. Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga menyatakan mendukung zona ekonomi yang bebas, adil, dan luas.

Bagi China, Jepang, Korsel dan Australia, RCEP menjadi solusi di tengah ketidakpastian TPP. Apalagi Presiden AS terpilih, Joe Biden, belum menyatakan akan kembali bergabung dengan TPP. Alih-alih membuka kerja sama ekonomi luar negeri, Biden justru memilih memberdayakan ekonomi dalam negerinya dan fokus menangani pandemi virus corona. “Saya tidak yakin ada fokus perdagangan secara luas, termasuk bergabung dengan kelompok pengganti TPP,” kata Charles Freeman, wakil presiden Kamar Dagang AS untuk Asia. Dia mengatakan, Biden akan fokus pada penganan virus corona.

Kepala Kebijakan Perdagangan Multilaateral Departemen Perdagangan Vietnam, Luong Hoang Thai, mengatakan, RCEP akan membantu dan mengurangi tarif perdagangan, industri, dan produk pertanian.

Sementara itu, India yang sebelumnya terlibat dalam perundingan memilih mundur dari RCEP pada November lalu. Tapi, ASEAN menyatakan pintu masih terbuka bagi New Delhi untuk bergabung kembali. “Proses negosiasi itu diwarnai dengan darah, keringat, dan air mata. Akhirnya kita mencapai momen saat kita akan menandatangani kesepakatan RCEP,” kata menteri perdagangan Malaysia Mohamed Azmin Ali.

Dia mengatakan, kesepakatan RCEP akan memilih membuka pasar di tengah upaya proteksionisme di waktu yang sulit seperti sekarang ini.

Perdana Menteri (PM) Singapura Lee Hsien Loong menyambut penandatanganan RCEP sebagai kemajuan penting dan mengucapkan selamat kepada 15 negara yang berpartisipasi. “Kita mencapai loncatan besar penandatanganan kesepakatan hari ini (kemarin). Itu membutuhkan delapan tahun, 46 pertemuan negosiasi, 19 pertemuan menteri untuk mencapai di sini,” katanya.

Lee mengungkapkan, RCEP menjadi kemajuan besar bagi dunia di tengah pertumbuhan global yang melambat. Implementasi kesepakatan dan mendorong bisnis untuk bisa mendapatkan keuntungan ketika kesepakatan dimulai. “Saya tidak meragukan bahwa RCEP memberikan kelebihan bagi kita,” ujarnya.

Namun, dalam pandangan Jeffrey Wilson, direktur penelitian Perth USAsia Center, RCEP membutuhkan serangkaian aturan yang memfasilitas investasi dan kepentingan bisnis lain di kawasan Asia-Pasifik. “RCEP memang platform lebih untuk mengatasi penanganan Indo-Pasifik selepas pandemi korona,” katanya.

Harus Hati-Hati

Di lain pihak, anggota Komisi VI DPR Marwan Jafar mengingatkan pemerintah untuk hati-hati dalam melangkah seiring kesepakatan RCEP. Apalagi lima negara di luar ASEAN merupakan raksasa ekonomi dunia seperti China, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru. Kesepakatan itu seperti dua sisi mata pisau yang bisa menguntungkan dan merugikan Indonesia.

“Kalau kita tidak hati-hati, bisa dijadikan pasar oleh mereka. Karena itu, regulasinya harus dibuat secara ketat. Misalnya pengurangan impor itu item-nya apa saja. Itu harus diatur dan lebih detail. Kedua, tingkat kompetisi bisa bersaing dalam pasar tadi. Kalau produk kita tidak punya keunggulan kompetitif sekali, kita akan menjadi pasar karena produk kita tidak laku,” ujarnya saat dihubungi SINDO Media kemarin.

Marwan menambahkan, pemerintah harus segera memikirkan strategi dan langkah konkret dalam menghadapi RCEP. Indonesia memiliki kelemahan dalam menciptakan suatu produk. Selama ini Indonesia lebih banyak mengekspor barang mentah. Seharusnya industri dalam negeri didorong untuk mengolah bahan-bahan mentah itu. Minimal yang diekspor itu sudah barang setengah jadi atau jadi.

Peneliti bidang ekonomi dari The Indonesian Institute (TII) M Rifki Fadilah menunjukkan, ada tiga hal positif dari kemitraan RCEP bagi Indonesia. Pertama, tiap ada kerja sama perdagangan berarti langkah awal untuk membuka pasar di negara lain. “Implikasinya, Indonesia sekarang punya pasar untuk mengekspor produk-produknya ke pasar negara lain. Itu konsep free flows of goods,” kata Rifki kepada SINDO, Minggu (15/11/2020).

Kedua, jika Indonesia berhasil mengekspor berarti akan mendapatkan pendapatan atau devisa hasil ekspor. Menurut Rifki, devisa tersebut sangat bermanfaat, terutama untuk menstabilkan nilai mata uang. “Jadi, kalau terkoreksi tidak terlalu dalam dan menguat juga tidak terlalu besar sehingga melemahkan ekspor. Intinya lebih stabil,” ucapnya.

Ketiga, lanjut Rifki, setelah free flows of goods maka berikutnya akan ada free flows of investment. Artinya, investasi akan masuk, khususnya dari negara anggota RCEP. (Andika H Mustaqim/Dita Angga/F.W.Bahtiar/Faorick Pakpahan)

https://ekbis.sindonews.com/read/233232/33/asean-china-jepang-bersatu-siap-kuasai-ekonomi-1605456681?showpage=all

Komentar