Pakar Politik TII: Kampanye Daring di Pilkada Penuh Tantangan

Jakarta, Jurnas.com – Pemerintah dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) mendorong kampanye Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 dilakukan secara daring atau melalui media sosial.

Manajer Riset dan Program, The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), Arfianto Purbolaksono, menilai kampanye daring memiliki sejumlah tantangan berat. Baginya, sejauh ini kampanye daring akan sangat sulit mencapai kata efektif.

Problem cara penggunaan sosial media

1. Komunikasi Cenderung Satu Arah
Arfianto mengatakan, calon kepala daerah, tidak bisa kampanye di media sosial seperti layaknya kampanye di media konvensional, yaitu dengan hanya komunikasi satu arah.

Menurut Arfianto, jika diperhatikan penggunaan sosial media dalam kepentingan kampanye di sosial media baru sebatas satu arah. Misalnya, hanya mengandalkan tim media sosialnya untuk posting foto atau video, namun minim interaksi dengan menutup kolom komentar.

“Seharusnya kandidat harus menggunakan media sosial secara interaktif. Mereka harus berani membuka kolom komentar dan berani tanya jawab,” ujarnya.

Model interaktif ini, jelas Arfianto, sangat penting karena para pemilih juga harus mengetahui visi-misi dan program para kandidat.

“Dengan demikian, para pemilih juga akan memiliki informasi yang cukup tentang para kandidat yang berlaga di Pilkada 2020,” paparnya.

2. Kurangnya pemahaman teknis dan taktik penggunaan Media Sosial

Di sisi lain, Arfianto berpendapat, masih banyak kandidat yang belum memahami bahwa cara menggunakan media sosial secara interaktif. Padahal, hal ini sangat penting untuk memperkuat hubungan dengan pemilih.

Penting untuk diingat, pengguna media sosial adalah pihak yang aktif dalam proses komunikasi. Mereka bukan pihak pasif yang hanya menerima informasi yang disampaikan, tapi pengguna media sosial adalah pihak yang juga aktif dan selektif, serta kritis terhadap semua informasi yang disampaikan.

3. Pengemasan Pesan yang Lebih Rumit

Arfianto menilai sangat penting juga bagi kandidat mengemas konten dengan baik, agar pesan kampanyenya dapat disampaikan dengan efektif dan diterima oleh para pengguna media sosial.

Misalnya, dengan tidak menggunakan berita bohong dalam postingan kampanyenya dan memberikan pesan-pesan menarik yang informatif mengenai kampanyenya berdasarkan data yang valid.

“Dengan demikian, para kandidat dapat memanfaatkan pesan kampanye melalui media sosial untuk memobilisasi dukungan kepada mereka,” papar Arfianto.

Problem Kesenjangan Akses Internet

1. Berdasarkan data The Inclusive Internet Index 2020, Indonesia masih menduduki peringkat ke 57 dari 100 negara, artinya akses internet masih belum merata dan terjangkau di Indonesia. Oleh karena itu kesenjangan akses internet akan menciptakan kesenjangan informasi bagi pemilih.

2. Kampanye Daring Tak Menyentuh Semua Daerah
Kesenjangan internet patut menjadi catatan bagi partai politik dan kandidat, karena pemanfaatan media sosial untuk media kampanye dalam pilkada serentak tidak dapat dilakukan di semua daerah, kecuali di daerah yang memiliki jumlah pengguna internet besar, serta didukung oleh tingkat literasi digital dan infrastruktur yang memadai.

“Oleh karena itu, dibutuhkan kreatifitas dari para kandidat untuk menyiasati kondisi ini dan menjalankan strategi kampanye daring yang efektif, ditambah kita masih berada di tengah pandemi COVID-19,” tukas Arfianto Purbolaksono, Manajer Riset dan Program The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII)
Arfianto Purbolaksono

http://www.jurnas.com/mobile/artikel/79643/Pakar-Politik-TII-Kampanye-Daring-di-Pilkada-Penuh-Tantangan/

Komentar