Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi atau Kak Seto menyatakan bahwa kasus perundungan atau bullying di lingkungan sekolah yang marak terjadi akhir-akhir ini terjadi karena pembiaran. Menurutnya, selama ini dalam setiap Undang-Undang Pidana Anak juga sudah mengakomodir kasus perundungan, tetapi fenomena gunung es ini terjadi karena adanya pembiaran. Selain itu, ada kesempatan pada pelaku, ujar kak Seto pada jumpa pers LPAI tentang perlindungan anak secara daring (Antara, 9/10/2023).
Perundungan yang semakin marak terjadi di ruang lingkup pendidikan akhir-akhir ini menimbulkan kecemasan di tengah masyarakat. Kecemasan tersebut disebabkan oleh
rentannya korban perundungan memperoleh pelecehan verbal bahkan penyiksaan fisik yang dilakukan oleh rekan sebayanya. Yang semakin mengkhawatirkan, perundungan pun bukan hanya sekali, namun dilakukan secara berulang dengan pelaku yang sama bahkan dengan banyak korban yang beragam. Beberapa kasus perundungan (terutama dalam ruang lingkup pendidikan), juga tidak sedikit menjadikan pendidik (guru) sebagai korban perilaku ini.
Pada konteks dampak yang dirasakan oleh korban perundungan tentunya akan mengalami gangguan kesehatan mental yang serius bahkan tidak sedikit dari mereka mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Oleh sebab itu, korban perundungan perlu mendapatkan layanan berupa konseling, serta jeda waktu dari interaksi sosial guna memulihkan situasi krisis psikologis yang dialami.
Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada dasarnya telah mengeluarkan Peraturan Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP). Selain itu, perundungan sebagai tindak pidana telah diatur oleh Pasal 351 Kitab Undang Hukum Perkara (KUHP) tentang Tindak Penganiayaan, Pasal 170 KUHP tentang Pengeroyokan, serta Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP tentang Perundungan yang dilakukan di Tempat Umum dan Mempermalukan Harkat Martabat Seseorang.
Merujuk beberapa poin kebijakan tentang perundungan, maka pemerintah melalui Kemendikbudristek, Kementerian Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak (KemenPPPA), dan Kepolisian Republik Indonesia, perlu bersama-sama bersinergi untuk mengangkat kasus perundungan yang terjadi di beragam wilayah Indonesia sebagai bentuk kedaruratan nasional yang perlu segera diatasi. Adapun bentuk penanganan tersebut dapat dilakukan melalui sosialisasi hukum. Pentingnya sosialisasi hukum terutama pada pasal KUHP yang berkenaan dengan perundungan menjadi bentuk satu peringatan pencegahan agar perilaku ini tidak kembali berulang di lingkungan pendidikan.
Pemerintah harus menyadari bahwa perundungan yang terjadi berulang tidak dapat diatasi dengan hanya menyelesaikannya secara kekeluargaan. Pada konteks pencegahan konflik, masyarakat sebagai polisi moral seringkali gagal bahkan untuk memulai proses pertemuan antarkedua belah pihak. Tidak jarang bentuk upaya yang diusahakan oleh pemuka masyarakat diabaikan oleh pihak yang bertikai. Kesulitan pencegahan konflik dari peran masyarakat terjadi karena memudarnya nilai-nilai kebersamaan, dan tokoh masyarakat cenderung baru akan mengambil tindakan jika konflik interaksi yang terjadi dinilai telah meresahkan masyarakat.
Selain itu kontrol sosial dinilai tidak lagi relevan dalam upaya penanganan kekerasan yang melibatkan anak (baik di lingkungan pendidikan maupun di lingkungan masyarakat). Hal ini disebabkan karena perundungan secara spesifik telah menjadi delik hukum yang seharusnya dapat memberikan efek jera untuk tidak mengulangi perbuatan yang sama. Meskipun demikian, pencegahan terhadap perundungan tetap menjadi salah satu bentuk upaya terbaik dalam mengubah perilaku manusia.
Dengan melakukan sosialisasi aturan hukum terkait perundungan diharapkan dapat mengurangi intensitas perundungan yang dan menjadi bentuk pilihan alternatif dalam mencegah kekerasan yang lebih lanjut termasuk berkurangnya kasus anak yang berhadapan dengan hukum.
Dewi Rahmawati Nur Aulia
Peneliti Bidang Sosial
The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII)