Analisis Implementasi Kebebasan Ekonomi dan Implikasinya Bagi Lingkungan di Indonesia

The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII) kembali mengeluarkan publikasi tahunan, INDONESIA 2025. Di bidang ekonomi, kajian tahunan TII mengangkat topik berjudul Analisis Implementasi Kebebasan Ekonomi dan Implikasinya Bagi Lingkungan di Indonesia”, yang ditulis oleh Putu Rusta Adijaya, Peneliti Bidang Ekonomi TII. Studi ini dilakukan dengan metode menggunakan kombinasi metode deskriptif kualitatif dan kuantitatif (mixed method). Adapun dua hal yang dibahas dalam laporan ini adalah (1) kondisi kebebasan ekonomi di Indonesia selama periode kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto sejak bulan Oktober 2024, dan (2) sejauh mana dan bagaimana pengaruh kebebasan ekonomi terhadap lingkungan di Indonesia. Selain itu, kajian ini juga memberikan rekomendasi bagi pemerintahan Presiden Prabowo untuk mendorong kebijakan dengan perspektif kebebasan ekonomi dan keberlanjutan.

Kajian ini mencatat bahwa indeks kebebasan ekonomi di Indonesia tahun 2025 meningkat dari tahun sebelumnya. Indeks kebebasan ekonomi Indonesia pada tahun 2025 adalah 65,2. Hal ini menjadikan perekonomian Indonesia sebagai negara paling bebas ke-60 dari 184 negara. Namun, kelemahan kelembagaan terus melemahkan momentum pembangunan ekonomi yang lebih dinamis. Dalam kasus yang berseberangan dengan pilar supremasi hukum, misalnya, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) (18 Juli 2025) menyampaikan bahwa Penertiban Kawasan Hutan oleh Satuan Tugas semakin memperburuk kondisi di lapangan. Pasca pengambilalihan lahan, pemerintah menyerahkan kembali lahan tersebut kepada PT Agrinas tanpa diketahui landasan hukumnya dan tanpa memastikan PT Agrinas tunduk pada undang-undang yang berlaku. Proses-proses penertiban kawasan hutan ini justru menimbulkan masalah baru dan tidak menjawab pemulihan ekologi dan pemulihan hak rakyat sebagai substansi utama.

Terkait dengan pilar efisiensi regulasi, terdapat instruksi penyederhanaan regulasi oleh Presiden Prabowo Subianto guna mendorong investasi dan kemajuan sektor energi nasional karena kompleksitas regulasi dapat menghambat investasi di Indonesia. Terkait pilar keterbukaan pasar, Indonesia masih menerapkan beberapa pembatasan perdagangan untuk menjaga suplai dalam negeri guna mendorong hilirisasi. Hal ini pun disorot oleh Amerika Serikat dalam Laporan Perkiraan Perdagangan Nasional 2025 tentang Hambatan Perdagangan Luar Negeri. Walaupun kebijakan hilirisasi bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah dari produk nasional sehingga dapat mendorong daya saing produk dan ekonomi Indonesia, berdasarkan lampiran beberapa proyek tersebut, proyek hilirisasi akan berpotensi menimbulkan isu lingkungan baru atau memperparah keadaan lingkungan yang sudah ada saat ini.

Terkait dengan analisis Autoregressive Distributed Lag (ARDL) Bounds Test, kajian ini menemukan bahwa variabel memiliki tanda signifikan dalam jangka panjang, kecuali Trade. Jika melihat variabel rule of law, hal ini dapat menandakan bahwa penguatan rule of law di Indonesia masih berfokus pada penguatan kondisi ekonomi yang memfasilitasi ekstraksi sumber daya alam dan belum terkait penegakan perlindungan lingkungan yang ketat. Temuan tersebut menunjukkan bahwa pemerintah Presiden Prabowo Subianto harus memastikan dan mendorong komitmen untuk reformasi rule of law dan tata kelolanya yang diimbangi dengan kebijakan lingkungan yang ketat, baik itu penegakan hukum lingkungan dan sengketa lingkungan, maupun peningkatan insentif bagi individu/entitas/perusahaan dalam berinovasi dan berkompetisi dalam memproduksi teknologi hijau. Hal ini penting agar pertumbuhan ekonomi ambisius yang direncanakan dapat selaras dan tidak mengorbankan keberlanjutan lingkungan.

Walaupun hasil estimasi dalam kajian ini menunjukkan bahwa variabel logAvREoE (efisiensi regulasi) berpengaruh positif dan signifikan terhadap jejak ekologis secara langsung, namun efisiensi regulasi memiliki pengaruh yang negatif signifikan pada periode sebelumnya. Hal ini mengindikasikan adanya dampak tertunda di mana pada awal reformasi regulasi yang meningkatkan efisiensi ekonomi mendorong peningkatan aktivitas industri dan konsumsi energi, sehingga menambah tekanan terhadap lingkungan.

Namun, dalam jangka berikutnya, efeknya berbalik arah dikarenakan sistem yang telah diimplementasi mulai beradaptasi dengan regulasi yang lebih efisien yang  bermuara pada peningkatan praktik produksi yang lebih bersih dan efisien energi. Temuan kajian ini menegaskan bahwa pemerintahan Presiden Prabowo perlu mereformasi regulasi yang dirancang secara bertahap, berkelanjutan, dan bertanggung jawab agar manfaat ekonomi dapat terwujud tanpa memperburuk kondisi ekologis dalam jangka panjang.

Untuk membaca laporan lengkapnya, silakan akses kajian dalam INDONESIA 2025 oleh Putu Rusta Adijaya, Peneliti Bidang Ekonomi The Indonesian Institute.

 

Selamat membaca.

Loader Loading...
EAD Logo Taking too long?

Reload Reload document
| Open Open in new tab

Download [798.60 KB]

Komentar