Upaya Pemerintah dalam Mendorong Belanja Berkualitas

Kementerian Keuangan saat ini sedang menyusun aturan mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan. Aturan tersebut nantinya akan dibuat dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang bernama PMK Pengelolaan Anggaran. Mengutip dari Kumparan (27/6/2023), rencana aturan baru tersebut disampaikan oleh Direktur Sistem Penganggaran Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Lisbon Sirait. Aturan baru disinyalir akan membuat anggaran belanja menjadi lebih efisien dan efektif. Selain itu, rencana aturan baru mengenai penganggaran diproyeksikan akan mengurangi tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi, terutama di lingkungan Kementerian/Lembaga (K/L).

Sebelumnya, terdapat 29 regulasi terkait yang memuat perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan. Dengan adanya aturan baru, akan lebih menyempurnakan aturan sebelumnya, sehingga mengurangi peraturan yang tumpang tindih selama ini (Kumparan, 27/6/2023). Menurut Lisbon Sirait, dalam PMK ini akan disempurnakan terkait penjabaran prinsip belanja berkualitas, yang meliputi efisiensi, efektivitas, prioritas, transparansi, dan akuntabilitas. Terdapat juga simplifikasi proses bisnis revisi anggaran, simplifikasi dokumen dalam proses pembayaran dan penggunaan dokumen elektronik, serta tanda tangan elektronik tersertifikasi dalam aturan baru tersebut.

Adanya rencana penggabungan aturan tersebut besar kemungkinan akan membuat anggaran belanja lebih sehat dan berkualitas mengingat anggaran belanja untuk K/Lyang jumlahnya besar. Kemenkeu telah mengalokasikan anggaran sebanyak Rp1.000,8 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023. Secara kumulatif, Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan melaporkan telah menganggarkan Rp3.060 triliun pada APBN 2023 (bisnis.com, 19/1/2023). Besarnya alokasi anggaran akan berisiko memunculkan perilaku korupsi di lingkungan kementerian/lembaga.

Simplifikasi aturan untuk penganggaran sangat penting dilakukan mengingat kasus korupsi di Indonesia cukup tinggi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat bahwa jumlah tindak pidana korupsi berdasarkan instansi, kementerian/lembaga menduduki posisi kedua terbanyak setelah pemerintah kabupaten/kota. Begitu juga yang disampaikan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menyebutkan modus operandi tindak pidana korupsi sepanjang tahun 2022. Modus yang paling banyak dilakukan para tersangka adalah penyalahgunaan anggaran pemerintah dengan jumlah 303 kasus. Dari modus ini, kerugian negara ditaksir mencapai Rp17,8 triliun (Databoks, 16.3.2023).

Selain penyalahgunaan anggaran, ada juga modus kegiatan atau proyek fiktif, yang merugikan negara sebesar Rp543,89 miliar dan mark-up atau melebihkan anggaran yang ditaksir merugikan negara sebesar Rp879,37 miliar. ICW menyebut, dominasi tiga modus operandi yang kerap digunakan oleh pelaku tindak pidana korupsi ini menandakan lemahnya sistem pengawasan negara dalam kegiatan pembangunan, serta indikasi masifnya korupsi yang berkaitan dengan proses pengadaan barang dan jasa.

Mengingat risiko korupsi yang tinggi dapat mengakibatkan kerugian besar bagi negara, maka penyempurnaan aturan penganggaran untuk pembiayaan kementerian/lembaga yang lebih sehat wajib untuk dilakukan dan diawasi bersama. Namun, perlu Kementerian Keuangan perlu membuat batasan dalam aturannya mengenai sejauh mana hal-hal yang dapat diatur. Hal ini penting agar kementerian dan lembaga juga dapat lebih fleksibel dalam mengajukan pembiayaan untuk menjalankan program-programnya.

Setelah aturan diterbitkan menjadi PMK Pengelolaan Anggaran, bukan berarti keamanan dari korupsi sepenuhnya hilang. Kementerian Keuangan harus bekerja sama dengan KPK secara transparan dan suportif dalam penegakan perilaku tindak pidana korupsi. Misalnya, dengan rutin melakukan monitoring dan evaluasi bersama organisasi masyarakat sipil untuk menciptakan keselarasan guna mewujudkan good governance dalam pelaksanaan kebijakan yang tepat sasaran dan mendukung kemakmuran masyarakat.

 

 

Nuri Resti Chayyani

Peneliti Bidang Ekonomi

The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII)

nurirestic@theindonesianinstitute.com

Komentar