Hasil Pemilihan Umum (pemilu) tahun 2019 yang lalu masih menyisakan persoalan terkait keterpilihan perempuan yang masih belum mampu mencapai 30 persen. Padahal, sudah terdapat kebijakan afirmasi untuk mendorong perempuan terlibat aktif dalam perpolitikan Indonesia. Menurut Nadezhda Shvedova, kebijakan afirmasi merupakan alat penting untuk mempertahankan paling tidak 30 persen perempuan agar tetap berada pada tingkat pembuatan keputusan (Shvedova, 2000).
Salah satu bentuk kebijakan afirmasi adalah penerapan kuota 30 persen perempuan. The International Institute for Democracy and Electoral Assistance (International IDEA) menjelaskan terdapat tiga bentuk umum dalam penerapan kuota. Pertama, reserved seat, yaitu memberikan sejumlah kuota pasti untuk perempuan di dalam parlemen. Kedua, legal candidate quotas, yaitu menerapkan sejumlah kuota pada daftar kandidat. Ketiga adalah political party quotas, yaitu menerapkan kuota pada partai politik.
Indonesia menerapkan kebijakan afirmasi berupa legal candidate quotas dan political party quotas. Hal ini tertuang dalam Pasal 245 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang menjelaskan bahwa salah satu syarat untuk menjadi peserta pemilu adalah dengan menyertakan sekurang-kurangnya 30 persen keterwakilan perempuan di daftar bakal calon. Selain itu, pada Pasal 2 ayat 5 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik dijelaskan bahwa kepengurusan partai politik tingkat pusat disusun dengan menyertakan paling sedikit 30 persen keterwakilan perempuan.
Melihat masih belum tercapainya 30 persen perempuan di DPR RI, maka penting untuk melihat kembali penerapan kebijakan afirmasi di partai politik, khususnya terkait penerapan 30 persen perempuan di struktur kepengurusan partai politik di tingkat pusat. Hal ini berangkat dari argumen Hidayah (2020) yang menjelaskan bahwa salah satu kunci keberhasilan dari kebijakan afirmasi adalah komitmen dari partai politik. Oleh karena itu, The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII) akan menggelar diskusi publik daring dengan judul “Melihat Kembali Penerapan Kebijakan Afirmasi di Partai Politik”.
Pengantar diskusi oleh:
- Ahmad Hidayah, Peneliti Bidang Politik, The Indonesian Institute
- Eva Yuliana, Anggota DPR RI, Fraksi Nasional Demokrat (Nasdem)
- Dea Tunggaesti, Sekretaris Jenderal DPP Partai Solidaritas Indonesia
- Sri Budi Eko Wardani, Akademisi Universitas Indonesia
Download Rangkuman, Materi dan Dokumentasi