Tingginya tingkat mobilitas masyarakat dengan minimnya kualitas dan kuantitas armada layanan transportasi
publik di sebagian besar daerah perkotaan di Indonesia mendorong munculnya inovasi baru dalam dinamika sistem transportasi di dalam negeri. Hampir tiga tahun lamanya sejak 2013, aplikasi bernama Grab, GoJek, dan Ubersudah jamak terdengar di telinga masyarakat perkotaan. Ketiga aplikasi tersebut merupakan sistem pemanggil armada transportasi digital melalui perangkat telepon pintar yang selanjutnya lebih dikenal dengan istilah transportasi berbasis aplikasi atau transportasi daring (online).
Berangkat dari prinsip kebebasan dalam bergerak (freedom of mobility), transportasi daring diciptakan untuk menjawab tantangan sistem transportasi yang efektif untuk membantu masyarakat dalam mobilisasi. Terutama di kota-kota besar dimana tingkat mobilitas masyarakat cukup bahkan sangat tinggi, misalnya seperti di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek), Bandung, Yogyakarta dan masih banyak kota lainnya
Tidak dapat dipungkiri bahwa selama periode waktu tersebut, mayoritas masyarakat merasa diuntungkan dengan keberadaan transportasi daring. Setidaknya ada dua alasan mengapa masyarakat memilih transportasi online sebagai preferensi utama. Pertama, harga yang ditetapkan relatif lebih murah dan minim spekulasi dari pihak pengemudi. Penumpang tidak perlu direpotkan kembali dalam skema tawar menawar yang lumrah dilaksanakan pada armada konvensional. Kedua, penumpang tidak perlu lagi mencari kendaraan yang siap tersedia. Pengemudi lah yang kemudian akan datang menghampiri penumpang di tempat yang telah disepakati. Dari hal ini tentu ada waktu yang dapat disisihkan untuk hal yang jauh lebih produktif.
Tidak hanya dari sisi penumpang saja, pihak mitra – dalam hal ini pengemudi – juga sudah tentu banyak mendapatkan keuntungan. Selain memperoleh penghasilan tambahan dengan menjajakan jasa antaran, mereka juga dapat bekerja dalam waktu yang relatif lebih fleksibel. Jenis pekerjaan dengan waktu yang lebih lentur ini tentu akan memberikan peluang kerja tambahan bagi masyarakat. Kendaraan yang sebelumnya hanya digunakan untuk kepentingan pribadi, kini jadi pendapatan tambahan. Namun, seiring berjalannya waktu, kehadiran transportasi online mendapat banyak tantangan, yaitu: tantangan sosiologis maupun tantangan yuridis.
Tantangan Sosiologis
Secara sosiologis, tantangan yang harus dihadapi adalah perlawanan sebagian pihak yang merasa tidak diuntungkan dengan kehadiran transportasi online. Meskipun kehadiran transportasi online disambut baik oleh sebagian besar masyarakat, terutama konsumen atau pengguna layanan, namun sebagian pihak yang lain ada yang merasa dirugikan oleh kehadiran transportasi online tersebut.
Salah satu pihak yang merasa dirugikan adalah pengemudi taksi konvensional. Hal ini dapat dipahami karena beralihnya masyarakat ke transportasi online membuat pasar taksi konvensional menurun. Pada 22 Maret 2016, kita belum lupa kekacauan yang terjadi di banyak jalan protokol di Ibukota Jakarta sebagai aksi demonstrasi atau perlawanan taksi konvensional terhadap kehadiran transportasi online. Kejadian ini tentu tidak hanya merugikan pengemudi taksi dan ojek online saja sebagai target utama, namun masyarakat secara luas juga turut menjadi korban.
Masyarakat yang sebelumnya sudah sulit mendapatkan layanan transportasi publik yang aman, nyaman, dan dengan harga yang murah, semakin diperparah dengan kekosongan armada dan juga kemacetan yang ditimbulkan akibat demonstrasi. Waktu penting yang sejatinya dapat digunakan untuk menghadiri rapat atau bertemu dengan klien penting menjadi terbuang secara sia-sia dan pastinya mengeluarkan biaya-biaya eksternal lainnya. Kehadiran dari regulasi yang mengatur transportasi perlu ditinjau kembali dan jangan sampai kekacauan yang sama menjadi berseri.
Tantangan Yuridis
Secara yuridis ,tantangan yang harus dihadapi oleh transportasi online adalah keberadaannya yang belum diatur di dalam ketentuan perundang-undangan sehingga kemudian ia dipandang ilegal. Memang tidak salah mengatakan bahwa keberadaan transportasi online, dengan segala macamnya, secara hukum adalah ilegal. Sebab menurut Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU No. 22/2009) dan Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan (PP No. 74/2014) hanya diatur bahwa pengangkutan orang dengan kendaraan umum dilakukan dengan menggunakan mobil bus atau mobil penumpang.
Secara tekstual dapat diartikan bahwa kendaraan bermotor umum hanya ada dua yakni mobil bus atau mobil penumpang. Tetapi secara kontekstual tidak dapat kita nafikan bahwa kendaraan beroda dua, misalnya ojek, baik ojek pangkalan maupun ojek online, dan kendaraan beroda tiga yakni bajaj misalnya, diakui dan diterima oleh masyarakat sebagai transportasi publik alternatif. Meskipun dalam undang-undang selama ini tidak diatur. Semua itu baru dirasakan bermasalah setelah kehadiran transportasi online.
Dengan demikian, ada dua permasalahan yakni di satu sisi transportasi yang “ilegal” itu dibutuhkan masyarakat. Di sisi lain, hukum belum mengatur dan harus diakui penegakan hukum yang sudah ada selama ini lemah. Oleh karena itu, tugas hukum secara responsif selanjutnya adalah mewadahi apa yang menjadi kepentingan masyarakat di dalam peraturan perundang-undangan.
Kami memandang bahwa tidak berarti bahwa ojek misalnya, baik konvensional maupun online dibutuhkan masyarakat lalu kita bisa mengesampingkan hukum. Melainkan kita harus merespon apa yang dibutuhkan masyarakat baik selaku konsumen maupun produsen dengan memberikan perlindungan dan jaminan hukum terhadap kebebasan ekonomi.
Peran Pemerintah
Dalam beberapa dekade belakangan ini terlihat bahwa dinamika ekonomi-politik menuju titik minimalnya peranan negara dan pada saat yang bersamaan mencapai titik maksimal peran pengusaha. Ketika badan publik yang menjadi sandaran pengelolaan kepentingan publik, maka pelayanan kepada publik mau tidak mau didasarkan pada kemampuan konsumen membayar, hal ini merupakan cara paling efisien dalam penyediaan transportasi buat rakyat.
Berkaitan dengan transportasi publik peranan dan tanggung jawab negara sangatlah penting. Konstitusi mengamanatkan dalam Pasal 34 ayat (3) bahwa Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum. Fasilitas pelayanan umum ini termasuk di dalamnya adalah transportasi publik. Negara bertanggung jawab mengandung makna bahwa negara, dalam hal ini pemerintah berwenang untuk mengelola, mengurus dan/atau mengatur. Untuk itu, kita mengacu kepada regulasi teknis sebagai implementasi dari amanat konstitusi yaitu UU No.22/2009.
Dalam ketentuan menimbang UU No. 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, huruf b dinyatakan bahwa perkembangan lingkungan strategis nasional dan internasional menuntut penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, otonomi daerah, serta akuntabilitas penyelenggaraan negara. Terkait transportasi online, kami perlu menggarisbawahi konteks ‘perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi’.
Dari sini dapat kita pahami bahwa undang-undang pun memiliki semangat untuk terbuka dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Artinya, keberadaan transportasionline kedepan sangat dimungkinkan untuk diatur secara tertulis dalam undang-undang atau peraturan pemerintah.
Berkaitan dengan pihak-pihak yang merasa dirugikan hal itu dapat dipahami adalah risiko dari kebebasan pasar untuk melakukan inovasi. Di era globalisasi dan perkembangan teknologi tidak dapat dipungkiri persaingan akan semakin ketat dan masyarakat dituntut semakin kreatif. Pemerintah tetap harus hadir secara cerdas untuk melakukan fungsi kontrol dan perlindungan bagi masyarakat khususnya dalam hal yang menyangkut kepentingan banyak orang.
Di samping itu, negara tidak perlu memihak pada salah satu moda transportasi. Kehadiran transportasi daring seharusnya menjadi dorongan bagi perusahaan transportasi umum yang resmi di bawah organisasi angkutan darat (Organda) untuk bersaing menciptakan inovasi dan meningkatkan kualitas pelayanan.
Selain itu dari aspek ekonomi, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa kehadiran transportasi online memberikan banyak manfaat. Masyarakat sebagai konsumen akan mendapatkan lebih banyak lagi pilihan moda transportasi. Dalam ilmu ekonomi, semakin banyak produsen maka persaingan di pasar akan mengarah kepada pasar persaingan sempurna.
Dengan kondisi ini, kerugian-kerugian yang ditimbulkan akibat kegagalan pasar dapat diminimalisir dengan baik. Kesejahteraan masyarakat yang terenggut atau dalam bahasa ekonomi disebut Dead Weight Loss yang biasanya terjadi di pasar monopoli, dapat diselesaikan. Kekuatan monopoli dapat menghalangi sebagian kelompok konsumen yang ingin mengkonsumsi barang atau jasa perusahaan, tetapi tidak mempunyai daya beli yang cukup akibat penetapan harga yang tinggi. Kehadiran transportasi online tentu akan berdampak pada keseimbangan harga yang baru.
Pilihan moda transportasi konvensional, seperti taksi misalnya yang industrinya hanya dikuasai oleh beberapa perusahaan saja di pasar tentu menyulitkan konsumen. Bisa jadi karena harga yang diterapkan tidak dapat dijangkau oleh masyarakat. Dengan demikian, ketika masyarakat beralih menggunakan transportasi online, hal ini bagian dari kebebasan dalam menentukan pilihan moda transportasi.
Sumber: Suarakebebasan.