Sepanjang rentang perjalananan bangsa ini, kini Indonesia telah resmi dipimpin oleh Presidennya yang ketujuh. Joko Widodo pria yang akrab dipanggil Jokowi merupakan presiden ke tujuh Indonesia yang dilantik 20 Oktober 2014.
Acara pelantikan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden menjadi peristiwa sejarah bangsa ini. Berbeda dengan pelantikan presiden sebelumnya, acara pelantikan Jokowi-JK dihelat secara meriah dengan dengan mengikutsertakan seluruh lapisan masyarakat. Kirab budaya dan konser tiga jari menjadikan acara pelantikan tersebut menjadi pesta rakyat.
Sejumlah media internasional pun turut memberitakan pelantikan Jokowi ini. Al Jazeera menyebut Jokowi seperti Barack Obama-nya orang Indonesia. “Di Indonesia, demokrasi baru dari Barack Obama versi negara itu akan jadi harapan besar. Pelantikan ini bahkan lebih meriah daripada acara sumpah Obama saat menjadi Presiden Amerika Serikat,” tulis Al Jazeera. Acara pelantikan Jokowi yang juga disebut sebagai “pesta rakyat” juga dibahas oleh Channel News Asia (tempo.co, 20/10).
Bahkan pelatikan Jokowi-JK ini berimbas kepada penguatan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Rupiah terus menguat pada awal perdagangan selasa pagi. Pagi ini rupiah dibuka menguat ke posisi 12.004 dibanding penutupan kemarin yang berada pada posisi 12.032 (kompas.com, 21/10).
Melihat fenomena diatas penulis melihat terdapat beberapa catatan dalam rangka pelantikan Jokowi menjadi presiden pada tanggal 20 Oktober ini. Pertama, terpilihnya Jokowi-JK menjadi presiden dan wakil presiden 2014-2019 menandakan demokrasi telah berjalan maju dari waktu ke waktu. Jokowi yang bukan berasal dari darah biru pemimpin nasional, berhasil meyakinkan rakyat dengan model kepemimpinannya. Model kepemimpinan yang memang dibutuhkan rakyat hari ini.
Kedua, partisipasi dukungan rakyat yang tinggi menjadi modal bagi Jokowi guna mengarungi pemerintahan lima tahun ke depan. Dukungan dan kepercayaan rakyat harus benar-benar dimanfaatkan oleh Jokowi untuk mewujudkan janji-janji politiknya selama masa kampanye yang lalu. Akan tetapi yang menjadi catatan, partisipasi ini harus didorong dengan saluran yang jelas.
Pekerjaan rumah bagi pemerintahan Jokowi-JK untuk dapat merumuskan saluran partisipasi masyarakat yang ideal guna mewujudkan harapan seluruh rakyat Indonesia.
Ketiga, kelihaian komunikasi politik Jokowi akan diuji melihat konfigurasi politik saat ini, dimana parlemen cenderung didominasi oleh partai-partai oposisi. Komunikasi politik yang efektif sangat penting untuk mendorong proses rekonsiliasi elite nasional pasca pilpres serta membangun hubungan kemitraan yang baik antara pemerintah dan parlemen selama lima tahun ke depan. Komunikasi politik yang efektif Jokowi dengan partai koalisi serta oposisi juga akan mendapatkan respon positif pasar sehingga akan berdampak pada stabilitas ekonomi. Selamat bekerja presiden ke tujuh.
Arfianto Purbolaksono, Peneliti Politik di The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research. arfianto@theindonesianinstitute.com