Papua seperti tak lepas dari masalah, baik ekonomi, sosial, politik hingga keamanan. Pemerintah Indonesia juga belum berhasil menyelesaikan masalah-masalah yang ada di Papua ini meski sudah triliunan rupiah digelontorkan ke negeri paling timur Indonesia itu.
Utusan Khusus Presiden RI untuk Dialog Papua, Farid Husain, menyatakan, pemerintah bertekad menyelesaikan semua masalah itu. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan melakukan dialog dengan rakyat Papua.
Farid Husain yang sudah menemui satu kelompok milisi bersenjata di hutan Papua itu mengatakan, prinsip penyelesaian konflik menurutnya sama dengan menyelesaikan konflik rumah tangga, yaitu saling berkomunikasi antara sesama anggota keluarga dan jangan diintervensi oleh pihak luar. Dia mengatakan bahwa konflik itu hadir karena adanya kekecewaan terhadap pemerintah pusat yang muncul terus-menerus dan berkepanjangan.
Farid menambahkan, penyebabnya adalah adanya diskriminasi dan mereka merasa tidak diperhatikan. “Hal ini juga yang saya lakukan saat berproses di Aceh, saya sebagai utusan pemerintah di sana juga berdialog intensif dengan Gerakan Aceh Merdeka,” kata Farid saat berdiskusi di The Indonesian Forum, Kamis 8 Desember 2011.
Direktur Eksekutif The RIDEP Institute, Amiruddin Al Rahab, menambahkan, hal lain yang penting adalah pendekatan keamanan yang diterapkan di Papua sudah tidak bisa digunakan lagi. Sementara strategi dialog juga menimbulkan pro-kontra.
“Bagi pihak pro mengatakan ingin mendahulukan dialog baru kemudian pembangunan, tapi bagaimana jika dialog berlangsung pada jangka panjang, oleh karena itu percepatan pembangunan di Papua menjadi sangat penting. Meskipun selama ini sudah ada Otsus dengan uang yang banyak tapi tidak membuahkan hasil karena ketidaksiapan pemerintah Papua dan juga ketidaksiapan pemerintah pusat,” kata Amiruddin.
Profesor Riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Ikrar Nusa Bhakti, mengatakan ada banyak lapisan yang saling berkaitan dalam konflik Papua ini, yaitu antara sesama Papua, Papua dengan Jakarta, ataupun Papua dengan perusahaan yang ada di wilayah itu.
“Jika dialog ingin dilakukan, ada hal yang perlu diingat bahwa perlu ada pakta politik apa yang harus dilakukan terkait pelanggaran-pelanggaran dari kedua belah pihak dari masa lalu, jika itu tidak dilakukan maka kedamaian itu tidak akan berlangsung lama,” kata dia.
Ikrar mengatakan hasil penyelidikan Polri yang mengatakan tidak ada uang US$14 juta USD dari Freeport ke Polri adalah kebohongan. Ada dokumen resmi dari Freeport yang menyatakan transaksi itu memang ada.
Selain itu, kata Ikrar, pendidikan juga perlu diperhatikan. Menurutnya, dari tahun 1965 hingga saat ini, tidak ada bedanya. Di tingkat SD masih banyak anak-anak yang bersekolah, sementara di tingkat SMP dan SMA masih sangat sedikit.
Sumber: Vivanews.com.