Jakarta: Popularitas para artis di Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019 jadi sorotan parpol untuk mendulang suara. Namun, menggaet artis tak serta merta membuat suara parpol melejit.
Pengamat politik dari Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) Djayadi Hanan mengatakan artis masuk dalam kategori figur calon. Namun, poluparitas saja tidak cukup.
“Partai harus memastikan bahwa artis atau selebriti di dapil itu harus orang yang bukan sekadar mengandalkan popularitasnya, tapi orang yang bisa memiliki integritas, baik moral maupun hukum,” kata Djayadi dalam sebuah diskusi di The Indonesian Institute (TII), Jalan HOS Cokroaminoto, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa, 17 Juli 2018.
Selain itu, lanjut Djayadi, artis yang dipilih menjadi caleg juga harus punya kompetensi. Kapabilitas artis jadi pertimbangan penting agar pemilih menjatuhkan pilihannya kepada partai tersebut.
“Minimal dia memiliki kompetensi di bidangnya. Kompetensi yang dia miliki bisa digunakan nantinya untuk partai ketika partai itu menduduki kursi di DPR. Jadi harus digabungkan dengan integritas dan kapasitas artis yang memadai,” sebut Djayadi.
Dia mengungkapkan, ada tiga faktor yang membuat suara parpol melejit di Pemilu. Kekuatan mesin partai, efek ekor jas (coattail effect), dan figur calon di daerah pemilihan (dapil).
“Partai yang akan menang adalah partai yang bisa mengombinasikan ketiga itu. Di dapil, mereka harus punya kandidat yang populer dan akseptabilitas tinggi,” ujarnya.
Pendaftaran bakal calon anggota legislatif (bacaleg) berakhir hari ini, Selasa, 17 Juli 2018. Dari pendaftaran itu, Partai NasDem jadi sorotan lantaran mendaftarkan sederet artis papan atas.
Sekjen Partai NasDem Jhonny G Plate mengaku mendaftarkan kalangan selebritas menjadi bacaleg bukan sekadar melihat faktor popularitas. NasDem yakin artis-artis yang diusungnya punya potensi untuk berkecimpung di dunia politik.
Faktor popularitas para artis yang diusung NasDem tak serta merta memberikan keuntungan elektoral bagi partai. Namun, kerja politik yang dibutuhkan untuk mendongkrak elektoral.
“Tentu perlu ada kerja politik supaya menjadi basis elektoral, setelah basis elektoral perlu juga ada kerja politik sehingga dia punya basis elektabilitas. Setelah punya basis elektabilitas masih perlu juga kerja-kerja politik supaya terpilih di TPS, dan masih panjang,” tutur Jhonny di kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta Pusat, Senin, 16 Juli 2018.
Sumber: Medcom.id