Badan Pusat Statistik (BPS) resmi mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia Kuartal I-2021 pada awal Mei kemarin. Tercatat ekonomi Indonesia kuartal I-2021 terhadap kuartal I-2020 mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar -0,74 persen (year-on-year/yoy). Kendati demikian, kondisi ini menunjukkan adanya perbaikan jika dibandingkan kuartal IV-2020 di mana pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya tumbuh sebesar -2,19 persen. Dengan demikian, agaknya pola pemulihan ekonomi Indonesia akan mengarah menuju bentuk Swoosh Shape yang mana pola perbaikannya akan lebih panjang. Namun, hal ini tetap menunjukkan adanya perbaikan seperti sebelum resesi. Lebih lanjut, tulisan ini akan memberikan gambaran mengenai kondisi perekonomian Indonesia pada kuartal I-2021 dari sisi produksi maupun sisi pengeluaran.
Melambatnya Beberapa Sektor
Jika kita lihat penyebabnya, ada beberapa sektor yang mengalami perlambatan pertumbuhan pada Kuartal I-2021. Misalnya, lapangan usaha yang mengalami kontraksi pertumbuhan cukup dalam diantaranya transportasi dan pergudangan sebesar 13,12 persen (yoy). Adapun terkontraksinya lapangan usaha ini disebabkan masih diberlakukannya kebijakan pembatasan sosial berskala mikro dan juga penerapan protokol kesehatan. Hal ini membuat permintaan akan moda transportasi mengalami penurunan sehingga berdampak terhadap melemahnya Produk Domestik Bruto (PDB) sektor ini.
Tidak hanya itu, lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan-minum juga terkontraksi sebesar sebesar 7,26 persen (yoy). Disinyalir, hal ini diakibatkan masih ditutupnya akses pintu masuk bagi para wisatawan, baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan lokal. Kondisi ini yang mengakibatkan permintaan terhadap kebutuhan akomodasi dan makan-minum mengalami kelesuan. Kemudian, jasa perusahaan juga terkontraksi sebesar 6,10 persen (yoy); jasa lainnya sebesar 5,15 persen dan jasa keuangan dan asuransi sebesar 2,99 persen.
Sebaliknya, ada beberapa lapangan usaha yang mengalami pertumbuhan positif, yaitu informasi dan komunikasi sebesar 8,72 persen (yoy). Hal ini disebabkan dengan kebijakan pembatasan sosial yang mengharuskan banyak perusahaan dan sekolah bekerja dari rumah, maka membuat permintaan akan kebutuhan sarana informasi dan komunikasi, seperti handphone, komputer, dan laptop, serta akses internet mengalami kenaikan yang signifikan. Selain itu, pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang juga tumbuh sebesar 5,49 persen (yoy), mengingat saat ini banyak masyarakat yang lebih banyak menghabiskan waktu di rumah membuat limbah domestik serta kebutuhan akan air juga turut mengalami kenaikan. Sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial juga tumbuh sebesar 3,64 persen (yoy) seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan kebutuhan kesehatan yang memadai. Sektor pertanian, kehutanan dan perikanan juga tumbuh sebesar 2,95 persen (yoy); pengadaan listrik dan gas sebesar 1,68 persen (yoy); dan real estate sebesar 0,94 persen (yoy).
Tertahan dan Terhambat
Lebih lanjut, dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi kuartal I-2021 menunjukkan bahwa semua komponen pengeluaran tercatat mengalami perbaikan, namun Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) masih membatasi pemulihan terutama di komponen konsumsi rumah tangga. Tercatat, pertumbuhan komponen konsumsi rumah tangga pada kuartal I-2021 membaik menjadi -2,2 persen (yoy). Sementara itu, komponen pertumbuhan belanja pemerintah juga semakin menguat menjadi 3 persen (yoy) dari 1,8 persen (yoy) di kuartal IV-2020. Seiring dengan itu, pertumbuhan ekspor dan impor tahunan juga meningkat signifikan menjadi 6,7 persen (yoy) dan 5,3 persen (yoy) dari sebelumnya sebesar -7,2 persen (yoy) dan -13,5 persen (yoy) di kuartal IV-2020.
Lebih lanjut, struktur pertumbuhan ekonomi Indonesia menurut pengeluaran atas dasar harga berlaku kuartal I-2021 tidak menunjukkan perubahan yang berarti. Perekonomian Indonesia masih didominasi oleh komponen konsumsi rumah tangga yang mencakup lebih dari separuh PDB Indonesia, yaitu sebesar 56,93 persen; diikuti oleh komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) sebesar 31,98 persen; komponen ekspor barang dan jasa sebesar 19,18 persen; komponen pengeluaran belanja pemerintah sebesar 6,70 persen; komponen Lembaga Non-Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) sebesar 1,23 persen; dan komponen perubahan inventori sebesar 2,76 persen. Sementara itu, komponen impor barang dan jasa sebagai faktor pengurang dalam PDB memiliki peran sebesar 18,09 persen.
Perlu Kerja Keras
Untuk itu diperlukan kerja keras dari pemerintah untuk mengupayakan dan mendorong percepatan vaksinisasi agar masyarakat dapat beraktivitas seperti sediakala. Bagi daerah yang masih menjadi zona merah maka pemerintah harus mempertahankan pembatasan kegiatan masyarakat untuk mencegah peningkatan kasus harian COVID-19.
Selain itu, percepatan realisasi belanja pemerintah juga menjadi kian penting untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi. Mengingat saat ini hanya komponen pengeluaran pemerintah yang masih dapat diandalkan, jika dibandingkan dengan komponen lainnya dari sisi pengeluaran. Terakhir, perlu perubahan strategi ekspor di tengah perlambatan permintaan dunia, maupun ketidakpastian perekonomian global dan pengembangan ekonomi regional, khususnya di luar Pulau Jawa agar terjadi pemerataan.
Rifki Fadilah, Peneliti Bidang Ekonomi The Indonesian Institute, rifki@theindonesianinstitute.com