Penguatan Demokrasi Internal Partai Politik Melalui Konvensi Calon Presiden

Di penghujung tahun 2021, sudah banyak nama-nama politisi yang masuk ke dalam bursa calon presiden di Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024. Laporan The Indonesian Institute (TII), Center for Public Policy Research dalam “Indonesia 2021: Komunikasi Politik Calon Presiden Potensial Melalui Platform Media Sosial Tahun 2021” mengatakan bahwa setidaknya ada tujuh nama yang masuk ke dalam bursa calon presiden, yaitu Prabowo Subianto, Sandiaga S. Uno, Ganjar Pranowo, Ridwan Kamil, Anies Baswedan, Puan Maharani, dan Agus Harimurti Yudhoyono (Hidayah, 2021). Selain itu, beberapa lembaga survei di tahun 2021 juga telah merilis beberapa nama calon presiden potensial yang diprediksi akan maju di Pemilu 2024.

Menarik untuk diperhatikan jelang Pemilu 2024 adalah dukungan partai politik terhadap para politisi ini. Dalam sejarah pemilihan presiden di Indonesia, partai politik cenderung menyembunyikan alasannya mengapa mendukung seorang kandidat.

Sebagai contoh, pada Pemilu 2014 lalu, publik tidak pernah mengetahui alasan mengapa Joko Widodo (Jokowi) dicalonkan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) selain karena Ia merupakan kader partai tersebut dan memiliki popularitas serta elektabilitas yang tinggi.

Contoh selanjutnya adalah ketika jelang Pemilu 2019, isu yang berkembang di publik saat itu adalah Mahfud MD yang akan mendampingi Jokowi sebagai calon wakil presiden. Namun, pada akhirnya, Jokowi bersama dengan para ketua umum partai koalisi justru mengumumkan nama Ma’ruf Amin sebagai kandidat wakil presiden.

Melihat contoh diatas, hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Gallagher and Marsh´s (1988) bahwa penentuan kandidat oleh partai politik ibarat “secret garden” atau penuh dengan kerahasiaan.

Sebenarnya, ada mekanisme yang dapat dilakukan oleh partai politik dalam menentukan calon presiden dengan cara yang demokratis, terbuka, dan transparan, yaitu melalui mekanisme konvensi. Secara sederhana, konvensi calon presiden dapat diartikan penentuan calon presiden yang akan diusung oleh partai politik dengan aturan tertentu. Terdapat beragam model konvensi, misalnya melalui pemilihan internal partai politik yang melibatkan anggota partai, ataupun pemilihan umum pendahuluan yang melibatkan publik. Pemenang dalam konvensi akan dijadikan kandidat calon presiden oleh partai politik tersebut sebagai calon presiden.

Penentuan calon presiden oleh partai politik sebenarnya telah dilakukan beberapa kali di Indonesia. Misalnya, konvensi yang dilakukan oleh Partai Golkar di saat kepemimpinan Akbar Tandjung periode 1998-2004. Saat itu, terdapat 19 calon presiden yang mengikuti konvensi yang pada akhirnya dimenangkan oleh Wiranto. Namun sayangnya, Wiranto yang benar-benar diusung oleh Partai Golkar dengan menggandeng Salahuddin Wahid gagal memenangkan pemilihan presiden tahun 2004.

Konvensi juga pernah dilakukan oleh Partai Demokrat menjelang pemilihan presiden tahun 2014. Pada saat itu, partai Demokrat mengumumkan bahwa Dahlan Iskan yang memenangi kontestasi tersebut. Namun sayangnya, Dahlan Iskan batal diusung lantaran partai Demokrat gagal memperoleh cukup suara untuk dapat mengusung calon sendiri.

Walaupun tidak ada jaminan bahwa partai politik yang mengadakan konvensi akan memenangkan pemilu presiden, namun ada beberapa catatan positif jika partai politik menggunakan mekanisme konvensi dalam menentukan calon presiden.

Pertama, disaat publik semakin ragu dengan demokrasi di internal partai politik, upaya melakukan konvensi dapat menjadi cara untuk mengembalikan kepercayaan publik. Citra yang terbangun adalah partai yang demokratis, transparan dan terbuka.

Kedua, bagi partai politik yang tidak memiliki kader yang mumpuni dengan kapabilitas, popularitas, serta elektabilitas, metode ini dapat menjadi cara untuk menjaring calon presiden potensial diluar dari partai politik tersebut.

Ketiga, jika partai politik justru memiliki lebih dari satu calon kandidat, misalnya seperti PDIP saat ini yang memiliki dua calon presiden potensial yaitu Ganjar Pranowo dan Puan Maharani, konvensi dapat dilakukan walaupun kedua kandidat berasal dari internal partai tersebut.

Inti dari konvensi adalah membuka kesempatan bagi siapa saja untuk dapat mencalonkan diri sebagai calon presiden dengan mekanisme yang jelas, transparan, jujur, dan adil. Hal ini tentu merupakan pertanda baik bagi demokrasi di internal partai politik yang kini dianggap tidak transparan. Hal yang terpenting dari konvensi adalah bahwa partai politik sungguh-sungguh dalam menjalankan konvensi dan bukan hanya sebagai bentuk pencitraan ataupun hanya sekadar formalitas belaka, yang sebenarnya partai tersebut telah “mengantongi” nama yang akan diusung.

 

Ahmad Hidayah – Peneliti Bidang Politik, The Indonesian Institute ahmad@theindonesianinstitute.com

Komentar