Beberapa hari lalu, Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) merilis hasil
penelitian mereka tentang “Calon Wakil Presiden: Penilaian Elite, Opinion Leader, dan Massa Pemilih Nasional”. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh beragam studi dan pengalaman tentang pemilihan presiden (Pilpres), yang menunjukkan pentingnya faktor persepsi pemilih terkait tokoh yang berlaga dalam Pilpres maupun pemilihan kepala daerah (Pilkada).
Persepsi pemilih tesebut terutama berkaitan dengan opini pemilih atas “kualitas personal” para tokoh yang berkompetisi dalam persaingan politik, di mana opini pemilih juga dipengaruhi oleh informasi yang dimilikinya tentang para tokoh tersebut. Untuk itu, penelitian SMRC juga melibatkan informan yang kompeten dalam menilai kualitas personal tokoh secara lebih detail.
SMRC memilih para tokoh berdasarkan atas informasi yang berkembang di media massa, juga dari para elite dan opinion leader, sehingga survei yang dilakukan terbuka akan kemungkinan untuk update dan koreksi.
Nama-nama yang masuk dalam penelitian SMRC ini adalah Agus Harimurti Yudhoyono, Ahmad Heryawan, Airlangga Hartarto, Anies Baswedan, Budi Gunawan, Chairul Tanjung, Gatot Nurmantyo, Grace Natalie, Joko Widodo (Jokowi), M Romahurmuziy, M Sohibul Iman, M Yusril Ihza Mahendra, M Zainul Majdi, M Jusuf Kalla, Mahfud MD, Muhaimin Iskandar, Prabowo Subianto, Puan Maharani, Said Aqil Siradj, Sri Mulyani Indrawati, Syafruddin, dan Zulkifli Hasan.
SMRC melakukan wawancara mendalam dengan 12 narasumber dari elite yang berasal dari kalangan politisi dan teknokrat senior, intelektual nasional dengan reputasi luas, serta pengusaha yang masuk kelompok 50 orang terkaya di Indonesia. Selain itu, SMRC juga mewawancarai 93 orang opinion leader (pengamat, intelektual, atau peneliti yang biasa terekspos ke media massa, para pemimpin redaksi media massa) dari Jakarta dan beberapa kota besar di Indonesia.
Lebih jauh, SMRC melakukan survei nasional terhadap 2206 orang warga negara Indonesia yang punya hak pilih dan dipilih secara random juga diikutsertakan dalam penelitian SMRC tersebut. Untuk massa pemilih nasional, mengingat terlalu beratnya menilai para tokoh secara detail, penilaian yang ditanyakan disederhanakan menjadi suka atau tidak suka (akseptabilitas).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan SMRC di bulan Mei tersebut, kualitas personal merupakan hal yang sangat penting dalam menilai para tokoh yang berkompetisi dalam ajang politik. Terdapat lima kriteria personal sangat penting dalam menilai tokoh yang bersaing dalam Pilpres maupun Pilkada.
Kelima kriteria ini konsisten muncul dan dianggap penting, baik dari narasumber elite, opinion leader, maupun massa pemilih nasional. Kelima kriteria tersebut adalah integritas, kapabilitas, empati, akseptabilitas, dan kontinuitas.
Dari kelima kriteria ini, menurut narasumber dari kalangan elite, Jokowi dan Jusuf Kalla menempati skor rata-rata paling tinggi. Lebih jauh, tokoh yang masuk dalam 5 besar, secara berurutan adalah Mafud MD, Airlangga Hartarto, Chairul Tanjung, Sri Mulyani Indrawati, dan Said Aqil Siraj.
Pendapat opinion leader juga tampak sejalan dengan penilaian elite yang menempatkan Jokowi dan Jusuf Kalla dalam posisi teratas. Untuk nama-nama yang muncul dalam 5 besar, ada beberapa nama tokoh yang sama yang muncul di 5 besar dengan yang muncul dari elite. Hanya saja, urutan 5 besar dari pendapat opinion leader adalah Mahfud MD, Sri Mulyani Indrawati, Said Aqil Siraj, Airlangga Hartarto, dan M. Zainul Majdi.
Survei nasional SMRC menemukan bahwa paling suka Jokowi sebagai tokoh nasional. Tokoh-tokoh lain di luar Jusuf Kalla dan Prabowo yang disukai responden survei ini adalah Gatot Nurmantyo, Sri Mulyani Indrawati, Mahfud MD, M Zainul Majdi, dan Anies Baswedan.
Dengan demikian, penilaian para narasumber dan responden dari ketiga lapisan masyarakat terkait tokoh yang dinilai paling tinggi skornya berdasarkan kriteria personal tersebut tidak sepenuhnya sama. Namun, SMRC menemukan dari penelitian ini bahwa 2 nama muncul konsisten dari ketiga lapisan masyarakat dengan skor penilaian yang tinggi, yaitu Mahfud MD dan Sri Mulyani Indrawati.
Tulisan ini berusaha untuk mengulas temuan hasil penelitian SMRC ini, khususnya jika ingin mengaitkannya dengan upaya menggodok calon wakil presiden ideal untuk Jokowi di antara nama-nama para tokoh yang setidaknya muncul di penelitian ini. Yang buat saya cukup menarik, penting, serta melegakan adalah temuan yang menyebutkan bahwa kriteria personal dianggap sangat penting dalam menentukan tokoh yang dipilih.
Dan kriteria personal yang ditemukan penelitian SMRC ini, menariknya juga, lebih menunjukkan persepsi pemilih yang mengutamakan kriteria-kriteria seperti integritas, kapabilitas, empati, akseptabilitas, dan kontinuitas, dibandingkan kriteria terkait politik identitas, maupun aspek religiositas yang beberapa tahun terakhir mendominasi kompetisi politik di tanah air. Hasil penelitian SMRC juga menemukan bahwa integritas adalah kualitas personal yang sangat penting dari penilaian pemilih terhadap para tokoh.
Persepsi seperti ini sangat penting dan jelas relevan, terutama mengingat masih rentannya korupsi di Indonesia. Apalagi berdasarkan Indeks Persepsi Korupsi tahun 2017 yang dikeluarkan oleh Transparency International pada bulan Februari lalu menunjukkan bahwa Indonesia menempati peringkat ke-96 dari 180 negara di dunia dengan skor 37. Dengan skor yang sama, di tahun sebelumnya, Indonesia menempati posisi ke-90. Posisi ini juga mencerminkan masih lambatnya perkembangan negara dalam memberantas korupsi.
Temuan lain yang menarik adalah tidak adanya tokoh atau ketua partai yang masuk ke dalam 5 besar secara konsisten. Bahkan yang cukup menarik adalah Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), yang selama ini gencar mempromosikan diri untuk menjadi pendamping Jokowi, justru tidak masuk ke dalam 5 besar dalam temuan penelitian ini.
Temuan penelitian SMRC menunjukkan bahwa hanya Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Golkar, yang cukup konsisten masuk dalam 5 besar, itupun hanya berdasarkan penilaian elite dan opinion leader. Namun, dari segi penilaian oleh massa pemilih nasional, Airlangga juga dinilai memiliki kualitas yang tidak jauh berbeda dari tokoh-tokoh di partai lain.
Namun, jika melihat dari kebutuhan politik praktis dan strategis, Jokowi sudah sepatutnya mempertimbangkan Airlangga sebagai cawapres untuk berlaga di tahun 2019. Bukan hanya untuk memastikan 55 persen suara di Pilpres mendatang, namun juga melihat kriteria personal yang dimiliki Airlangga, baik sebagai seorang politisi (ketua umum partai politik besar yang masih mendominasi lembaga perwakilan di Senayan dengan suara 14,75 persen dari Pileg 2014), namun juga sebagai teknokrat, yang saat ini menjabat sebagai Menteri Perindustrian. Jokowi membutuhkan pendamping yang punya pengaruh politik yang kuat sekaligus piawai dalam menjalankan pemerintahan.
Hingga saat ini pun, Partai Golkar masih tampak solid dan sepakat untuk mengusulkan Airlangga sebagai calon wakil presiden untuk Jokowi di Pilpres 2019, terlepas dari kencangnya suara dari Partai Demokrat untuk menggadang Jusuf Kalla dan Agus Yudhoyono.
Di sisi lain, jika menilik hasil penelitian SMRC tersebut, Airlangga masih harus berkompetisi dengan dua nama lain yang cukup kuat dan muncul secara konsisten di penilaian para narasumber: Mahfud MD dan Sri Mulyani Indrawati. Penilaian dari para elite dan opinion leader masih berperan penting dalam memengaruhi pertimbangan politik maupun kebijakan pada umumnya, termasuk dalam memutuskan siapa tokoh-tokoh yang kuat dan potensial untuk berlaga di Pilpres mendatang, tidak hanya dari akseptabilitas namun dari elektabilitas.
Setidaknya, jika melihat temuan penelitian SMRC ini, dari kalangan elite dan perhitungan politik praktis dan strategis, memilih Airlangga bisa jadi pilihan politik yang potensial untuk Jokowi. Jokowi akan mampu mengamankan dukungan politik di satu sisi, namun juga memastikan bahwa wapresnya memiliki kriteria personal yang kuat dan kompeten sebagai seorang teknokrat maupun politisi.
Namun, di kalangan massa pemilih nasional, seperti yang ditunjukkan hasil riset SMRC, setidaknya berdasarkan temuannya kemarin, ketua dan tokoh partai politik jelas masih harus berjuang keras untuk memenangkan suara pemilih.
Tokoh-tokoh non-partai, setidaknya dari hasil riset ini, dengan prestasi yang menonjol seperti Sri Mulyani dan cukup menonjol di media seperti Mahfud MD, maupun tokoh-tokoh non-partai lainnya, jelas jadi pesaing yang patut diperhitungkan oleh kandidat cawapres dari partai. Apalagi mereka memiliki modal kuat terkait elektabilitas dan juga berpotensi untuk menjadi cawapres Jokowi. Dan Jokowi juga tentu akan mempertimbangkan persepsi pemilih.
Sumber: Qureta.com.