Menagih Komitmen Our Ocean Conference 2018

Indonesia telah sukses menyelenggarakan Our Ocean Conference (OOC) pada tanggal 29-30 Oktober 2018 di Bali. Meski digelar di provinsi yang sama dengan Annual Meeting World Bank (AMWB) 2018, perhatian publik kepada OOC tidak sebanyak perhatian pada AMWB kemarin. Padahal kita sebagai negara yang memiliki luas laut sebesar 2/3 dari total luas wilayah Indonesia, OOC ini memiliki peran yang penting. Oleh karena itu, tulisan ini mengangkat kembali isu OOC yang barang kali terlewat oleh publik karena besarnya atensi warga ke isu elektoral 2019 daripada isu kelautan. Tulisan ini akan memaparkan agenda pertemuan OOC dan beberapa kesepakatan yang dihasilkan dari OOC 2018 tersebut, serta beberapa rekomendasi yang perlu dijalankan oleh pemerintah pasca diselenggarakannya OOC 2018 tersebut.

Sebagai penyelenggara, Indonesia jauh-jauh hari telah menyodorkan 6 isu penting untuk dibahas dalam OOC 2018 (Bisnis Indonesia, 28/10). Pertama, isu terkait persoalan sampah plastik di laut. Isu ini sangat penting untuk diangkat karena persoalan polusi sampah plastik di lautan cukup membahayakan. Selain itu, Indonesia yang juga menjadikan kawasan pantai sebagai salah satu destinasi wisata strategis juga dirugikan oleh keberadaan sampah plastik.

Isu kedua yang dibahas ialah perluasan kawasan konservasi laut (marine protected area). Saat ini luasan kawasan konservasi terhitung sangat sempit dibanding konservasi darat. Padahal keberadaan biota laut juga tidak kalah penting untuk dilindungi seperti biota-biota di daratan. Isu ketiga yang diangkat oleh Indonesia ialah pengelolaan perikanan berkelanjutan dan memerangi illegal fishing seperti yang telah dilakukan oleh Indonesia beberapa tahun terakhir ini.

Agenda keempat yang diangkat oleh Indonesia yakni Maritime Security. Agenda ini penting untuk dibahas agar isu-isu kriminal, terorisme, penyelundupan, dan berbagai kejahatan lainnya di lautan dapat perhatian serius dari berbagai negara. Isu kelima ialah mengenai kebencanaan di laut terutama karena adanya perubahan iklim. Isu keenam yang dibahas ialah tentang Blue Economy sebagai suatu terobosan dalam mengangkat ekonomi wilayah pesisir.

 

Komitmen yang Dihasilkan

Dari isu-isu kunci yang disodorkan oleh Indonesia sebagai tuan rumah OOC 2018 tersebut, banyak komitmen yang dihasilkan untuk memajukan dan melindungi laut dari pencemaran lingkungan. Konferensi yang dihadiri oleh 1.908 delegasi dan 8 kepala negara dari 143 negara tersebut setidaknya menghasilkan 287 komitmen senilai USD $ 10,7 miliar untuk menjawab tantangan pengelolaan lautan. Selain itu, juga disepakati  adanya kawasan konservasi laut seluas 14 juta km persegi (Mongabay, 31/10).

Tidak hanya itu, di dalam OOC 2018, Mikronesia berkomitmen untuk mewujudkan transparansi 100% dalam bisnis perikanan tuna yang akan tercapai pada tahun 2023 melalui kombinasi pemantauan secara elektronik dan manual pada kapal penangkap ikan skala besar yang beroperasi di wilayah perairan mereka.

Komitmen juga datang dari pihak swasta. Perusahaan Coca-cola, yang oleh Aliansi Break Free From Plastic (BFFP) disebut sebagai salah satu dari tiga produsen sampah plastik terbesar di dunia, turut memberikan komitmen dengan meluncurkan World Without Waste dengan target 50% kemasan produknya menggunakan bahan daur ulang pada tahun 2025. Pada tahun 2030, targetnya 100% kemasannya dapat didaur ulang (Mongabay, 31/10).

Tidak hanya itu, OOC 2018, Conservation International (CI) Indonesia berkomitmen mewujudkan pendanaan abadi yang beranama Blue Hello S, insentif dari industri perikanan untuk memberikan pendanaan bagi wilayah konservasi di zona inti konservasi yang dikelilingi wilayah perikanan.

 

Komitmen Indonesia

Dalam OOC 2018, Indonesia juga berkomitmen untuk mengalokasikan dana sebesar USD 27,8 juta untuk kegiatan pengawasan kelautan dan perikanan termasuk penyediaan kapal patroli di laut, pengawasan di udara, operasi pusat komando, melakukan investigasi kejahatan kelautan dan perikanan, pengawasan konservasi laut, melibatkan masyarakat dalam pengawasan, serta memerangi penangkapan ikan yang merusak.

Terkait usaha untuk memerangi illegal fishing, Indonesia bersama 10 negara lainnya di bawah RPOA-IUU (rencana aksi regional untuk mengkampanyekan praktik penangkapan ikan yang bertanggung jawab dan memerangi illegal fishing) berkomitmen untuk meningkatkan dan memperluas manajemen perikanan di wilayah perairan agar menerapkan sumber daya perikanan dan lingkungan laut yang lebih berkelanjutan (kumparan.com, 05/11).

Aktualisasi Komitmen Penjagaan Laut

Namun, di masa mendatang, komitmen tersebut tidak dapat ditagih begitu saja karena komitmen yang ditelurkan dari OOC ini tidak diikat lewat perjanjian formal. Hal ini dikarenakan OOC sendiri sebagai forum yang pertama kali diadakan pada tahun 2014 memang merupakan konferensi yang bersifat sukarela bagi para pihak yang berpartisipasi didalamnya.

Oleh karena itu, agar berbagai komitmen yang dihasilkan OOC 2018 tersebut tidak menguap begitu saja, dibutuhkan usaha bersama untuk melacak komitmen di isu kelautan. Pelacakan yang dimaksud ialah untuk mengetahui rekam jejak dan komitmen yang sudah dijalankan selama ini.

Terobosan yang dapat dilakukan ialah dengan membuat platform berupa aplikasi yang dapat melihat sejauh mana komitmen para pihak tersebut telah dijalankan. Penilaian rutin dapat dilakukan setahun sekali setiap OOC digelar. Hal ini dapat meningkatkan motivasi para peserta untuk benar-benar menjalankan komitmen yang mereka ajukan di tahun-tahun sebelumnya. Tak kalah penting, kesadaran dan kepedulian masyarakat luas terhadap isu kelautan juga diperlukan agar komitmen tersebut direalisasikan bersama-sama dan mendapatkan pengawasan secara masif dari masyarakat.

 

 

Fadel Basrianto, Peneliti Bidang Politik The Indonesian Institute,

fadel@theindonesianinstitute.com

Komentar