Bank Dunia (Wolrd Bank) telah merilis Logistics Performance Index (LPI) setelah vakum selama 5 tahun (maritimindonesia.co, 23/4/2023). Hasilnya menunjukkan bahwa posisi Indonesia mengalami penurunan 17 peringkat dari peringkat 46 (2018) menjadi 63 (2023) dengan penurunan skor dari 3,15 menjadi 3,0. Hal tersebut perlu ada perhatian khusus untuk menjaga iklim perdagangan internasional, terutama pada bidang logistik karena akan berdampak pada rantai pasok dan neraca perdagangan nasional maupun internasional, khususnya bagi pelaku usaha skala mikro hingga skala besar.
Indeks performa logistik diukur menggunakan enam dimensi, yaitu infrastruktur terkait perdagangan dan transportasi, manajemen bea cukai dan perbatasan, kualitas layanan logistik, ketepatan waktu pengiriman, kemampuan untuk melacak kiriman, serta harga pengiriman internasional yang kompetitif. Dimensi performa logistik yang digunakan World Bank merupakan variable dasar dalam penilaian arus rantai pasok di suatu negara. Analisis Supply Chain Indonesia (SCI) menunjukkan dari enam dimensi LPI Indonesia 2018 dan 2023, yang mengalami kenaikan adalah Customs (dari 2,7 menjadi 2,8) dan Infrastructure (dari 2,895 menjadi 2,9).
Pada empat dimensi yang mengalami penurunan, penurunan terbesar terdapat di dimensi ketepatan waktu pengiriman (Timelines) (dari 3,7 menjadi 3,3) dan kemampuan untuk melacak kiriman (Tracking & Tracing) (dari 3,3 menjadi 3,0), diikuti International Shipments (dari 3,2 menjadi 3,0), dan manajemen bea cukai (Logistics Competence & Quality) (dari 3,1 menjadi 2,9). Penurunan tersebut menandakan bahwa perlu ada upaya dalam meningkatkan dimensi yang mengalami penurunan dengan menggunakan kemajuan teknologi demi terciptanya dunia logistik yang kondusif.
Sebelumnya, pada tahun 2010 Indonesia sudah menerapkan sistem Indonesia National Single Window (INSW). Penerapan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2008 Penggunaan Sistem Elektronik dalam Kerangka Indonesia National Single Window yang berlaku sejak tanggal 26 Februari 2008. Menurut definisinya, INSW adalah sistem nasional Indonesia yang memungkinkan dilakukannya suatu penyampaian data dan informasi secara tunggal, pemrosesan data dan informasi secara tunggal dan sinkron), dan pembuatan keputusan secara tunggal untuk pemberian izin kepabeanan dan pengeluaran barang.
Pada implementasinya, Fajar dan Rahman (2017) menyebutkan dampak positif penggunaan INSW adalah proses administrasi yang digunakan dalam perdagangan internasional menjadi lebih cepat, serta pemantauan pergerakan barang yaitu proses penyelesaian impor dari pelabuhan, pembongkaran barang, sandar barang, penumpukan dalam peti kemas, pengeluaran barang di pelabuhan menjad lebih efektif. INSW merupakan salah satu langkah kongkret pemerintah Indonesia untuk meminimalisir hambatan tarif dan non tarif dalam pertukaran terutama di wilayah global.
Selain itu, keberadaan INSW juga merupakan upaya mengurangi tindak pidana korupsi. Sebagaimana yang disampaikan Deputi Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan biaya logistik yang tinggi di pelabuhan disebabkan rantai logistik yang belum optimal. Hal itu dipicu oleh birokrasi dan layanan pelabuhan laut yang belum sepenuhnya terintegrasi, tumpang tindih, dan masih terdapatnya sistem manual di beberapa titik kawasan pelabuhan (Antara, 27/10/2022). Adanya INSW diharapkan akan mempersempit ruang gerak celah korupsi, sehingga terciptanya iklim business to business yang adil dan sehat.
Mengetahui indeks logistik Indonesia yang mengalami penurunan sebanyak 17 peringkat di tahun 2023, maka perlu dipertanyakan lagi evaluasi dalam implementasi sistem INSW. Hal ini penting mengingat penggunaan sistem INSW berpengaruh terhadap perekonomian, khususnya ekspor-impor dan juga pemberantasan korupsi.
Secara teknis, diperlukan kerja sama antar lembaga besar dalam rantai regulasi, seperti Kementerian Keuangan yang membawahi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kamar dagang dan industri (Kadin) Indonesia, dan asosiasi pengusaha baik bidang pelayaran, hingga pengiriman untuk mencanangkan langkah nyata. Misalnya, dengan melakukan identifikasi permasalahan dalam dimensi infrastruktur, manajemen, kualitas layanan logistik, ketepatan waktu pengiriman, kemampuan untuk melacak kiriman dan harga pengiriman internasional yang kompetitif.
Nuri Resti Chayyani
Peneliti Bidang Ekonomi
The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII)