Masih Relevankah Menyebut Indonesia Sebagai Negara Agraris?

Berdasarkan data Sensus Pertanian 2013, ada beberapa aspek yang menarik kita cermati. Terkait jumlah rumah tangga petani, BPS mencatat saat ini jumlah rumah tangga pertanian adalah sekitar 26,13 juta (11% dari total penduduk Indonesia), dan ini menurun dari sebelumnya, 31,17 juta pada 2003.

Jika jumlah rumah tangga petani mengalami penurunan untuk 10 tahun terakhir ini, beda halnya dengan jumlah perusahaan yang bergerak di bidang pertanian. Dalam sepuluh tahun terakhir, terjadi peningkatan, dimana pada tahun 2003 ada 4.011 perusahaan dan di 2013 naik, ada 5486 perusahaan.

Kemudian, terkait kepemilikan tanah pertanian. BPS juga mencatat,dari 26,13 juta jumlah petani tersebut, 16 juta (61,5%) tidak memiliki tanah. Artinya, ada 61,5% petani yang lebih tepat disebut buruh tani di tanah-tanah petani lain, maupun menjadi buruh di perusahaan-perusahaan pertanian yang mengelola perkebunan skala besar.

Beberapa data hasil Sensus Pertanian 2013 di atas, jika ditilik lebih luas, saling terkait satu dan yang lainnya. Semakin berkurangnya jumlah rumah tangga petani, memperlihatkan bahwa, menjadi petani semakin kurang diminati untuk dijadikan sebagai sebuah profesi. Hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor, seperti lamanya proses produksi yang harus dilalui; tidak pastinya nilai jual hasil tani, belum lagi tantangan-tantangan yang potensial dihadapi selama proses produksi seperti iklim yang tak menentu, hama dan sebagainya.

Faktor lain yang juga penting adalah, bagaimana masifnya terjadi alih fungsi lahan. Terkait hal ini dan jika menyimak paparan data di awal, ketika jumlah rumah tangga petani menurun, di sisi lain jumlah perusahaan pertanian bermunculan. Dengan demikian asumsi bahwa perusahaan-perusahaan pertanian yang mengambil alih lahan-lahan individu petani, sehingga para petani beralih profesi menjadi buruh tani di perusahaan-perusahaan pertanian, tidaklah berlebihan.

Menurut data Kementerian Pertanian, saat ini konversi lahan pertanian mencapai 140 ribu hektar per tahun untuk berbagai kepentingan. Alih fungsi lahan pertanian terutama adalah untuk pembangunan infrastruktur, perkebunan skala besar, pariwisata lola-ameliadan perumahan. Selain berdampak pada berkurangnya produksi pangan, alih fungsi lahan pertanian ini juga berdampak pada hilangnya sumber penghidupan petani, meningkatnya konflik agraria, kriminalisasi dan pelanggaran HAM/HAP terhadap petani.

Sejak tahun 2004-2012, telah terjadi 618 konflik agraria di seluruh wilayah Republik Indonesia, dengan areal konflik seluas 2.399.314,49 hektar, dimana ada lebih dari 731.342 KK harus menghadapi ketidakadilan agraria dan konflik berkepanjangan (Konsorsium Pembaruan Agraria, 2013).

Terlihat dari data dan uraian sebelumnya, bahwa kehadiran perusahaan pertanian, mempengaruhi dinamika pertanian Indonesia. Mengubah jenis pertanian yang sebelumnya adalah pertanian rakyat menjadi pertanian industri, serta  lebih jauh mengubah tataran sosial kehidupan masyarakat secara luas.

Hal ini karena mereka yang sebelumnya berprofesi sebagai petani sekarang menjadi buruh tani dan bahkan beralih ke profesi-profesi lain yang tidak sesuai dengan keahlian mereka dan rentan diskriminasi karena belum adanya perangkat kebijakan perlindungan yang komprehensif. Profesi-profesi tersebut misalnya menjadi buruh bangunan, pedagang asongan, dan petani perempuan beralih menjadi Asisten Rumah Tangga (ART) di kota-kota besar bahkan sampai ke luar negeri.

Dari paparan banyak data dan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa persoalan pertanian Indonesia sangat masif dan berlapis-lapis. Artinya, masalah pertanian bukan hanya ke soal produksi pertanian itu sendiri, tetapi juga menyangkut pelaku-pelaku di sektor pertanian, dan lebih luas lagi berdampak pada masalah sosial, konflik, serta HAM. Yang tak kalah pentingnya juga masalah terkait kebijakan-kebijakan pemerintah terkait pertanian dan bidang lain yang terkait.

Akhirnya, dengan melihat data dan realitas sektor pertanian di atas, apakah konsep Indonesia sebagai negara agraris yang mensyaratkan  lahan pertanian dan jumlah petani yang dominan, serta perekonomian utamanya ditopang dari sektor pertanian, masih relevan?

Lola Amelia-Peneliti Kebijakan Sosial The Indonesian Institute. ameliaislola@gmail.com

Komentar