Ekonomi kreatif adalah ekonomi yang berkelindan dengan aspek ekonomi, budaya, dan sosial yang berinteraksi dengan teknologi, kekayaan intelektual, dan tujuan pariwisata. Sektor ini juga didukung oleh multidisplin ilmu serta kebijakan inovatif seperti teknologi di dalam pengembangan dan pengimplementasiannya. Secara umum, sektor ekonomi kreatif adalah salah satu sektor yang bertumbuh sangat signifikan.
Di Indonesia, misalnya, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) (13 Oktober 2023) mencatat bahwa ekonomi kreatif bertumbuh pascapandemi Covid-19. Pada tahun 2021, ekonomi kreatif tumbuh sebesar 2,9% dan meroket ke 9,49% pada tahun 2022. Padahal, pertumbuhan ekonomi kreatif hanya -0,5% pada tahun 2020 atau selama pandemi Covid-19. Nilai pertumbuhan ekonomi kreatif tahun 2022 ini lebih tinggi dibandingkan nilai pertumbuhan pra pandemi Covid-19 atau tahun 2019 yang sebesar 3,9%.
Selain itu, pada tahun 2022, kontribusi ekonomi kreatif terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional adalah Rp1.280 triliun. Hampir 100% dari total nilai ekspor produk ekonomi kreatif dikontribusi oleh subsektor fesyen, kuliner, dan kriya. Ini juga terlihat selama selama periode Januari-Juni 2023, dimana kontribusi nilai ekspor produk ekonomi kreatif dari subsektor fesyen adalah US$6,56 miliar. Sementara subsektor kuliner menyumbang sebesar US$4,46 miliar, dan subsektor kriya sebesar US$792,67 juta (Kemenparekraf/Baparekraf, 2023).
Sektor ekonomi kreatif tidak hanya memberikan kontribusi ekonomi yang tinggi, tetapi juga banyak menyerap tenaga kerja dari masyarakat berpendidikan SMA ke bawah. Sebanyak 54% tenaga kerja di sektor ekonomi kreatif adalah lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), diikuti oleh lulusan SMA sebesar 38,8%, dan 7,2% adalah lulusan diploma atau lebih tinggi. Selain itu, sektor ekonomi kreatif juga memperkerjakan lebih banyak perempuan (58%) dibandingkan dengan laki-laki (42%) (Kemenparekraf/Baparekraf, 13 Oktober 2023).
Walaupun secara umum subsektor fesyen, kuliner, dan kriya yang mendominasi dari sisi ekspor produk ekonomi kreatif Indonesia, bukan berarti subsektor ekonomi kreatif lainnya tidak memperlihatkan prospek pertumbuhan. Subsektor ekonomi kreatif gim adalah salah satu subsektor ekonomi kreatif lainnya yang menjanjikan. Berdasarkan data Reedser Analysis tahun 2023 dalam Kementerian Komunikasi dan Informatika (11 Desember 2023), sebanyak 70% dari penduduk Indonesia telah terpapar oleh gim yang tersedia di berbagai perangkat yang ada. Pengguna gim di Indonesia pada tahun 2022 pun telah mengunduh sebanyak 3,45 miliar gim daring yang mana pada tahun 2028 nanti, Indonesia diproyeksikan akan memiliki 45,5 juta pengguna gim daring dengan estimasi pendapatan sebesar US$491,10 juta atau hampir Rp6 triliun.
Pemerintah pun semakin serius di dalam mengembangkan industri gim Tanah Air melalui Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2024 tentang Percepatan Pengembangan Industri Gim Nasional (Perpres 19/2024) yang ditetapkan pada 12 Februari 2024 lalu. Arah kebijakannya pun untuk mendorong industri gim nasional yang menyesuaikan dengan budaya, teknologi, kreativitas, inovasi masyarakat, lingkungan ekonomi global, dan berdaya saing global; serta menciptakan lapangan kerja baru yang berpihak pada seni dan budaya bangsa Indonesia.
Sayangnya, pengembangan ekonomi kreatif tidak semudah membalikkan telapak tangan. Hal ini karena berbagai adanya beragam tantangan, baik itu tantangan terkait Artificial Intelligence (AI) yang perkembangannya berpotensi menghambat kreativitas manusia yang akhirnya dapat mengurangi inovasi, seni, dan ide-ide baru autentik dari manusia, tantangan terkait infrastruktur dan SDM di bidang teknologi yang masih belum merata, serta terkait perlindungan hak kekayaan intelektual (HKI) yang perlu diperkuat oleh Pemerintah.
Untuk menanggulangi tantangan itu, ada beberapa hal yang dapat dilakukan Pemerintah, misalnya memperkuat kerja sama dan kolaborasi antara Kemenparekraf/Baparekraf dengan asosiasi serta perusahaan di subsektor ekonomi kreatif; memberikan insentif kepada lembaga jasa keuangan yang berkontribusi dalam mengembangkan subsektor ekonomi kreatif bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK); memberikan pelatihan kepada UMKM dan UMKM yang dimiliki perempuan; serta memperkuat dan mempertegas terkait regulasi hak kekayaan intelektual (HKI) agar masyarakat dan UMKM yang bekerja di industri ekonomi kreatif merasa aman, nyaman, dan memiliki kepastian hukum.
Putu Rusta Adijaya
Peneliti Bidang Ekonomi
The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII)