Kesadaran politik sangat berhubungan erat dengan partisipasi politik masyarakat. Ada dua bentuk partisipasi politik yang berkaitan dengan momen pemilu seperti saat ini, yaitu ikut serta dalam kampanye pemilu dan memberikan suara dalam pemilihan umum.
Partisipasi politik tanpa kesadaran politik itu bisa saja terjadi. Seperti pada kasus pemilih yang hanya sekedar menggunakan pilihannya, namun sebenarnya ia hanya asal memilih. Sebaliknya, partisipasi politik yang dilandasi oleh kesadaran politik akan menghasilkan pilihan yang baik dan sesuai dengan aspirasi yang bersangkutan.
Menurut Surbakti (2007), kesadaran politik adalah kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara. Tingkat kesadaran politik diartikan sebagai tanda bahwa warga masyarakat menaruh perhatian terhadap masalah kenegaraan dan atau pembangunan (Budiardjo, 1985).
Lebih jauh, Jeffry M. Paige dalam Surbakti (2007) menyebutkan ada dua variabel penting yang mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat partisipasi politik seseorang, salah satu variabel tersebut adalah kesadaran politik. Jadi, jika individu memiliki kesadaran politik maka ia akan memiliki kesadaran akan posisi dirinya dalam sebuah tatanan kehidupan bernegara.
Selain sadar akan posisinya, ia juga akan menaruh perhatian terhadap proses-proses politik dan pemerintahan yang berlangsung. Perhatian tersebut seperti dengan mengikuti perkembangan informasi politik dan pemerintahan terkini atau bahkan terlibat langsung dalam proses tersebut.
Wujud dari kesadaran politik salah satunya bentuknya adalah partisipasi politik dalam pemilu. Partisipasi politik yang dilandasi oleh kesadaran politik akan mendorong individu menggunakan hak pilihnya secara rasional.
Kemudian melihat tahapan pemilu yang akan memasuki masa kampanye. Maka menurut penulis momen ini sangat tepat bagi calon pemilih untuk mengamati para calon legislatif (caleg) dan program yang ditawarkannya.
Karena biasanya caleg akan beramai-ramai menawarkan program beserta janji-janjinya jika ia terpilih. Calon pemilih dapat mengetahui dan memiliki kriteria caleg yang menurutnya baik, dengan cara mengamati dari media massa atau mengikuti kampanye terbuka.
Kampanye dalam pemilu yang menggunakan sistem proporsional terbuka seperti saat ini, akan mendorong persaingan yang sangat ketat. Bahkan caleg dari partai yang sama pun akan saling bersaing. Jika pada pemilu tahun 2004, pemilih dipusingkan dengan banyaknya partai. Maka di tahun 2009 dan 2014 ini pemilih akan dipusingkan dengan banyaknya caleg ditambah calon dari DPD.
Dari sisi partai dan caleg, untuk menarik calon pemilih yang memiliki kesadaran politik. Partai politik dan caleg sangat perlu memperhatikan bentuk kampanye dan pendekatan kepada calon pemilihnya.
Mungkin cara kampanye pemilu kepada masyarakat yang sebenarnya kurang memiliki kesadaran politik dan mudah dimobilisasi, dapat digunakan model kampanye massa, bahkan praktik haram money politics pun dapat saja dilakukan.
Namun, hal tersebut tidak akan manjur pada masyarakat yang memiliki kesadaran politik tinggi. Kampanye ingar-bingar dan kampanye yang disisipi oleh money politics juga justru membuat calon pemilih yang memiliki kesadaran politik tinggi menjadi tidak suka.
Masyarakat yang memiliki kesadaran politik yang tinggi, lebih cocok dengan kampanye dialogis atau media yang mana dapat menyampaikan pesan visi misi dan program caleg.
Diharapkan semakin banyak masyarakat yang memiliki kesadaran politik dan partisipasi politik yang tinggi dalam pemilu. Maka dapat menghasilkan caleg yang berkualitas dan dapat mengagregasikan kepentingan konstituennya.
Annas Syaroni, Peneliti Yunior Bidang Politik The Indonesian Institute
annas@theindonesianinstitute.com