Kekerasan yang Mengeras

David Krisna Alka

David Krisna Alka, Research Associate The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research.

Berita tentang kekerasan dan kejahatan setiap hari mengisi halaman dalam semua media. Sebenarnya, ingin penulis kutip beberapa kisah tragedi kejahatan dan kekerasan di negeri ini dari beberapa media. Tapi tak tegalah rasanya mengulang-ngulang kisah kekerasan. Yang penting adalah mencegah dan menindaknya.

Ya memang, kekerasan menjadi peristiwa keseharian di muka bumi ini. Korban akibat tindak kekerasan di dunia tak terhitung jumlahnya, baik korban akibat pertikaian, konflik sosial, terorisme, maupun kejahatan.

Bahwa manusia cenderung bertindak kekerasan adalah sebuah masalah psikologis. Ia tidak mampu membawa diri secara normal, tak mampu mengelola konflik dalam dirinya secara sehat. Kemanusiaannya sakit, hatinya lapuk, dan jiwanya sakit. Dan apabila dalam sebuah masyarakat intensitas kekerasan bertambah, berarti kesehatan sosial masyarakatnya dipertanyakan.

Fenomena maraknya kejahatan dan kekerasan barangkali dapat disebut sebagai bentuk disorientasi dan dislokasi masyarakat. Bukan hanya euphoria kebebasan yang bablas, kesabaran sosial masyarakat dalam menghadapi realitas kehidupan pun ikut menjadi kalut.

Fungsi Negara
Memang, setiap orang adalah pelaku potensial sekaligus korban potensial dari sebuah kekerasan. Serangkaian peristiwa kekerasan yang ada dapat dibaca dan dianalisa dengan berbagai pendekatan.

Di negeri ini, cukup tinggi tingkat kejahatan dan kekerasan yang merobek kelestarian kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Jalinan tenun masyarakat menjadi tercabik-cabik akibat meningkatnya aksi kekerasan dan rendahnya penghargaan terhadap nilai kemanusiaan. Selain itu, merosot pula penghargaan dan kepatuhan terhadap hukum serta pudarnya kesantunan sosial dan keringnya keadaban publik.

Pelaku kekerasan bukan hanya melakukan pelanggaran atas hak hidup manusia, melainkan juga menyatakan kesetiaan pada aspek-aspek tertentu di dalam dirinya, yaitu melawan kemanusiaan manusia dan melecehkan martabat negara.

Aksi-aksi kekerasan dan tindakan di luar batas kemanusiaan seperti pembunuhan, penyiksaan, perampasan, pemerkosaan, perusakan, penghancuran, dan aksi kekejaman lainnya, merupakan ‘teror’ terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara.

Di sisi lain, martabat negara memudar jika aparatnya tak mampu mengurangi atau mencegah tindak kekerasan. Kuatirnya, pandangan warga terhadap kinerja apara negara untuk menjaga keberlangsungan hidup warganya menjadi sirna.

Fungsi pelaksana negara yang melaksanakan penertiban untuk mencapai tujuan bersama dan mencegah kekerasan dan kejahatan semestinya terukur dan terencana, bukan ketika kejahatan kian marak baru solid bergerak.

Negara dapat mempertahankan martabatnya jika manusia sebagai warga penghuninya dihargai dan dimanusiakan. Itulah bedanya antara penghuni negara dengan ‘penghuni rimba’. Karena manusia yang hidup di suatu negara memilki hak untuk hidup yang layak dan aman. Dan itu melekat sejak lahir dan terbawa dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Selain itu, kesadaran warga negara juga sangat penting dalam merawat kemanusiaan yang adil dan beradab. Diperlukan kerjasama yang progresif dalam upaya mencegah dan menindak aksi kejahatan, dan kekerasan.

Sejatinya, negara, komunitas-komunitas, dan orang perorangan berupaya untuk menjunjung tinggi keadilan, toleransi, dan saling menghargai sesama. Hal itu sangat penting dilaksanakan untuk mencegah meningkatnya aksi kejahatan dan kekerasan.

Sebab, sesuai dengan fungsi negara, untuk menciptakan suasana dan lingkungan yang kondusif dan damai, diperlukan pemeliharaan ketertiban umum yang didukung penuh oleh masyarakat.

Akhirnya, Indonesia nan puspa warna dengan bermacam kompleksitas masalah yang ada, hendaknya dapat memberikan teladan sebagai negara yang berprikemanusiaan, cinta damai, adil dan beradab. Bukan malah peristiwa kekerasan terjadi kian mengeras. Mari kita menjaga kewarasan bangsa ini dengan melawan segala bentuk ancaman kekerasan.
David Krisna Alka, Research Associate di The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research.
davidkrisna@gmail.com

Komentar