Jakarta – Hasil riset The Indonesian Institute pada April-Agustus 2014 menyebutkan, sebagian besar pengguna kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang semula mengikuti program Kartu Jakarta Sehat (KJS) mengeluh soal benefit yang lebih sedikit dari sebelumnya.
Hal itu diungkapkan Direktur Riset dari The Indonesian Institute Lola Amelia, dalam acara talkshow Beritasatu.com Festival, di Jakarta, Sabtu (23/8).
“Waktu di KJS, sebagian besar klaim ditanggung karena memang preminya lebih besar. Tapi setelah ikut program JKN, ada batasan-batasan yang diberlakukan, misalnya untuk beberapa obat, pasien harus bayar lagi,” ujarnya. “Untuk biaya laboratorium dan kemoterapi juga ada batasannya.”
“Pemerintah telah menggulirkan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sejak 1 Januari 2014 yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.”
Program jaminan kesehatan yang sudah ada sebelumnya pun harus melebur dengan JKN. Salah satunya program Kartu Jakarta Sehat (KJS) yang digulirkan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama di Jakarta.
Karena itu, Lola menilai, program Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang diusung Joko Widodo, yang biasa disapa Jokowi, selaku Presiden RI terpilih adalah kelanjutan dari sistem KJS yang pernah berjalan dan merupakan penyempurnakan dari program JKN.
“Kalau saya lihat KIS itu cuma judul programnya saja, sementara sistemnya sama dengan JKN, namun lebih disempurnakan seperti KJS,” katanya. Jika melihat visi dan misinya, Lola melanjutkan, Jokowi akan menambah premi BPJS Kesehatan untuk meningkatkan pelayanan.
“Dia juga akan menambah alokasi dana APBN untuk kesehatan dari 2,4 persen menjadi 5 persen sesuai dengan amanat undang-undang,” katanya.
Untuk pembiayaan program KIS, Jokowi memang belum menyampaikannya secara detail. Namun Lola melihat skema yang sudah diterapkan di undang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sudah cukup adil.
“Saya rasa sama saja dengan yang sekarang,” ujarnya. Dia menambahkan, ada Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang preminya dibayarkan pemerintah, lalu pekerja dibayarkan oleh pemberi pekerjaan.
“Untuk yang tidak bekerja bisa menjadi peserta mandiri dengan premi yang ditanggung sendiri sesuai kelas yang diambil.”
Sumber: Beritasatu.com.