Evaluasi Kebijakan Permen Nomor 4 Tahun 2018 Sebelum dan Pasca Pengesahan UU TPKS dilingkungan KemenPPPA

Laporan akhir tahun The Indonesian Institute, INDONESIA REPORT 2023, mencoba mengevaluasi tentang penerapan kebijakan tentang penyelenggaraan pelayanan terpadu yang dilakukan di lingkungan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), serta mengidentifikasi kesesuaian peran dan tugas Unit Pelayanan Terpadu Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), sebelum dan pasca disahkannya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) pada tahun 2022 lalu dan memberikan rekomendasi atas temuan penelitian.

Hasil Kajian mencatat diantaranya bahwa meskipun aturan hukum penyelenggaraan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) telah dicabut dan digantikan oleh Peraturan Menteri Nomor 4 Tahun 2018 Tentang Pedoman Pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak, namun hal ini tidak secara langsung membubarkan kelembagaan sebelumnya (P2TP2A). Hal ini diperkuat oleh Peraturan Menteri Nomor 3 Tahun 2023 Tentang Penyelenggaraan Pemerintahan Konkuren Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Dengan adanya peraturan tersebut, maka penyelenggaraan pelayanan terpadu dapat dilakukan baik oleh P2TP2A maupun UPTD PPA.

Kedua, penyelenggaraan pelayanan terpadu UPTD PPA melalui Peraturan Menteri Nomor 4 Tahun 2018 sebelum disahkannya UU TPKS memuat beberapa kesamaan aktivitas yang harus tetap dilakukan secara berkelanjutan. Aktivitas tersebut antara lain mencakup pengaduan masyarakat, penjangkauan korban, pendampingan korban, serta penampungan sementara. Selain itu, pasca pengesahan UU TPKS, terdapat amanat lain yang harus segera untuk disesuaikan. Pentingnya pelibatan penanganan kasus yang inklusif, terutama dalam penyertaan seluruh pihak baik disabilitas maupun non disabilitas, serta pada lintas konteks keberagaman gender dan orientasi seksual, menimbang bahwa kekerasan seksual dapat terjadi pada siapapun dengan latar belakang apapun memerlukan pengetahuan dan keterampilan khusus. Secara umum, penyelenggaraan pelayanan terpadu UPTD PPA pasca pengesahan UU TPKS telah berjalan sesuai mandat.

Ketiga, berdasarkan konteks implementasi kebijakan, dapat dilihat bahwa dari aspek efektivitas penyelenggaraan pelayanan terpadu berdasarkan beberapa kasus yang diangkat dalam studi ini sebelum UU TPKS disahkan, pelayanan terpadu dapat dilakukan bersama-sama, namun tidak efektif dan efisien. Sementara, pada beberapa kasus yang diangkat pasca pengesahan UU TPKS, P2TP2A dinilai dapat dengan efektif memberikan pelayanannya, meskipun tidak dilakukan secara komprehensif. Sebaliknya pada konteks kasus, UPTD PPPA dinilai tidak memiliki aktivitas pelayanan.

Lebih jauh, berdasarkan mandat Undang-Undang TPKS terutama merujuk Pasal 76 dan melalui ketentuan peralihan pada Permen Nomor 3 Tahun 2023 Tentang Penyelenggaraan Pemerintahan Konkuren Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, maka UPTD PPA menjadi unit lembaga layanan yang satu-satunya bertugas dalam menyelenggarakan pelayanan terpadu khusus dalam usaha perlindungan perempuan dan anak. Secara keseluruhan, evaluasi efektivitas penanganan kasus yang diangkat dalam laporan tahunan ini, menunjukkan bahwa efektivitas penyelenggaraan pelayanan terjadi jika tujuan penyelenggaraan itu telah dilakukan. Namun, proses penyelenggaraan pelayanan perlu dilakukan secara sistematis dan terorganisir. Selain itu, penyelenggaraan pelayanan terpadu juga perlu mempertimbangkan efisiensi penerima manfaat dalam mengakses layanan pemerintah tersebut.

Selamat Membaca!

Loader Loading...
EAD Logo Taking too long?

Reload Reload document
| Open Open in new tab

Download [2.89 MB]

Komentar