Pada Senin, 7 Mei 2018 Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis laporan kinerja perekonomian Indonesia. BPS mencatat angka pertumbuhan ekonomi pada Triwulan I-2018 tumbuh 5,06 persen years on years (y-on-y), dengan nilai perolehan Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku sebesar Rp 3.505,3 triliun. BPS mengklaim capaian pertumbuhan ekonomi tersebut sangat menjanjikan karena merupakan capaian tertinggi semenjak tahun 2014 (https://tirto.id, 5/5).
Penulis justru melihat bahwa laju positif pertumbuhan ekonomi pada Triwulan I tahun ini masih sangat rentan terhadap tekanan dan fluktuasi. Bahkan nampaknya target pemerintah untuk menggenjot laju pertumbuhan ekonomi mencapai angka 5,4 persen di tahun 2018 masih sangat sulit. Pasalnya, saat ini Indonesia masih dihadapkan pada dinamika kondisi global yang berdampak sistemik terhadap stabilitas moneter. Sebagai salah satu faktor adanya kebijakan moneter Amerika Serikat yang akan menaikkan suku bunga acuan dan kebijakan fiskal yang ekspansif telah membuat kurs rupiah semakin terdepresiasi terhadap dollar AS (kompas.com, 8/3). Selain itu, sektor-sektor yang menjadi penyokong utama perekonomian nasional justru masih menunjukkan sinyal kelesuan di Triwulan I tahun ini.
Konsumsi rumah tangga merupakan sektor yang menjadi salah satu tumpuan perekonomian. Sekitar 56 persen pertumbuhan ekonomi di kontribusi melalui pengeluaran konsumsi rumah tangga. Akan tetapi, tercatat pertumbuhan sektor konsumsi rumah tangga masih terbilang rendah karena capaian Triwulan I- 2018 belum mampu melewati target yang ditetapkan oleh pemerintah yakni 5,4 persen. Kemudian, angka pertumbuhan cenderung fluktuatif belum mampu tumbuh sampai 5 persen selama tahun 2015-2018. Bahkan laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada Triwulan I-2018 cenderung melemah hanya 4.95 persen, padahal pada Triwulan IV-2015 sempat berada pada angka 4,99 persen (BPS). Selengkapnya lihat gambar berikut:
Laju Pertumbuhan Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 2015-2018
Lebih lanjut, sektor ekspor juga masih belum menunjukkan kinerja yang menggembirakan pada Triwulan I-2018. Dari hasil kegiatan ekspor barang dan jasa, pada Triwulan I-2018 sektor ekspor mengalami kelesuan dan hanya tumbuh sebesar 6,17 persen (y-on-y). Sedangkan pada Triwulan I-2017, sektor tersebut justru mampu tumbuh lebih tinggi yaitu 8,41 persen (y-on-y). Padahal roda ekspor memiliki peran krusial dalam perekonomian, dengan kontribusi mencapai 21 persen terhadap total PDB dari sisi pengeluaran.
Sementara itu, penulis juga mencermati sektor pertanian yang menjadi sektor basis di Indonesia juga masih menunjukkan kinerja yang belum sesuai harapan. Kondisi tersebut terjadi karena sektor pertanian tidak mampu menunjukkan pertumbuhan yang menggairahkan terhadap perekonomian. Sektor tersebut hanya mampu tumbuh sebesar 3,14 persen pada Triwulan I-2018, atau dibawah periode sebelumnya yang mampu tumbuh 7,15 persen (y-on-y). Padahal sektor pertanian merupakan sektor yang mampu menyerap tenaga kerja paling besar, yakni mencapai 38 juta jiwa (BPS). Besarnya angka tenaga kerja yang terserap di sektor pertanian tentu ketika sektor ini mengalami pelemahan akan memberikan pengaruh terhadap daya beli masyarakat.
Mendorong Peran Pemerintah Daerah
Berdasarkan pemaparan diatas, penulis menilai bahwa target pertumbuhan akan sulit tercapai jika partisipasi pembangunan tidak melibatkan seluruh lapisan daerah. Karena nyatanya saat ini sebesar 58 persen dari total PDB masih bersumber dari Pulau Jawa. Jelas kondisi ini akan sulit memperkuat fundamental perekonomian nasional dalam jangka panjang.
Peranan pemerintah daerah sangat penting dalam mengembangankan ekonomi lokal melalui perumusan strategi kebijakan yang tepat. Mendorong sektor-sektor produktif yang berpotensi memberikan multiplier effect terhadap ekonomi merupakan cara yang efektif.
Sebagai bentuk contoh peran Pemerintah Daerah melalui Dinas Pertanian dalam meningkatkan produktifitas sektor pertanian melalui diversifikasi dan inovasi. Sektor pertanian perlu mendapatkan perhatian lebih karena sejauh ini sektor tersebut merupakan sektor yang mampu menyerap tenaga kerja paling besar serta penyumbang terbesar kedua dalam postur PDB menurut lapangan usaha.
Kemudian, Pemerintah perlu mendorong pertumbuhan pada sektor industri, khususnya industri kecil atau Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Pemerintah Daerah melalui Dinas Perdagangan perlu memberikan fasilitasi kemudahan akses ke pasar domestik dan pasar luar negeri dalam memasarkan produk-produk karya para pelaku UMKM. Selain itu, pemerintah juga penting memberikan kemudahan perizinan investasi khususnya terhadap industri-industri yang mampu menyerap banyak tenaga kerja.
Dengan begitu, ketika setiap daerah mampu mengoptimalkan potensi ekonomi lokal yang dimiliki maka secara akumulatif diharapkan akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang lebih stabil.
Riski Wicaksono, Peneliti Bidang Ekonomi The Indonesian Institute, riski@theindonesianinstitute.com