SEPUTARTANGSEL.COM – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak memasukkan revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dalam daftar 33 Rancangan Undang-Undang (RUU) pada Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas tahun ini.
Para Wakil Rakyat di Senayan tidak memasukan draf revisi UU ITE alias tidak menganggap undang-undang kontroversial tersebut sebagai prioritas yang harus dikaji dalam rapat Prolegnas.
Hemi Lavour Febrianandez, Peneliti Bidang Hukum di The Indonesian Institute menyayangkan sikap DPR yang tidak menanggapi keluhan masyarakat untuk segera merevisi undang-undang kontroversial tersebut.
Hemi bependapat bahwa revisi UU ITE sudah kehilangan arah dan tidak memberikan keamanan bagi masyarakat untuk berpendapat.
Hemi meyakini DPR tidak menganggap bahwa UU ITE tidak bermasalah, mereka merasa bahwa yang bermasalah dari undang-undang tersebut adalah implementasinya saja.
“Revisi terhadap UU ITE bukan menjadi pilihan utama yang akan diambil. Pemerintah hanya melihat permasalahan pada undang-undang tersebut pada tahap penerapan regulasi oleh penegak hukum. Hal ini pula yang membuat pemerintah menganggap bahwa yang dibutuhkan adalah pedoman implementasi,” kata Hemi dalam pesan pendek yang diterima SeputarTangsel.com pada Rabu, 17 Maret 2021.
Pemerintah kemudian membentuk Tim Kajian UU ITE yang memiliki tugas untuk merumuskan kriteria pedoman implementatif atas pasal-pasal yang dinilai multitafsir.
Dalam menjalankan tugas, Tim Kajian UU ITE mengambil masukan dari berbagai pihak yang pernah menjadi pelapor atau terlapor untuk merumuskan sebuah pedoman dalam menjalankan ketentuan undang-undang tersebut.
Hemi menerangkan bahwa pembentukan Tim Kajian UU ITE dan juga perumusan pedoman merupakan bukti nyata bahwa pemerintah setengah hati untuk melakukan evaluasi terhadap produk perundang-undangan yang dikeluhkan masyarakat.
“Pembentukan dua sub tim dalam Tim Kajian UU ITE membuktikan bahwa pemerintah tidak benar-benar ingin mencabut akar masalah dalam undang-undang tersebut. Bahkan, pembentukan sub tim perumus kriteria penerapan merupakan sebuah kekeliruan,” jelas Hemi.
Wacana revisi UU ITE mulai mencuat setelah Presiden Joko Widodo merencanakan untuk merevisi UU ITE tersebut jika undang-undang tersebut terbukti tidak mencerminkan keadilan bagi rakyat Indonesia.
Namun keputusan DPR untuk tidak menjadikan revisi UU ITE sebagai prioritas utama di tahun 2021 ini membuat citra pemerintah memburuk seolah pemerintah tidak memiliki keseriusan untuk mempertimbangkan undang-undangan tersebut.
“Pemerintah masih dapat memperbaiki kepercayaan publik dengan memasukkan RUU ITE hasil telaah Tim Kajian ke dalam daftar kumulatif terbuka. Dengan demikian, permasalahan dalam UU ITE, terutama terkait pasal-pasal karet, memang benar-benar dibersihkan dari hulunya,” sambung Hemi.
https://seputartangsel.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-141627063/dpr-ri-tidak-masukkan-revisi-uu-ite-dalam-prolegnas-2021-pengamat-tidak-beri-keamanan-bagi-masyarakat