Dilema Partai Golkar, Antara Idealisme dan Pragmatisme

Jelang Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun 2024, sejumlah partai politik mulai menunjukkan sikap terkait kandidat calon presiden yang akan diusung. Sebut saja Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang sudah menyatakan sikap mengusung Ganjar Pranowo ataupun Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) yang mendukung ketua umumnya, yaitu Prabowo Subianto.

Meski demikian, dua partai besar seperti Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) serta Partai Golongan Karya (Golkar), sampai saat ini belum menentukan sikap terkait siapa calon yang akan mereka usung di Pilpres tahun 2024 mendatang. Kesamaan dari dua partai ini adalah sama-sama memiliki dua kandidat potensial, yaitu Puan Maharani dan Ganjar Pranowo di PDIP, serta Airlangga Hartarto dan Ridwan Kamil di Partai Golkar.

Terkait dilema PDIP, telah dibahas sebelumnya dengan judul “Dilema PDIP, Antara Ganjar dan Puan” di website The Indonesian Institute pada kolom Wacana pada 31 Oktober 2022. Oleh karena itu, tujuan dari tulisan ini untuk melihat kedilemaan yang dialami oleh Partai Golkar dalam menentukan kandidat calon presiden untuk Pilpres Tahun 2024.

Antara Idealisme dan Pragmatisme

Menempatkan kadernya dalam Pilpres 2024 mendatang menjadi sebuah keharusan bagi Partai Golkar. Berkaca dari pengalaman Pemilu 2014 dan 2019, salah satu faktor kemenangan PDIP adalah terpilihnya Joko Widodo sebagai presiden. Selain itu, Selain itu, perolehan suara Partai Gerindra yang meningkat di Pemilu 2019 juga disinyalir karena Prabowo Subianto maju sebagai calon Presiden. Di sisi lain, tidak adanya kader Partai Golkar pada Pilpres 2019 juga menjadi salah satu penyebab menurunnya perolehan suara nasional Partai Golkar. Oleh karena itu, cara terbaik untuk meningkatkan peluang menang di Pemilu 2024 adalah dengan menghadirkan kader Partai Golkar dalam Pilpres tahun 2024 mendatang.

Menentukan siapa yang akan diusung oleh Partai Golkar saat ini juga bukan perkara mudah. Di satu sisi, idealnya adalah Partai Golkar mengusung Airlangga Hartarto. Sebab, Airlangga Hartarto sudah lama berada di Partai Golkar dan juga merupakan Ketua Umum Partai Golkar saat ini. Lebih lanjut, sejumlah elit Partai Golkar pun telah bersuara dan menyatakan sikap akan mendorong Airlangga Hartarto untuk menjadi capres yang diusung oleh Partai Golkar. Sebut saja Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Nurul Arifin, yang mengatakan bahwa tidak ada calon lain yang akan diusung oleh Partai Golkar selain Airlangga Hartarto (Viva.co.id, 14/01/2023).

Di sisi lain, melihat performa Partai Golkar yang mulai menurun, maka bisa saja Partai Golkar menjadi ‘pragmatis’ dengan mendorong Ridwan Kamil yang baru saja bergabung dengan Partai Golkar untuk menjadi kandidat yang diusung dalam Pilpres 2024 mendatang. Pasalnya, jika diukur secara elektabilitas berdasarkan beberapa lembaga survei, perolehan Ridwan Kamil lebih menjanjikan dibandingkan dengan Airlangga Hartato. Sebagai contoh, berdasarkan hasil survei Charta Politika pada bulan November 2022, elektabilitas Ridwan Kamil sebesar 5,6 persen, sedangkan Airlangga Hartarto hanya 1,5 persen.

Selain itu, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juga mensyaratkan bahwa partai politik perlu berkoalisi dalam mengusung calon presiden dan wakil presiden, yaitu 20 persen kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) atau 25 persen suara nasional di Pemilu tahun 2019. Artinya, mengusung Ridwan Kamil yang memiliki elektabilitas lebih tinggi dapat lebih menarik perhatian partai lain untuk membentuk koalisi.

Terkait dengan koalisi, sebenarnya Partai Golkar saat ini sudah membentuk koalisi bersama dengan Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), yaitu Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). Namun, koalisi ini belum juga menentukan sikap terkait siapa yang diusung. Mungkin saja, ketiga partai tersebut belum menemukan titik temu terkait siapa yang akan mereka usung untuk Pilpres tahun 2024 mendatang. Oleh karena itu, nama Ridwan Kamil mungkin cukup dapat menarik perhatian partai anggota KIB lainnya, yaitu PAN dan PPP.

Mengusung Ridwan Kamil pun bukan tanpa resistensi bagi Partai Golkar. Melihat sejumlah elit partai Golkar yang mulai bersuara mendukung Airlangga Hartato, yang perlu untuk dijadikan pertimbangan adalah apakah elit-elit Partai Golkar rela untuk memberikan “karpet merah” kepada Ridwan Kamil untuk menjadi calon wakil presiden dari Partai Golkar?

Menarik untuk menanti keputusan Partai Golkar, apakah tetap idealis dengan mengusung Airlangga Hartarto, atau pragmatis dengan mendukung Ridwan Kamil. Hal lain yang perlu menjadi pertimbangan Partai Golkar adalah kesolidan internal partai. Jangan sampai penentuan calon presiden memunculkan konflik internal Partai Golkar dapat menggerus peluang untuk memenangi Pemilu Serentak Tahun 2024 mendatang.

Ahmad Hidayah – Peneliti Bidang Politik, The Indonesian Institute

ahmad@theindonesianinstitute.com 

Komentar