JAKARTA – Desakan agar penundaan pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 pada 9 Desember terus mengemuka dari berbagai kalangan. Permintaan itu dilatari karena kian meningkatnya kasus Covid-19 dan maraknya kerumunan massa selama tahapan pilkada yang telah melanggar protokol kesehatan.
Pada Maret lalu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) secara resmi menunda empat tahapan Pilkada 2020 melalui Keputusan KPU Nomor 179/PL.02-Kpt/01/KPU/III/2020. Selang tiga bulan berikutnya, rapat DPR bersama pemerintah dan penyelenggara pemilu sepakat menyetujui pemungutan suara Pilkada digelar pada 9 Desember 2020. Ditambah lagi, adanya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 yang diundangkan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 secara tegas memberikan kuasa kepada KPU untuk kembali melakukan penundaan.
Peneliti bidang politik The Indonesian Institute (TII) Rifqi Rachman menyatakan opsi menunda Pilkada 2020 menjadi sangat penting untuk terus digaungkan. “Ini bukan semata pelaksanaan hak konstitusional warga untuk memilih saja. Lebih dari itu, keselamatan warga negara haruslah menjadi yang utama,” ujar dia dalam keterangan tertulis, Selasa (22/9/2020).
Lantas, apa yang sebaiknya dilakukan oleh KPU jika penundaan bisa dilakukan? Menurut dia, ada dua hal penting yang harus diberi perhatian penuh oleh penyelenggara pemilu. Pertama, dalam menyusun jadwal pelaksanaan pilkada, KPU sebaiknya melakukan kalkulasi secara terbalik. Maksudnya, penentuan pelaksanaan pilkada tidak dimulai dari menentukan tanggal pemungutan suara terlebih dahulu seperti yang dilakukan saat memutuskan 9 Desember sebagai hari pemungutan suara.
“KPU bisa memulai dari menentukan tanggal bagi tahapan terdekat yang akan dilaksanakan. Misalnya, ketika KPU menunda Pilkada pada 22 September besok, tanggal yang pertama sekali harus ditentukan adalah tahapan kampanye. Setelah itu, KPU bisa melakukan penghitungan tahapan setelah kampanye hingga hari pemilihan. Tentu, hal ini harus mempertimbangkan durasi yang cukup agar persiapan penyelenggara dari semua sisi bisa matang,” urai Rifqi.
Kedua, untuk bisa bergerak lebih progresif terhadap kondisi pandemi, KPU dan elemen masyarakat yang peduli pada pemilihan umum bisa mendorong revisi pada UU Pilkada. Hal ini ditujukan agar KPU bisa lebih leluasa dalam memformulasikan Peraturan KPU (PKPU) dan tidak merasa takut aturan yang dibuatnya bertentangan dengan UU. “Sehingga, dalam bersengketa, misalnya oleh peserta Pilkada, celah-celah PKPU yang dianggap bertentangan dengan UU dapat tertutup rapat,” sambungnya.
Lantaran itu, Rifqi menegaskan Pilkada 2020 masih sangat bisa ditunda. Pertimbangan itu dilakukan demi menjaga nyawa warga negara di masa pandemi yang menghadirkan ketidakpastian. Faorick Pakpahan
https://nasional.sindonews.com/read/172496/12/desak-pilkada-ditunda-tii-minta-penyelenggara-pertimbangkan-nyawa-rakyat-1600751387