Bagaimana Nasib Gerindra Setelah Pemilu 2024?

Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) adalah partai politik bentukan Prabowo Subianto pada tahun 2008. Setelah mengalami kegagalan dalam konvensi calon presiden Partai Golkar pada 21 April 2004, Prabowo Subianto menjabat sebagai anggota Dewan Penasihat Golkar hingga ia mengundurkan diri pada 12 Juli 2008 (Jakarta Post, 14/6/2008). Pada 6 Februari 2008, atas saran dari adiknya, Hashim Djojohadikusumo, akhirnya Gerindra dibentuk. Prabowo kemudian ditunjuk sebagai ketua Dewan Pembina partai.

Pada bulan Februari 2011, Partai Bintang Reformasi (PBR) bergabung ke dalam Gerindra. Penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara PBR dan Gerindra merupakan sebuah momen penting yang digelar di Hotel Sahid, Jakarta Pusat, pada hari Jumat (18/2/2011). Sebagai perwakilan dari kedua partai, Ketua Umum PBR, Bursah Zarnubi, dan Ketua Umum Gerindra, Suhardi, memasuki panggung untuk membubuhkan tanda tangan sebagai tanda kesepakatan tersebut (Detik News, 18/2/2011).

Kesepakatan tersebut tidak hanya sekedar formalitas, tetapi merupakan langkah strategis yang memiliki implikasi besar dalam dinamika politik Indonesia. Dengan bergabungnya PBR ke dalam Gerindra, kedua partai tersebut memperkuat sinergi dan memperluas basis dukungan politik mereka. Langkah ini juga dapat diinterpretasikan sebagai respons terhadap dinamika politik yang terus berkembang di Indonesia pada saat itu. Terbukti, dalam pemilihan umum (pemilu) legislatif 2014, Gerindra mencatatkan peningkatan suara menjadi 11,8%, yang menjadikannya partai terbesar ketiga di Indonesia. Jumlah kursi Gerindra juga meningkat tiga kali lipat dari 26 kursi pada tahun 2009 menjadi 73 kursi pada tahun 2014.

Setelah meninggalnya Ketua Umum Gerindra, Suhardi, pada 28 Agustus 2014, Prabowo terpilih sebagai ketua umum pada 20 September 2014. Hal ini menegaskan posisinya sebagai tokoh kunci dalam partai dan menempatkannya dalam posisi strategis dalam politik Indonesia. Peran Prabowo sebagai Ketua Umum sekaligus tokoh kunci Gerindra direpresentasikan melalui Pemilu 2014 dan 2019, meskipun pada akhirnya mengalami kegagalan dalam kedua kesempatan tersebut. Salah satu upaya Prabowo dalam mencalonkan diri menunjukkan peran pentingnya sebagai pemimpin dan tokoh utama Gerindra. Hal ini misalnya saja dapat dilihat melalui penunjukan Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan Indonesia pada periode kedua Pemerintahan Jokowi.

Dalam dinamika Pemilu 2024, Prabowo kembali berkontestasi kali ini bersama dengan Gibran Rakabumingraka. Dalam kontestasinya kali ini, Prabowo dinyatakan memenangkan sebanyak 58% suara oleh Komisi Pemilihan Umum pada 20 Maret 2024 lalu. Kemenangan Prabowo Subianto dalam Pemilu 2024 membawa pertanyaan penting terkait dengan dinamika internal Gerindra. Dengan Prabowo yang sibuk mengurus negara sebagai presiden, peran dan arah Gerindra sebagai partai politik menjadi fokus perhatian.

Pertama-tama, restrukturisasi internal dalam Gerindra akan menjadi hal yang mungkin terjadi. Dengan kepergian Prabowo ke kursi presiden, partai tersebut akan membutuhkan pemimpin baru yang mampu memimpin dengan visi yang jelas dan meneruskan agenda politik Gerindra. Kedua, dengan Prabowo yang terfokus pada tugas-tugas presiden, peran para tokoh dan kader partai dalam mengelola partai dan mempertahankan basis dukungan akan menjadi lebih penting. Konsolidasi internal dan pengembangan strategi politik baru juga akan menjadi agenda krusial bagi Gerindra dalam mempertahankan posisinya sebagai kekuatan politik utama.

Ketiga, juga terjadi pergeseran dalam agenda dan retorika politik Gerindra sesuai dengan arah yang diambil oleh pemimpin baru atau tim kepemimpinan yang akan terbentuk. Hal ini dapat mencakup penyesuaian terhadap perubahan kebijakan dan dinamika politik nasional yang terjadi selama kepemimpinan Prabowo sebagai presiden.

Pertanyaan mengenai siapa yang layak menggantikan Prabowo Subianto sebagai aktor kunci dalam Gerindra merupakan hal yang sangat relevan dan menarik. Restrukturisasi internal partai di bawah pemimpin baru memang menjadi sebuah skenario yang mungkin, namun tidak mudah dilaksanakan. Menentukan pengganti Prabowo akan menjadi tantangan tersendiri bagi Gerindra. Pemimpin baru harus memiliki kualitas kepemimpinan yang kuat, visi yang jelas, dan kemampuan untuk mempersatukan berbagai aliran dan kepentingan di dalam partai. Selain itu, kader yang dipilih juga harus mampu mempertahankan basis dukungan yang telah dibangun oleh Prabowo.

Selain restrukturisasi internal, penggabungan partai politik merupakan opsi lain yang mungkin dilakukan oleh Gerindra. Penggabungan dengan partai lain dapat menguatkan posisi Gerindra di panggung politik nasional, terutama jika partai tersebut memiliki basis dukungan yang kuat atau program-program yang sejalan dengan visi Gerindra.Namun, penggabungan partai juga memiliki risiko dan tantangan tersendiri. Proses integrasi antara dua partai yang berbeda dapat menimbulkan konflik internal dan perbedaan pandangan. Selain itu, penggabungan juga dapat memengaruhi identitas dan citra partai di mata publik, sehingga harus dilakukan dengan hati-hati.

Penggabungan partai politik juga dapat menjadi salah satu strategi yang dipertimbangkan oleh Gerindra. Namun, langkah ini juga perlu dipertimbangkan secara matang untuk memastikan bahwa tujuan dan nilai-nilai partai tidak terkompromi dalam proses penggabungan tersebut.

Dalam situasi apapun, langkah-langkah yang diambil oleh Gerindra untuk mengisi kekosongan kepemimpinan Prabowo Subianto akan menjadi penentu bagi masa depan partai tersebut. Perubahan kepemimpinan yang efektif dan transparan, serta strategi yang tepat dalam mengelola dinamika internal, akan menjadi kunci keberhasilan Gerindra dalam mempertahankan posisinya sebagai kekuatan politik yang relevan di Indonesia.Tentu saja proses penggantian pemimpin dan restrukturisasi partai bukan perkara mudah. Hal ini dapat menimbulkan persaingan internal, konflik kepentingan, dan tantangan lainnya. Oleh karena itu, Gerindra perlu melakukan proses seleksi yang cermat untuk menemukan pemimpin yang mampu memimpin partai dengan baik dan mempertahankan kesatuan serta integritas partai.

Selain itu, Gerindra juga perlu meningkatkan pembinaan terhadap kader-kader partai agar mereka memiliki kualitas dan kompetensi yang memadai dalam mengelola internal partai. Dengan memiliki kader yang kompeten, Gerindra dapat mengurangi ketergantungan pada sosok tertentu dan lebih memperkuat struktur partai secara keseluruhan. Ini juga yang membuat reformasi internal kelembagaan partai menjadi kunci penting untuk memperkuat lembaga partai politik (termasuk dalam hal kaderisasi, rekrutmen, dan nominasi kandidat) dan mendukung kerja-kerja partai politik dalam menjalankan fungsinya sebagai salah satu pilar demokrasi.

Dalam menghadapi dinamika politik yang kompleks, Gerindra perlu menjaga kohesivitas dan solidaritas internal partai. Langkah-langkah ini penting untuk memastikan bahwa Gerindra tetap menjadi kekuatan politik yang relevan dan memiliki pengaruh yang signifikan dalam peta politik Indonesia.

 

Felia Primaresti

Peneliti Bidang Politik

The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII)

felia@theindonesianinstitute.com

Komentar